Menuju konten utama

Kemenangan Setya Novanto Tak Jamin Elektabilitas Golkar

Menurut Yunarto Wijaya, Golkar harus melakukan evaluasi dengan mengevaluasi Setya Novanto sebagai ketua umum dan kader-kader lainnya yang tersangkut korupsi.

Kemenangan Setya Novanto Tak Jamin Elektabilitas Golkar
Sekjen Partai Golkar Idrus Marham menerima buku dari Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan saat sosialisasi program pencegahan korupsi oleh KPK di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Senin (18/9/2017). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

tirto.id - Kemenangan Setya Novanto (Setnov) dalam sidang praperadilan kasus korupsi e-KTP tidak menjadi jaminan elektabilitas Partai Golkar membaik ke depannya. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Charta Politica, Yunarto Wijaya. Menurutnya, kemenangan Setnov dalam praperadilan tidak berhubungan dengan elektabilitas partai yang dipimpinnya.

Menurut Yunarto Wijaya, kasus e-KTP masih berjalan dan sejumlah nama politisi Golkar lain tetap tersangkut di dalamnya. "Ini bukan berarti mengurangi beban Golkar dalam kasus e-KTP," ujarnya saat dihubungi Tirto.id, (30/9/2017).

"KPK juga bisa menerbitkan sprindik (surat perintah penyidikan) baru. Seperti saat KPK menerbitkan sprindik untuk Bupati Makassar Arief Sirajuddin sehari setelah dia menang di praperadilan," kata Yunarto.

Selain itu, kata Yunarto, kemenangan Setnov justru menambah persepsi buruk publik pada Golkar. Terbukti dengan adanya hiruk pikuk tagar #ThePowerOfNovanto di Twitter dan tersebarnya meme Setnov bernada miring di media sosial.

"Masyarakat juga jadi semakin menduga ada intrik politik di dalam sidang Praperadilan Novanto. Terutama dengan posisinya sebagai ketua DPR," kata Yunarto.

"Praperadilan Novanto di e-KTP ini menjadi gunung es atas kasus pribadinya sebelumnya, seperti Bank Bali, impor limbah beracun, dan penyelundupan beras impor Singapura yang semuanya lolos," imbuhnya.

Yunarto juga menjelaskan bahwa selain kasus e-KTP, yang mempengaruhi menurunnya elektabilitas Golkar adalah kekalahan di Pilgub DKI Jakarta dan keringnya sosok potensial di tingkat nasional dalam tubuh Golkar.

Maka, menurut Yunarto, Golkar harus melakukan evaluasi secara internal, terutama dengan berani mengevaluasi Novanto sebagai ketua umum dan kader-kader lainnya yang tersangkut korupsi.

"Bisa dimulai dengan mengevaluasi Novanto sebagai ketua umum dan sebagai ketua DPR. Kedua, evaluasi Pilkada DKI Jakarta. Dan, ketiga memunculkan sosok potensial di tingkat nasional," kata Yunarto.

Senada dengan Yunarto, Peneliti Saiful Mujani Research Centre (SMRC) Sirojudin Abbas menyatakan Novanto bukan satu-satunya alasan elektabilitas Golkar menurun. Melainkan, ada faktor tersangkutnya kepala-kepala daerah dari Golkar dalam korupsi juga.

"Termasuk ada inisiatif di DPR terkait pansus angket KPK itu juga mempunyai efek negatif terhadap elektabilitas partai-partai, tapi porsi negatifnya lebih besar partai Golkar," kata Sirajudin, Sabtu (30/9/2017).

Menurutnya, Golkar saat ini sedang didera defisit kredibilitas sehingga mau tidak mau harus melakukan rebranding partai, termasuk dengan cara memastikan ke depannya tidak semakin banyak kader yang terkena korupsi. "Opini publik terpengaruhi oleh kondisi makro kejadian saat itu, kalau besok terjadi peristiwa yang lain lagi, berubah lagi bisa naik, bisa turun lagi," kata Sirojudin.

Sirajudin menambahkan, elektabilitas Golkar saat ini dari hasil survei SMRC hanya berkisar di angka 9-10 persen. Hal ini berbeda dengan perolehan Golkar di 2014 sebesar 14,75 persen.

Golkar Tetap Yakin

Namun, berbeda dengan dua peneliti tersebut, Wakil Bendahara Umum Golkar Erwin Ricardo Silalahi menilai bahwa elektabilitas Golkar akan kembali stabil bahkan meningkat setelah Setya Novanto memenangkan praperadilan.

Menurut Erwin, kemenangan Novanto menjadi momen penting untuk Golkar mengadakan konsolidasi dan menggerakkan seluruh jaringan dan infrastruktur partai sampai ke tingkat akar rumput untuk menaikkan elektabilitas.

Hal yang senada juga disampaikan oleh Ketua DPD Golkar Papua Aziz Samual. Menurutnya, Novanto setelah ini sudah siap untuk kembali memimpin Golkar sebagai ketua umum.

Aziz pun mengkritik Ketua Bidang Politik dan Hukum Golkar Yorrys Raweyai yang menurutnya sengaja memperkeruh kondisi internal Golkar dengan pernyataannya terkait rekomendasi penonaktifan Novanto.

"Saya baca statment saudara Yorrys itu merupakan satu provokasi untuk menjatuhkan Pak Novanto dan membuat elektabikitas ini anjlok. Saya ingatkan kepada Pak Yorrys agar cukuplah jangan menbuat onar di Partai Golkar. Partai Golkar ini semua kita sayang karenaGolkar partai kita sama-sama," kata Azis.

Dirinya pun menyebut Yorrys dan kawan-kawannya ingin mengambil alih DPP Golkar dari Novanto dengan pernyataannya tersebut. "Mau ambil-alih itu tanah nah itu bidangnya Pak Yorrys sebagai preman jadi jangan dibawa ke ranah Golkar," kata Azis.

"Menaikkan elektabilitas itu sama-sama. Bukan mengambil alih Golkar dan menonaktifkan ketua umum," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait SIDANG PRAPERADILAN SETYA NOVANTO atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Hukum
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Iswara N Raditya