Menuju konten utama

KemenPPPA: Ada Tiga PP dan 4 Perpres Peraturan Turunan UU TPKS

Kementerian PPPA tengah menyiapkan tiga PP dan empat Perpres sebagai peraturan turunan UU TPKS.

KemenPPPA: Ada Tiga PP dan 4 Perpres Peraturan Turunan UU TPKS
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawati (kanan) memberikan laporan pemerintah kepada Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas (kiri) dalam rapat kerja di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen MPR/DPR-DPD, Senayan, Jakarta, Kamis (24/3/2022). ANTARA FOTO/Reno Esnir/rwa.

tirto.id - Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Republik Indonesia, Ratna Susianawati menyebut pemerintah akan terus mengupayakan implementasi Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Ia menyebut ada sejumlah pasal yang memang menjadi amanat dari UU tersebut yang tadinya akan diangkat dalam lima Peraturan Pemerintah (PP) dan lima Peraturan Presiden (Perpres). Namun, dalam hasil pembahasan tim pemerintah pada 6 Juni 2022 lalu disepakati penyederhanaan pembentukan aturan turunan menjadi tiga PP dan empat Perpres.

Hal ini bertujuan agar dapat diterapkan secara efektif melalui sinergitas pemerintah dan peran serta organisasi masyarakat.

“Kita harus betul-betul bersinergi dalam menyiapkan peraturan pelaksana Undang-Undang No 12 tahun 2022, guna merealisasikan penyusunan peraturan perundangan yang merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah sebagai mandat dari UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual,” ujar Ratna dikutip dari siaran pers KemenPPA yang diterima Tirto pada Rabu (10/8/2022).

KemenPPPA masih terus berkoordinasi dan komunikasi untuk merampungkan aturan turunan UU TPKS ini. Dalam proses itu, pelaksanaan pencegahan dan penanganan korban kekerasan tentunya diperlukan adanya sinergi dan koordinasi mulai dari pemerintah pusat hingga desa, organisasi mitra pembangunan, tokoh masyarakat, dan lain-lain.

Dia juga mengatakan proses harmoni dari UU TPKS menjadi sangat penting lahirnya UU ini, juga dipastikan tidak mengalami tumpang tindih dengan UU yang lain. Justru dengan kehadiran UU lex specialis yang mengatur tentang TPKS ini nantinya dalam proses perjalanan dan eksekusinya akan dilengkapi dengan aturan-aturan teknis yang ada di beberapa UU terkait.

Dalam proses pembentukannya, Ratna menilai UU TPKS juga menunjukkan kerja kolaborasi yang sangat baik sekaligus nanti dalam proses eksekusi UU ini.

“UU TPKS mempunyai beberapa terobosan selain pengualifikasian jenis tindak pidana seksual beserta tindak pidana lainnya yang sangat tegas, juga penguatan pelaksanaan prinsip penyelenggaraan layanan terpadu dengan mekanisme one stop services,” kata dia.

Lebih lanjut Ratna, UU TPKS juga mengatur hukum acara yang komprehensif mulai dari tahap penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan dalam sidang di pengadilan. Lalu, pengaturan mengenai pemberian restitusi oleh pelaku juga tertuang dalam UU ini sekaligus penegasan perkara TPKS tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan, kecuali pada pelaku anak.

Dia pun mendorong penerapan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS oleh aparat penegak hukum sesuai dengan amanat UU tersebut. Sehingga, UU ini dapat dijadikan sebagai payung hukum dan korban TPKS berhak mendapatkan restitusi dan layanan pemulihan.

Oleh karena itu, Ratna menyebut perlu adanya koordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LSPK) terkait prosedur perlindungan dan hak-hak bagi korban maupun saksi, sebagaimana ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 30 UU TPKS. Terkait dengan pelaksanaannya, dia menjelaskan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda) menyelenggarakan pelayanan terpadu dalam penanganan, pelindungan, dan pemulihan.

Ratna mengatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan terpadu di pusat dikoordinasikan oleh Menteri PPPA Bintang Puspayoga dan daerah oleh pemda masing-masing.

Dalam hal ini, pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota wajib membentuk unit pelaksana teknis daerah perlindungan perempuan dan anak (UPTD PPA) yang menyelenggarakan penanganan, pelindungan dan pemulihan korban, keluarga korban, dan/atau saksi.

“Sementara itu, dalam rangka efektivitas pencegahan dan penanganan korban tindak pidana kekerasan seksual, Menteri PPPA melakukan koordinasi dan pemantauan secara lintas sektor dengan kementerian/lembaga terkait,” sambung dia.

Baca juga artikel terkait UU TPKS atau tulisan lainnya dari Farid Nurhakim

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Farid Nurhakim
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Restu Diantina Putri