Menuju konten utama

Kemenhub Susun Aturan Aplikator Jadi Perusahaan Transportasi Online

Kemenhub tengah mencari referensi sebagai benchmark untuk menyusun regulasi berupa Permenhub untuk menjadikan aplikator itu perusahaan transportasi.

Kemenhub Susun Aturan Aplikator Jadi Perusahaan Transportasi Online
Moda transportasi berbasis aplikasi digital diharapkan dapat mengurangi pertumbuhan jumlah mobil melalui konsep carpool. FOTO/Istimewa.

tirto.id - Direktorat Jendral Perhubungan Darat tengah mencari referensi sebagai benchmark untuk menyusun regulasi berupa Peraturan Menteri Perhubungan yang dapat diberlakukan kepada operator aplikasi, seperti Grab dan Go-jek.

Direktur Angkutan dan Multimoda Kementerian Perhubungan Cucu Mulyana mengharapkan peraturan tersebut dapat menjadi penyempurna dari Permen No.108/2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek.

Permen 108/2017 yang ada sekarang, masih sebatas mengatur angkutan transportasi, belum mengatur keberadaan aplikasi. "Kalau Permen 108 kan murni aturan terkait transportasi, sementara aplikator itu kan belum ada diatur di Permen 108. Jadi, sekarang bagaimana caranya supaya ada aturan di dalamnya itu juga mengatur aplikasi," ujar Cucu di Kementerian Perhubungan Jakarta pada Kamis (12/4/2018).

Peraturan itu disiapkan untuk mengarahkan perusahaan aplikasi sebagai perusahaan transportasi angkutan umum. Hal itu, dikatakan dia sesuai dengan hasil rapat Kantor Staf Kepresidenan (KSP) yang dipimpin oleh Kepala KSP, Moeldoko dan dihadiri oleh beberapa menteri terkait, termasuk Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.

"Kenapa perusahaan aplikasi dijadikan perusahaan transportasi? Banyak alasannya, karena sampai saat ini aplikator itu sudah memosisikan seperti perusahaan angkutan umum atau perusahaan transportasi, karena langsung merekrut pengemudi, menerima pendaftaran pengemudi. Itu kan seperti kegiatan yang dilakukan perusahaan transportasi umumnya," jelasnya.

Hal-hal detail aturan di dalamnya, seperti mekanisme, sanksi, batasan investasi asing, hingga mas transisi penerapan, diungkapkannya, masih dibahas di internal Kemenhub.

"Itu ranah substansi yang sedang kami bahas baru di tingkat Kemenhub. Setelahnya, akan dibahas dengan para pakar hukum, transportasi, nanti juga akan di (adakan) FGD (Forum Discussion Group) kan dengan para pihak. Dibahas masing-masing," terangnya.

Ia hanya menggambarkan terkait dengan sanksinya, bahwa tentu akan berpegang pada amanat UU tentang sanksi, yaitu sebatas menerapkan sanksi administratif, tidak memberlakukan sanksi pidana untuk kategori aturan semacam ini.

"Pemberlakukan sanksi administratif itu dari mulai sanksi administratifnya itu, denda administratif, pembekuan, pencabutan izin jalan," sebutnya.

Ke depan bila aturan ini sudah lahir, menurutnya, Kemenhub tidak akan mempersulit prosedur atau syarat implementasinya.

"Kalau aturan saat ini persyaratan jadi angkutan umum kan tidak berat. Hanya minimal memiliki 5 kendaraan sebagai transportasinya, memiliki atau menguasai atau memfasilitasi penyimpanan maupun bekerjasama dengan bengkel. Secara administrasinya paling akte perusahaan, NPWP (Nomer Pokok Wajib Pajak)," paparnya.

Sementara itu, pada Kamis, Ditjen Perhubungan Darat mengadakan diskusi dengan Dubes Korea Selatan untuk Indonesia, Umar Hadi mengenai keberadaan transportasi taksi online.

Pertemuan ini untuk membahas bagaimana aturan yang berlaku di Korea Selatan mengenai transportasi online sebagai bahan pembanding. "Prinsipnya di sana aplikasinya gratis. Kalau di kita kan ada profit sharingnya 20 persen, kalau di sana enggak ada," ungkap Cucu.

Umar pun mengatakan bahwa kehadiran dirinya dalam FGD mengenai transportasi online untuk menyampaikan pengamatannya menurut pengalamannya di Korea Selatan. Ia menerangkan bahwa di sana sama seperti Indonesia ada taksi online dan konvensional. "Yang mana sampai hari ini keseimbangannya masih bisa dijaga," ucap Umar.

Pemerintah Korea Selatan menangani persaingan usaha antara taksi online dan konvensional dengan menyelaraskan dua hal, yaitu regulasi dan penerapan teknologi. Terkait regulasinya, di Korea Selatan taksi online diposisikan sebagai pelengkap yang bisa menggunakan kendaraan pribadi untuk jam-jam tertentu (komuter).

"Jadi istilahnya car pool, tapi itu digandengkan dengan solusi teknologi. Yaitu dengan menyediakan aplikasi gratis bagi taksi-taksi konvensional bernama Kakao Taxi, satu perusahaan dengan Kakao Talk. Dengan demikian, sampai hari ini keseimbangannya masih bisa dijaga," ungkapnya.

Taksi konvensional yang eksis di sana ada Kakao Taxi, yang mana ada 96 persen taksi-taksi konvensional di sana telah menggunakan aplikasi tersebut. Sedangkan taksi online yang eksis, ada Luxi, Pool Us, dan Uber Share.

"Jadi konsumen dimudahkan. Karena itu, 18 juta orang sudah register user di jasa online ini [Kakao Taxi]. Jumlah panggilan setiap hari itu pengguna taksi ini 1,5 juta panggilan," jelasnya.

Jam operasional taksi online itu sekitar jam pergi kantor, yaitu sekitar jam 5-8 pagi waktu setempat. Lalu, malamnya sekitar jam 8-9 waktu setempat.

"Di luar itu enggak bisa, meskipun belakangan punya interpretasi lain. Komuter itu katanya seharian yang penting jam 8 jam sampai Jumat," terangnya.

Mengenai tarif di kedua jenis taksi ini, dikatakannya, memberlakukan perhitungan per meter yang tidak jauh berbeda. Namun, ia tidak bisa menyebutkan lebih rinci.

"Di Korea Selatan aturan itu juga baru 2017, tapi saya belum tahu belum cek, sudah dilaksanakan atau belum," ujarnya.

Baca juga artikel terkait TRANSPORTASI ONLINE atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Bisnis
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Maya Saputri