Menuju konten utama

Kemendagri Sepakati Katalog Elektronik Sektoral untuk Proyek e-KTP

Mekanisme dengan lelang sebelumnyadinilai memiliki risiko hambatan besar, seperti gagal lelang dan harga blangko cenderung lebih tinggi.

Kemendagri Sepakati Katalog Elektronik Sektoral untuk Proyek e-KTP
Ilustrasi. Warga mengikuti perekaman foto untuk keperluan e-KTP di Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (17/11/2016). ANTARAFOTO/Basri Marzuki.

tirto.id - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menginisiasi proyek penyediaan KTP elektronik (e-KTP) dengan menggunakan mekanisme katalog elektronik sektoral. Penandatangan kontrak katalog pengadaan blangko e-KTP melalui mekanisme tersebut dilakukan hari ini, Selasa (14/11/2017).

Adapun yang terlibat adalah Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal Kemendagri Hadi Prabowo; Direktorat Jenderal Dukcapil Kemendagri Zudan A. Fakrulloh; dan tiga perusahaan penyedia barang dan jasa: PT Pura Barutama, PT Trisakti Mustika Graphika, dan PT Jasuindo Tiga Perkasa.

Penandatanganan disaksikan oleh Deputi Bidang Monitoring-Evaluasi dan Pengembangan Sistem Informasi Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa ( LKPP) Sarah Sadiqa.

Hadi mengatakan dengan mekanisme ini efisiensi pengadaan e-KTP akan tercapai secara konkret dan riil. Mekanisme dengan lelang sebelumnya, dikatakannya, memiliki risiko hambatan besar, seperti gagal lelang dan harga blangko cenderung lebih tinggi.

"Jadi dengan menggunakan mekanisme ini, akan betul-betul diwujudkan efisiensi baik waktu, harga, biaya spesifik, dan lebih khusus lagi, jumlah ketersediaan barang," ujar Hadi di Kemendagri Jakarta pada Selasa (14/11/2017).

Pengadaan blangko e-KTP dilakukan oleh ketiga perusahaan disesuaikan dengan kemampuan masing-masing, tanpa akan ada pemaksakan kapasitas. Jika kapasitas satu perusahaan 100 blangko, tidak akan dituntut memenuhi lebih dari itu.

"Jadi ini dasarnya secara konkret dan riil. Dan kita mengedepankan aspek kewajaran, kebenaran, kejujuran dan akuntabel. Itu yang mendasari keberanian kita masuk ke dalam katalog elektronik sektoral," katanya.

Kontrak yang ditandatangani ini berlangsung selama dua tahun. Untuk itu, Hadi meminta dapat dikawal baik oleh Bareskrim, Kejaksaan Agung, LKPP, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), agar pengadaan blangko KTP-e dengan mekanisme ini betul-betul dapat dipertanggungjawabkan.

"Ini tahap awal, tahap persiapan. Belum tahap pelaksanaan, khusus lagi dalam tahap penerimaan barang, pencatatan, pemeriksaan, dan selanjutnya pemanfaatan," ucap dia.

Untuk mencapai tahap awal ini, Zudan mengatakan prosesnya sangat panjang sejak penjajakan Desember 2015, beriringan dengan keluarnya Peraturan Kepala No. 6 Tahun 2015 tentang Anggaran Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Diskusi panjang sejak 24 Juli 2017 dimulai saat pihak Dukcapil dengan suratnya mengusulkan pencantuman pengadaan blangko e-KTP dalam katalog elektronik sektoral. Setelah itu, baru dilakukanlah pengkajian pada 11 Agustus.

"Katalog elektronik sektoral ini bisa belanja sewaktu-waktu kapan kita butuh kita beli. Jadi misalnya 2018 di Januari bisa beli sejuta, Februari sejuta, Maret sejuta. Kita butuh berapa, beli, kirim, dan seterusnya. Kalau lelang umum kan langsung 15 juta sekali," jelas Zudan.

Kemudian, pengadaannya sesuai dengan kontraknya, yaitu 2017 itu 6-7 juta dan 2018 sebanyak 16 juta. "Nanti kalau ada yang mengubah, ada optimalisasi, adendum kontrak. Bisa dilakukan seperti itu," ujarnya.

Adendum ini menilik peningkatan dinamis jumlah warga usia 17 tahun, dan warga yang pindah kependudukan. "Jadi prinsipnya adalah orang yang telah melakukan perekaman data, akan segera selesai [pendistribusian e-KTP-nya). Kita ingin 2017 ini 7 juta penduduk itu segera merekam KTP-e," tuturnya.

Terkait harga blangko e-KTP, didapat angka penghitungannya sekitar Rp9.458. Sarah Sadiqa mengatakan bahwa dengan mekanisme ini harga dapat menurun sesuai dengan jumlah blangko yang diminta. Volume permintaan meningkat, level harga dapat menurun.

Namun, ia menekankan untuk tidak hanya mengejar penurunan harga, tapi lebih mengedepankan akuntabilitas penghitungan. "Tapi paling baik adalah menghitung kembali harganya, mengingat yang disampaikan Dirjen, yang berat investasi awal,” jelasnya.

Sarah melanjutkan, setelah dilakukan investasi awal, ada volume permintaan yang bertambah. “Tentu secara perhitungan harganya akan jauh lebih baik," tuturnya.

Baca juga artikel terkait E-KTP atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sisca

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Shintaloka Pradita Sisca
Penulis: Shintaloka Pradita Sisca
Editor: Yuliana Ratnasari