Menuju konten utama
Kebijakan Energi

Keluh Kesah Warga soal Harga Pertalite usai Pertamax Cs Turun

Tak semua warga senang harga Pertamax Cs turun. Sebab, mereka berharap BBM jenis Pertalite juga ikut turun.

Keluh Kesah Warga soal Harga Pertalite usai Pertamax Cs Turun
Pengendara kendaraan roda dua mengisi bahan bakar minyak (BBM) di salah satu SPBU di kawasan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Rabu (31/8/2022). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww.

tirto.id - Harga bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi turun per Selasa (3/1/2023) pukul 14.00 WIB. Harga Pertamax misal menjadi Rp12.800 dari sebelumnya Rp13.900 per liter. Pertamax Turbo jadi Rp14.050, Dexlite menjadi Rp16.150 per liter, dan Pertamax Dex menjadi Rp16.750. Detailnya bisa dibaca di link ini.

Namun, hal tersebut memicu komentar beragam dari masyarakat. Sebab, BBM jenis Pertalite dan solar bersubsidi tidak ikut turun.

Tommy (34), seorang kurir paket misal, menggerutu lantaran harga BBM jenis Pertalite yang biasa ia beli tidak ikut turun. Dia merasa harga BBM subsidi dan nonsubsidi saat ini tidak jauh berbeda. Bahkan, Tommy menduga pemerintah mempermainkan harga bensin.

“Harga turunnya saja itu sudah tipis sekali, jadi kenapa enggak sekalian Pertalite turun, kesannya ini kita seperti dipermainkan oleh pemerintah ketika menaikturunkan harga,” kata Tommy kepada reporter Tirto, di Jakarta, Kamis (5/1/2023).

Hal senada diungkapkan Roby (47), pedagang sayur yang ikut kecewa melihat harga Pertalite tidak turun. Padahal pemerintah baru saja menurunkan harga Pertamax menjadi Rp12.800 per liter. Roby yang setiap harinya harus bekerja dengan menggunakan motor, berharap BBM subsidi ikut turun.

Roby sangat berharap kepada pemerintah agar BBM jenis Pertalite juga turun, sehingga bisa membantu meringankan beban masyarakat. Khususnya di tengah gempuran dan meroketnya harga kebutuhan pokok saat ini.

“Saya sangat berharap sekali dengan pemerintah untuk menurunkan harga Pertalite, agar masyarakat bisa memikul beban yang lebih ringan pada saat harga kebutuhan lain naik,” kata Roby.

Toga (52) juga merasakan keresahan yang sama. “Waktu Pertamax turun, kenapa Pertalite itu tidak ikut turun juga, jika turun, masyarakat seperti kami pastinya senang dengan kebijakan tersebut,” kata Toga yang berprofesi sebagai driver ojek online ini.

Begitu juga dengan Lili (46). Ia mengaku kesal kenapa saat harga Pertamax Cs turun, tapi BBM jenis Pertalite yang notabene dikonsumsi oleh masyarakat kelas menengah ke bawah tidak ikut turun.

“Gini ya mas, itu Pertamax kan turun ya, saya cuma bingung dan heran kenapa Pertalite tidak turun juga, jadinya kan nanti setara harganya. Kalau setara, saya pastinya akan pindah ke Pertamax,” ucap ibu dari tiga anak ini.

Kembali Pakai Pertamax atau RON 92

Tanggapan berbeda diungkapkan Bobby (35). Ketika ia mengetahui penurunan harga BBM jenis Pertamax, ia justru senang. Padahal, sebelumnya Bobby adalah pengguna BBM subsidi yaitu Pertalite.

Bobby mengatakan, dengan berbedaan harga yang tidak begitu jauh, ia akan beralih ke Pertamax.

“Jujur saya senang ketika harga Pertamax diumumkan turun ke Rp12.800, karena itu, saya pindah dari sebelumnya Pertalite ke Pertamax. Pindah ke Pertamax juga karena oktannya kan tinggi ya, di angka 92, dibandingkan Pertalite [RON] 90, ini bisa bikin kendaraan saya, baik motor maupun mobil bensinnya jadi lebih irit,” tutur Bobby.

Bobby pun mengaku tidak masalah walaupun harga Pertamax usai turun tidak lebih rendah dari Pertalite yang kini masih di angka Rp10.000 per liter. “Buat saya, Pertamax saat ini turun sudah cukup senang dan juga bagaikan keuntungan di siang bolong,” ujar Bobby.

