Menuju konten utama

Kembalinya Sosrobahu di Tol Layang Jakarta-Cikampek

Teknik Sosrobahu atau landasan putar bebas hambatan adalah legenda dunia teknik sipil Indonesia. Sosrobahu lahir sebagai jawaban atas sulitnya membangun jalan tol di atas jalanan yang sudah padat kendaraan seperti Tol Jakarta-Cikampek.

Kembalinya Sosrobahu di Tol Layang Jakarta-Cikampek
Pekerja beraktivitas di area pelebaran ruas Jalan Tol Jakarta-Cikampek, di Bekasi, Jawa Barat. ANTARA FOTO/Risky Andrianto

tirto.id - “Jika tiang itu tidak berputar, saya akan mengundurkan diri. Malu saya.”

Seorang penemu pun punya rasa malu bila ide yang diperjuangkannya gagal, terlebih saat disaksikan oleh banyak orang. Perasaan itu sempat terbesit di hati Tjokorda Raka Sukawati saat detik-detik pembuktian temuan teknik Sosrobahu ciptaannya.

Dalam 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia (2009: 255), Tjokorda malah urung malu; ia justru terharu saat sukses membuktikan temuannya di depan banyak orang. Jalur Tol Layang Wiyoto Wiyono, yang sampai saat ini masih berdiri tegak, jadi saksi atas cemerlangnya teknik Sosrobahu.

Tjokorda berhasil memecahkan masalah pembangunan Tol Tanjung Priok-Cawang (Tol Wiyoto Wiyono) yang dimulai sejak 1987. Proses pembangunannya penuh keruwetan. Ia harus membangun bahu beton selebar 22 meter di tengah-tengah jalan bypass Ahmad Yani, Jakarta Timur, yang di bawahnya sudah penuh lalu-lalang kendaraan.

Bila memakai teknik konstruksi konvensional, dipastikan seluruh jalanan akan ditutup dan membuat kemacetan jalan. Namun, dengan Sosrobahu, semua bisa diatasi, pier head bisa lebih dulu dicor sejajar garis jalan tanpa makan tempat. Dan, setelah kering, pier head yang berdiri di atas pier shaft bisa diputar 90 derajat hingga tak sejajar dengan garis jalan.

Teknik konstruksi ini bikin kagum banyak negara lain. Teknologi Sosrobahu telah diterapkan di sejumlah negara, seperti Filipina, Malaysia, Thailand, dan Singapura. Bahkan di Filipina, teknik konstruksi Sosrobahu digunakan untuk membuat salah satu jalan layang terpanjang di Metro Manila, yakni Vilamore-Bicutan. Berkat ekspansi Hutama Karya di luar negeri, inovasi teknologi konstruksi dengan teknik karya Tjokorda ini dikenal di sejumlah negara tersebut.

Sejarah 30 tahun lalu itu kini bakal terulang. Teknik Sosrobahu, yang lama menghilang, kembali dimanfaatkan sebagai solusi dunia konstruksi. Jalan Tol Jakarta-Cikampek akan memakai teknik ini dalam proses konstruksi jalur layang 36 km di tengah-tengah kepadatan kendaraan.

“Setelah Proyek Tol Wiyoto Wiyono, hampir belum ada lagi, ya,” kata Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Herry Trisaputra Zuna kepada Tirto.

infografik hl indepth penemu metode sosrobahu di tol layang cika

Berawal dari Otak-atik Mercy

“Saat bersiap memperbaiki mobil tersebut, bagian depan mobil diangkat dengan dongkrak sehingga dua roda belakang bertumpu di lantai yang licin karena ceceran tumpahan oli. Begitu disentuh, tiba-tiba badan mobil berputar dengan titik sumbu dongkrak sebagai penopang.”

Momen tak sengaja itu menjadi awal mula Tjokorda menemukan teknik konstruksi Sosrobahu saat hendak memperbaiki mobil Mercedes Benz di rumahnya. Saat itu ia adalah ketua manajemen proyek PT Hutama Karya, salah satu kontraktor yang terlibat dalam proyek pengerjaan jalan layang Cawang-Tanjung Priok. Tim proyek dalam tekanan harus merampungkan pekerjaan konstruksi jalan layang tersebut.

Tjokorda mulai mendesain alat-alat yang menurut perhitungannya dapat memutar beton dengan beban berat mencapai puluhan hingga ratusan ton. Dalam prosesnya, Tjokorda memadukan hukum fisika untuk memutar beban dengan hukum Pascal untuk mengangkat beban. Rekan-rekannya antusias menyaksikan, tapi sayang mereka datang untuk gigit jari.

