Menuju konten utama

Kemenkeu: Ancaman Gagal Bayar Utang AS Tak Pengaruhi Pasar RI

Kemenkeu memastikan ancaman gagal bayar utang yang terjadi di AS tidak akan berpengaruh besar terhadap pasar keuangan global dan Indonesia.

Kemenkeu: Ancaman Gagal Bayar Utang AS Tak Pengaruhi Pasar RI
Petugas menunjukan uang pecahan rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (3/1/2023). Rupiah ditutup melemah 28 poin atau 0,18 persen ke posisi Rp15.601 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.573 per dolar AS akibat dipicu kekhawatiran Bank Indonesia (BI) akan kembali menaikkan suku bunga acuan. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc.

tirto.id - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan ancaman gagal bayar utang yang terjadi di Amerika Serikat (AS) tidak akan berpengaruh besar terhadap pasar keuangan global, tidak terkecuali bagi Indonesia. Diketahui utang AS telah mencapai 31 triliun dolar AS pada Oktober 2022, sedangkan per 31 Maret 2023 bertambah menjadi 31,45 triliun dolar AS.

"Isu pagu utang AS sejauh ini tidak mempengaruhi pasar keuangan AS maupun pasar keuangan global, sehingga tidak mempunyai dampak berarti terhadap pasar SBN Indonesia," ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian keuangan Suminto, kepada Tirto, Jumat (28/4/2023).

Suminto menjelaskan isu pagu utang Pemerintah di AS lebih bagaimana mereka membiayai fiskal negaranya. AS berkali-kali menghadapi masalah proses persetujuan pagu utang oleh Kongres.

Dia menilai biasanya mereka pada akhirnya dapat mencapai kesepakatan, karena tentunya AS berkepentingan untuk memastikan dapat dibiayakan fiskal mereka, termasuk memenuhi debt services (utang jatuh tempo).

"Sehingga tidak mempunyai dampak berarti terhadap pasar SBN Indonesia," tegasnya.

Dia mengklaim kinerja pasar SBN Indonesia sangat baik. Pada penutupan pasar Rabu 26 April 2023 kemarin, yield SUN 10 tahun berada di level 6,56 persen; secara mtd turun 24 bps, dan secara ytd turun 38 bps.

"Kinerja pasar SBN yang baik ini selain didukung oleh likuiditas domestik yang ample juga didukung oleh capital inflows," tegasnya.

Di sisi lain, kepemilikan asing (non resident) terhadap SBN Indonesia naik Rp61,46 triliun secara year to date. Persepsi terhadap risiko kredit Indonesia juga membaik, ditandai oleh penurunan CDS.

"CDS 5 tahun turun 6,43 bps mtd dan 9,53 bps ytd," pungkas dia.

Sebelumnya, Menteri Keuangan AS, Janet Yellen mewanti-wanti kondisi gagal bayar utang di negaranya. Kondisi ini dikhawatirkan akan memicu bencana ekonomi yang akan membuat suku bunga lebih tinggi untuk tahun-tahun mendatang.

Yellen dalam sambutannya di Washington dengan para eksekutif bisnis dari California, mengatakan bahwa gagal bayar hutang AS akan mengakibatkan hilangnya pekerjaan. Selain itu mendorong pembayaran rumah tangga untuk hipotek, pinjaman mobil dan kartu kredit menjadi lebih tinggi.

Dia mengatakan kondisi itu menjadi tanggung jawab dasar kongres untuk meningkatkan atau menangguhkan batas pinjaman 31,4 triliun dolar AS. Ini menjadi peringatan bahwa gagal bayar akan mengancam kemajuan ekonomi yang telah dicapai Amerika Serikat sejak pandemi COVID-19.

"Gagal bayar utang kita akan menghasilkan bencana ekonomi dan keuangan," kata Yellen kepada para anggota Kamar Dagang Metropolitan Sacramento sebagaimana dilansir Reuters, Kamis (26/4/2023).

"Gagal bayar akan meningkatkan biaya pinjaman untuk selamanya. Investasi di masa depan akan menjadi jauh lebih mahal," sambung Yellen.

Yellen mengatakan jika pagu utang tidak dinaikkan, bisnis-bisnis AS akan menghadapi pasar kredit yang memburuk, dan pemerintah kemungkinan besar tidak akan dapat memberikan pembayaran kepada keluarga-keluarga militer dan para manula yang bergantung pada Jaminan Sosial.

"Kongres harus memilih untuk menaikkan atau menangguhkan batas utang. Mereka harus melakukannya tanpa syarat. Dan tidak boleh menunggu sampai menit-menit terakhir," katanya.

Baca juga artikel terkait GAGAL BAYAR UTANG AS atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin