Menuju konten utama

Kemenkes Waspadai Sejumlah Penyakit Tropis di Indonesia

Kemenkes mewaspadai sejumlah penyakit tropis yang terabaikan (NTDs) di Indonesia antara lain filariasis, cacingan, schistosomiasis, kusta, dan frambusia.

Kemenkes Waspadai Sejumlah Penyakit Tropis di Indonesia
Penyakit Kulit Kusta. FOTO/Istockphoto

tirto.id - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sejumlah penyakit yang termasuk Penyakit Tropis yang Terabaikan atau Neglected Tropical Diseases (NTDs) di Indonesia.

Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Maxi Rein Rondonuwu mengatakan Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah merilis daftar 20 penyakit yang termasuk NTDs.

Akan tetapi, Maxi mengatakan penyakit NDTs yang diprioritaskan di Indonesia antara lain filariasis, cacingan, schistosomiasis, kusta, dan frambusia. NTDs adalah Penyakit yang disebabkan oleh berbagai patogen, termasuk virus, bakteri, protozoa, dan cacing parasit.

Berdasarkan data Kemenkes RI, sebanyak 236 kabupaten/kota di 28 provinsi di Indonesia merupakan daerah endemis filariasis. Sebanyak 9.906 kasus kronis filariasis tersebar di berbagai provinsi di Indonesia.

"Dari target sebanyak 93, hanya 72 kabupaten/kota yang mencapai eliminasi pada tahun 2021 dan baru ada 33 kabupaten/kota telah mendapatkan sertifikat eliminasi filariasis," kata Maxi melalui keterangan tertulis, Selasa (31/1/2023).

Menurut ahli dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Taniawati Supali, penyakit kaki gajah ini ditularkan oleh larva yang ada di dalam nyamuk. Tahap awal orang terkena filariasis biasanya belum bergejala, masih normal.

"Ini yang susah untuk pengobatan tapi pasien bilang masih normal. Gejala awal demam ringan, itu yang menyebabkan mereka tidak sadar, kemudian bengkak, kempes, dan bengkak lagi dan tidak bisa kempes lagi," kata Taniawati.

Sementara untuk penyakit cacingan, pada 2021 terdapat 36,97 juta anak yang mendapatkan POPM. Hasil survei evaluasi pasca pemberian obat cacing dari 2017 hingga 2021 menunjukkan 66 kab/kota memiliki prevalensi cacingan di bawah 5 persen, dan 26 kab/kota yang memiliki prevalensi cacingan diatas 10 persen.

Kemudian, schistosomiasis menjadi penyakit endemik di 28 desa di Kabupaten Poso dan Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Kementerian Kesehatan melalui Permenkes Nomor 19 Tahun 2018 menargetkan agar schistosomiasis dapat dieliminasi dari 28 desa tersebut pada tahun 2024.

Peta jalan eradikasi penyakit schistosomiasis 2019-2025 menjabarkan tahapan sesuai rekomendasi WHO, yaitu pengurangan tingkat kejadian infeksi pada manusia menjadi nol, pengurangan tingkat kejadian infeksi pada hewan menjadi nol, dan pengurangan jumlah keong yang terinfeksi menjadi nol.

Sebagai penyakit zoonotik, program pencegahan dan pengendalian schistosomiasis membutuhkan integrasi dari banyak pemangku kepentingan. Mulai dari surveilans, pengobatan, pemberantasan keong positif, rekayasa lingkungan, penyediaan sistem sanitasi dan air bersih, serta manajemen penggembalaan ternak.

Maxi melanjutkan Indonesia dinyatakan telah mencapai status eliminasi kusta dengan angka prevalensi kusta tingkat nasional sebesar 0,9 per 10.000 penduduk pada 2000. Angka prevalensi kusta di Indonesia pada tahun 2021 sebesar 0,45 kasus per 10.000 penduduk dan angka penemuan kasus baru sebesar 4,03 kasus per 100.000 penduduk.

"Selama 10 tahun terakhir terlihat tren relatif menurun baik pada Prevalensi Rate (PR) angka prevalensi maupun angka penemuan kasus baru kusta atau New Case Detection Rate (NCDR)," ujar Maxi.

Kementerian Kesehatan melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 11 Tahun 2019 tentang Penanggulangan kusta menargetkan eliminasi kusta tingkat provinsi pada 2019 dan tingkat kabupaten/kota pada tahun 2024.

Pada 2021, terdapat 6 Provinsi dan 101 kab/kota belum mencapai eliminasi kusta di Indonesia dan 26 provinsi masih memiliki angka cacat tingkat 2 diatas 1 per 1 juta penduduk.

Dokter RSCM Sri Linuwih menjelaskan kusta sebetulnya penyakit kulit dan saraf. Utamanya ke saraf dulu baru ke kulit. Penyebannya adalah mycobacterium leprae, suatu bakteri yang bersaudara dengan bakteri mycobacterium tuberculosis.

"Penyakit ini menular tapi memiliki daya tular yang rendah memerlukan waktu bulanan hingga taunan. Yang terkena bisa mulai dari anak kecil sampai dewasa, bahkan bayi juga bisa tertular. Penyakit ini dapat diobati dan gratis di Puskesmas," kata Sri.

Selanjutnya, berdasarkan Kepmenkes Nomor HK.01.07/Menkes/496/2017 terdapat 79 kab/kota endemis frambusia. Kementerian Kesehatan juga telah menetapkan bahwa target eradikasi tingkat kabupaten/kota dapat dicapai pada tahun 2024.

Jumlah kasus frambusia yang dilaporkan pada tahun 2021 sebanyak 185 kasus sebagian besar terdapat di Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur.

Baca juga artikel terkait PENYAKIT TROPIS atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Gilang Ramadhan