Menuju konten utama

Kemenkes: Belum Ada Penularan Virus Marburg di Indonesia

Kemenkes juga menyebut kemungkinan adanya importasi kasus virus Marburg di Indonesia adalah rendah.

Kemenkes: Belum Ada Penularan Virus Marburg di Indonesia
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi saat menyampaikan keterangan kepada wartawan di Gedung Kemenkes RI Jakarta, Kamis (8/12/2022). (ANTARA/Andi Firdaus).

tirto.id - Kementerian Kesehatan RI menyatakan hingga saat ini belum dilaporkan kasus atau suspek penyakit Marburg di Indonesia. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi tetap meminta masyarakat untuk waspada.

“Gejala yang dialami (pasien Marburg) berupa demam, kelelahan (fatigue), muntah berdarah, dan diare,” kata Nadia dalam keterangan resmi, Selasa (28/3/2023).

Nadia menyatakan Indonesia telah melakukan penilaian risiko cepat (rapid risk assessment) penyakit virus Marburg pada 20 Februari 2023.

“Hasilnya didapatkan bahwa kemungkinan adanya importasi kasus virus Marburg di Indonesia adalah rendah,” lanjut Nadia.

Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr Mohammad Syahril mengingatkan pemerintah dan masyarakat jangan sampai lengah terhadap virus Marburg.

“Kita perlu tetap melakukan kewaspadaan dini dan antisipasi terhadap penyakit virus Marburg,” ujar Syahril dalam keterangan yang sama.

Pemerintah Indonesia disebut telah mengeluarkan Surat Edaran tentang Kewaspadaan Terhadap Penyakit Virus Marburg. Pemerintah daerah, fasilitas pelayanan kesehatan, Kantor Kesehatan Pelabuhan, SDM kesehatan, dan para pemangku kepentingan terkait untuk waspada terhadap virus Marburg.

Kemenkes menilai virus Marburg (filovirus) salah satu virus paling mematikan dengan fatalitas mencapai 88 persen. Penyakit virus Marburg merupakan penyakit demam berdarah yang jarang terjadi.

Belum ada vaksin yang tersedia di dunia untuk mengobati virus ini, vaksin disebut masih dalam pengembangan. Saat ini ada 2 vaksin yang memasuki uji klinis fase 1 yakni vaksin strain Sabin dan vaksin Janssen.

“Belum ada obat khusus, pengobatan bersifat simtomatik dan suportif, yaitu mengobati komplikasi dan menjaga keseimbangan cairan serta elektrolit,” ujar Syahril.

Gejala virus ini mirip dengan penyakit lain seperti malaria, tifus, dan demam berdarah yang banyak ditemukan di Indonesia. Menurut Syahril, hal ini menyebabkan penyakit virus Marburg sulit diidentifikasi.

Gejala tersebut meliputi demam tinggi, sakit kepala, nyeri otot, mual muntah, diare, dan perdarahan.

Penyakit ini juga dapat menyebabkan perdarahan pada hidung, gusi, vagina atau melalui muntah dan feses yang muncul pada hari ke-5 sampai hari ke-7.

Marburg menular lewat cairan tubuh langsung dari kelelawar atau primata. Kelelawar yang merupakan host alami virus Marburg yaitu Rousettus aegyptiacus, jenis ini bukan merupakan spesies asli Indonesia dan belum ditemukan di sini, namun Indonesia masuk jalur mobilisasi kelelawar ini.

Hal ini menurut Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menjadi salah satu potensi bahwa ada kemungkinan virus Marburg menyebar di Indonesia.

“Jadi secara potensi ada, tentunya itu sudah satu aspek yang memperbesar kemungkinan itu,” ujarnya dalam keterangan suara yang diterima reporter Tirto, Selasa (28/3).

Dia menekankan mitigasi untuk menangani virus Marburg harus dilakukan secara global, termasuk Indonesia.

“Saya menganjurkan bagi para pendatang wilayah Afrika khususnya wilayah outbreak, untuk melakukan pemeriksaaan kesehatan yang ketat dan kalau ada karantina lebih baik lima hari sampai seminggu,” ujarnya.

Dicky juga berpesan agar Warga Negara Indonesia (WNI) yang akan berkunjung ke wilayah Afrika untuk berhati-hati.

Baca juga artikel terkait VIRUS MARBURG atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Restu Diantina Putri