Di sisi lain, harga BBM dengan RON 92 di SPBU Shell terpantau lebih mahal dibandingkan Pertamax. Harga BBM Shell Super dengan RON 92 dipatok Rp13.030 per liter pada 4 Januari 2023. Meski demikian, Shell Super tetap diminati pembeli, kata petugas SPBU Shell di Kawasan Jalan Panjang, Jakarta Barat, Roy (30).

“Antrean masih panjang kalau untuk Shell Super, kalau harga memang ya beda jauh sama Pertamina, tapi di sini para pengendara motor atau mobil kebanyakan pelanggan setia. Mereka jujur suka dengan kualitas bensin Shell ini,” kata dia.

Hal tersebut diakui oleh Budi (50), salah satu pelanggan setia Shell. Ia bilang, kualitas bensin Shell ini adalah yang terbaik.

“Wah, saya mah memang suka dengan kualitas bensin Shell, intinya bensin Shell itu terbaik. Dibandingkan Pertamina, saya pernah dapat info kalau bensin Pertamax itu ditambahkan air biar banyak isinya,” kata Budi.

Sementara itu, di SPBU Vivo, untuk jenis BBM RON 92 Revvo dipatok Rp12.800 per liter pada Minggu (1/1/2023), sebelumnya diharga Rp14.000 per liter. Harga tersebut sama dengan BBM Pertamina dengan RON 92 yaitu Pertamax, yaitu Rp12.800.

Salah satu petugas SPBU Vivo di kawasan Kedoya, Jakarta Barat, Andi (28) menuturkan, jenis Revvo BBM RON 92 saat ini masih terbilang ramai di tengah turunnya harga Pertamax. SPBU Vivo justru tidak terpengaruh apa pun setelah harga Pertamax Cs turun.

“Untuk SPBU Vivo saat ini masih ramai antreannya, khususnya jenis RON 92 Revvo,” kata Andi.

Andi mengklaim, SPBU Vivo sudah menjadi andalan masyarakat di tengah kenaikan harga BBM Pertamina. Masyarakat pasrah menerima kenaikan harga BBM di SPBU Pertamina dan menjadikan SPBU Vivo sebagai alternatif.

Alasan Pertamina Tidak Menurunkan Harga Pertalite

Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting menuturkan alasan mengapa BBM Pertalite tidak mengalami penurunan harga, meski Pertamax Cs turun. Hal ini, kata dia, karena harga Pertalite saat ini belum mencapai harga keekonomian.

Sehingga, masih ada nilai subsidi yang diberikan oleh pemerintah untuk produk tersebut. Maka dari itu, Pertamina tidak perlu menekan harga Pertalite, karena harga tersebut masih bisa dijangkau oleh masyarakat menengah ke bawah.

“Penentuan harga BBM subsidi (Pertalite dan solar subsidi) kewenangannya ada di regulator,” kata Irto ketika dihubungi Tirto, Rabu (4/1/2023).

Sementara itu, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad menilai, langkah pemerintah sudah tepat dalam menurunkan harga Pertamax Cs. Karena, Pertamax bahan bakunya 50 persen masih impor. Maka, penyesuaian harga minyak dengan pasar global harus diikuti.

Tauhid menambahkan, pada 2015, Kementerian ESDM mempunyai rencana untuk meninjau BBM per 3 bulan sekali. Hal tersebut dilakukan agar bisa mempertimbangkan apakah BBM ini harus dinaikkan harganya atau tidak. Hal ini sama dilakukan oleh negara lain di dunia, seperti Amerika Serikat dan China.

“Peninjauan 3 bulan sekali itu sangat perlu dilakukan seperti sekarang agar BBM non-subsidi bisa dipertimbangkan lagi untuk turun harga serta untuk BBM subsidi, hal ini sudah banyak dilakukan negara lain,” kata dia.

Ia menambahkan, “BBM subsidi pada dasarnya, kan, ditanggung oleh negara, jadi peninjauan tersebut diharapkan menghasilkan kebijakan harga BBM yang lebih matang agar masyarakat puas mengenai harga yang ditetapkan pemerintah.”

Tauhid menambahkan, konsumen Pertalite tidak akan pindah atau migrasi ke Pertamax meski harganya turun. Sebab, kata dia, selisih harga antara Pertalite dan Pertamax masih jauh, yaitu Rp 2.800 atau sekitar 28 persen. Jika ada migrasi, maka jumlahnya akan sangat sedikit.

“Jika pemerintah misal mendadak menurunkan harga Pertalite, masyarakat akan semakin enggan untuk migrasi,” kata Tauhid.

Baca juga artikel terkait BBM PERTAMAX atau tulisan lainnya dari Hanif Reyhan Ghifari

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hanif Reyhan Ghifari
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Abdul Aziz