Menuju konten utama

Kemendikbud Didesak Kaji Ulang Sistem Zonasi Sekolah

Kemendikbud diminta mengkaji ulang kebijakan sistem zonasi sekolah yang diberlakukan dalam penerimaan siswa baru sejak 2017 lalu. 

Kemendikbud Didesak Kaji Ulang Sistem Zonasi Sekolah
Sejumlah siswa didampingi wali siswa mengantre untuk mendaftar Sekolah Menengah Pertama (SMP) di kantor Dinas Pendidikan Kota Solo, Jawa Tengah, Senin (25/6/2018). ANTARA FOTO/Maulana Surya

tirto.id - Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mendesak pemerintah mengkaji ulang kebijakan sistem zonasi sekolah dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji menyatakan sistem zonasi bisa menimbulkan masalah baru karena kualitas sekolah di Indonesia belum merata.

"Jadi ketika [zonasi] diberlakukan secara nasional, kami melihat kualitas sekolah berbeda-beda. Tetapi, [zonasi] dipaksakan [berlaku] supaya orang bisa bersekolah di sekolah yang dekat," kata Ubaid pada Rabu (26/12/2018), di Jakarta.

"Ketika ada sekolah dengan kualitas yang jelek, [misalnya] gurunya jarang masuk sehingga muridnya lebih banyak bermain, kemudian rumah saya dekat situ, masa tega memasukan anak ke sekolah itu," dia melanjutkan.

Oleh karena itu, menurut Ubaid, perlu dilakukan pemetaan wilayah terlebih dahulu, untuk mengetahui sekolah mana saja yang kualitasnya sudah membaik, sebelum sistem zonasi diberlakukan. Menurut dia, saat ini sistem zonasi belum layak diberlakukan secara nasional.

"Bagaimana dengan yang di daerah, yang bisa berjam-jam dan berkilo-kilo [perjalanan siswa menuju sekolah terdekat dengan rumahnya]," ujarnya.

Ubaid menilai pemerataan distribusi siswa melalui sistem zonasi yang dimaksud oleh pemerintah belum tepat, karena tidak menimbang dulu aspek lokal.

"Ini kebijakan cara berpikir orang Jakarta. Berkeadilan bagi anak di Jakarta dan Papua itu beda, karena anak-anak yang sekolah di Papua masih butuh afirmasi: jaraknya jauh, sekolahnya jelek, gurunya cuma satu. Jadi tidak bisa disamakan dengan Jakarta," kata Ubaid.

Dia pun mengusulkan agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membuat proyek percontohan terlebih dahulu sebelum sistem zonasi diterapkan secara nasional. Minimal, kata Ubaid, sistem zonasi diterapkan pada tiga kota besar untuk percontohan, seperti di Jakarta, Bandung, dan Surabaya.

"Ketika sudah berhasil, konsentrasinya pindah ke jawa tengah, misalnya. Kalau sudah bagus baru bisa zonasi [secara nasional]," kata Ubaid. "Tidak bisa pemerintah mengadakan pemerataan secara simsalabim, lalu dibuat zonasi."

Sejak 2017, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberlakukan sistem zonasi di PPDB. Kementerian mengklaim sistem zonasi diberlakukan tidak hanya untuk pemertaan akses peserta didik ke layanan pendidikan, tapi juga kualitas sekolah.

Baca juga artikel terkait SISTEM ZONASI atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Addi M Idhom