“Saat percobaan pertama, semua direksi datang menyaksikan saat pompa hidrolik dengan tekanan di atas 80 ton itu diputar. Semua lancar, namun kemudian timbul masalah karena saat dilepaskan, bagian atasnya tidak mau turun,” ucap Tjokorda.

Akibat kegagalan dalam percobaan pertama, orang-orang yang semula mendukungnya mulai sangsi. Tjokorda kemudian melakukan uji coba kembali, tapi tak banyak rekan yang sudi menyaksikan.

“Saya coba dengan beban 80 ton, saya senggol sedikit saja sudah bergerak. Saya senang dan optimis, tapi sekaligus bertanya-tanya, 'Apakah nanti kalau beban ditambah masih bisa bekerja sebaik ini?' Pekerjaan rumah saya masih banyak,” ujar Tjokorda seperti dikutip dari laman Ikatan Alumni Teknik Sipil ITB .

Setelah percobaan kedua itulah, Tjokorda terus menyempurnakan pekerjaannya. Sampai akhirnya, tibalah hari pemutaran lengan beton jalan pertama seberat 440 ton.

Pada 27 Juli 1988, pukul 22:00, hari bersejarah itu tiba. Saat naik ke tempat konstruksi dan bersembahyang, Tjokorda mengaku ia mendengar bisikan yang menyebutkan angka 78.

“Meskipun berdasarkan perhitungan sebelumnya lengan beton diperkirakan bergerak di tekanan 105kg/cm2, saya terus memerintahkan tim menggerakkan hingga mencapai tekanan 78 kg/cm2. Keajaiban terjadi. Tepat di hitungan 78, lengan beton seberat 440 kg bergerak, berputar. Badan saya gemetar, air mata bercucuran tanpa bisa saya tahan,” ucap Tjokorda.

Keberhasilan pemutaran beton itu lantas diikuti dengan pemutaran beton-beton berikutnya. Saking pentingnya proyek pembangunan jalan tol layang, Soeharto bahkan menyempatkan hadir untuk menyaksikan pemasangan Sosrobahu ke-85 pada November 1989. Soeharto bertemu langsung dengan Tjokorda. Pria kelahiran Ubud, Bali, pada 3 Mei 1931 ini pun meminta Soeharto memberi nama untuk temuannya.

“Beliau menepati janji. Tiga hari kemudian, saya mendapat kabar, beliau mengirimkan nama Sosrobahu untuk karya saya. Nama itu diinspirasi dari ajaran Triwikrama, kemampuan titisan Wisnu dan beberapa makhluk lain untuk berubah wujud menjadi raksasa yang amat besar dan bertangan seribu,” kenang Tjokorda.

“Saya melihat kaitannya bahwa dalam proses ini saya, orang biasa yang tidak punya kemampuan apa-apa, tiba-tiba bisa melakukan sesuatu yang begitu besar dan penting. Ini pasti terjadi sepenuhnya atas kehendak Tuhan. Tanpa itu, saya tidak berarti apa-apa,” tambahnya.

Berkat sentuhan tangan Tjokorda, proyek pembangunan jalan Tol Layang Cawang-Tanjung Priok akhirnya selesai 9 bulan lebih cepat dari jadwal. Pikiran Rakyat edisi 10 Maret 1990 mengulas bahwa jalan tol terpanjang di Asia pada masa itu diresmikan secara langsung oleh Soeharto.

Panjang jalan Tol Cawang-Tanjung Priok ini 15,66 km dan dibangun dengan dana Rp291 miliar. Menteri Pekerjaan Umum saat itu, Radinal Moechtar, menyanjung kecanggihan teknologi Sosrobahu. Radinal menilai apa yang dilakukan Tjokorda sudah selevel dengan teknologi yang digunakan di negara-negara maju.

“Jalan tol yang sebagian besar merupakan jalan layang ini akan menambah rasa percaya diri bangsa menuju persaingan global,” kata Radinal saat peresmian jalan tol.

Dirjen Hak Paten dan Merek Indonesia telah mengeluarkan hak paten Sosrobahu terhadap karya Tjokorda pada 1995. Sementara pengakuan hak paten dari luar negeri telah diterima Tjokorda dari sejumlah negara seperti Jepang, Filipina, dan Malaysia.

Tjokorda meninggal pada 2014 lalu. Dan pengakuan atas inovasi teknologi konstruksinya bakal terulang kembali saat diterapkan untuk Tol layang Jakarta-Cikampek.

Baca juga artikel terkait TOL CIKAMPEK atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Suhendra
Editor: Fahri Salam