Menuju konten utama

Keluarga Setuju Pendeta Yeremia Diautopsi meski Ada Syaratnya

Keluarga beri syarat otopsi boleh dilakukan diantaranya dilakukan tim medis independen dan harus dilakukan di Hitadipa, Intan Jaya.

Keluarga Setuju Pendeta Yeremia Diautopsi meski Ada Syaratnya
Ilustrasi Yeremia Zambani. tirto.id/Sabit

tirto.id - Keluarga Pendeta Yeremia Zanambani yang tewas dibunuh anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada 19 September 2020 lalu menyetujui dilakukannya terhadap jenazah almarhum. Namun, autopsi boleh dilakukan dengan sejumlah syarat, salah satunya dilakukan oleh tim medis independen.

"Keluarga koban menyetujui autopsi dapat dilalukan dengan beberapa persyaratan wajib yang harus dipenuhi, yaitu, pertama, dilakukan oleh tim medis yang independen, yang disetujui oleh pihak keluarga korban," kata Anggota Tim Kuasa Hukum Korban, Keluarga, dan Saksi Yohannis Mambrasar lewat keterangan tertulis pada Minggu (14/2/2021).

Syarat lainnya, harus dilakukan secara transparan di bawah pengamatan kuasa hukum, Komnas HAM, Koalisi Penegakkan Hukum dan HAM Papua, Amnesti Internasional Indonesia, DPRD Kabupaten Intan Jaya, dan Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia.

pun harus dilakukan di Hitadipa, Intan Jaya dan bukan di wilayah lain.

"Pernyataan persetujuan autopsi ini telah disapaikan dalam bentuk surat pernyataan persetujuan autopsi yang di tanda tangani oleh istri korban Mariam Zoani dan dua anaknya yaitu Yedida Zanambani da Rode Zanambani," kata Yohannis.

Surat pernyataan persetujuan ini pun telah diterima Kasat Reskrim Polres Intan Jaya pada 12 Februari lalu di Kota Nabire. Karenanya, Yohannis berharap penyidik segera melakukan namun tetap memenuhi persyaratan dari keluarga.

"Dengan disepakatinya autopsi terhadap jenasa Pendeta Yeremia Zanambani oleh pihak keluarga, maka kami mendorong Penyidik agar dapat melakukan autopsi secara benar, adil dan trasparan," katanya.

Selain itu, Yohannis menegaskan pihak keluarga hanya ingin kasus itu diadili di Pengadilan HAM, sebab mekanisme itu dipandang bisa memberikan keadilan bagi keluarga. Selain itu, pembunuhan itu terjadi dalam penyerangan yang sistematis dan dikomandoi oleh pimpinan militer.

Hal itu dianggap telah memenuhi unsur kejahatan kemanusiaan pelanggaran HAM berat yang diatur dalam pasal 7 huruf b juncto pasal 9 huruf a, huruf d, dan huruf i, Undang-Undang Pengadilan HAM.

Pihak keluarga juga menolak mekanisme penyelesaian melalui pengadilan militer, sebab berkaca pada penculikan dan pembunuhan terhadap Luter Zanambani dan Apilus Zanambani, hanya pelaku lapangan yang diadili sementara penanggung jawab komando masih menikmati udara bebas sampai hari ini.

Peristiwa penembakan Yeremia bermula dari penyisiran anggota TNI di Distrik Hitadipa. TNI menuding warga menyembunyikan anggota TPNPB-OPM yang membunuh Pratu Dwi Akbar Utomo dari Yonif 711/RKS/Brigif 22/OTA. Dalam proses penyisiran, anggota TNI menemukan Yeremia dan membunuhnya dengan tembakan dan senjata tajam.

Pendeta Yeremia Zanambani, Ketua Klasis Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII) Hitadipa di Intan Jaya, tewas ditembak pada Sabtu sore, 19 September 2020. Menurut lima sumber warga sipil yang diwawancarai Tirto—tiga di distrik tersebut, satu di Nabire, satu di Jakarta—pendeta Yeremia ditembak oleh TNI.

Temuan investigasi yang sudah dilakukan Komnas HAM, Tim Independen Kemanusiaan untuk Intan Jaya tidak jauh berbeda dengan temuan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Intan Jaya yang dibentuk Menko Polhukam Mahfud MD.

Kesimpulannya: TNI adalah terduga penembak Yeremia. Sementara tim bentukan resmi Kemenko Polhukam hanya menyimpulkan pelaku adalah "oknum aparat" dan pihak ketiga.

Awalnya keluarga, khususnya istri almarhum pendeta Zanambani, sudah mengizinkan untuk autopsi, kemudian mereka meminta dokter independen yang melakukannya.

Namun, kata Ketua TGPF Benny Mamoto, dalam perkembangan selanjutnya izin tersebut dicabut. "Belum diketahui dengan pasti apa penyebab keluarga mencabut izin untuk mengautopsi jenazah Pendeta Zanambani. Hal itu menyebabkan tim kesulitan melanjutkan penyelidikan," kata Mamoto dilansir dari Antara, Senin (16/11/2020).

Baca juga artikel terkait KASUS PENEMBAKAN PENDETA YEREMIA atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Bayu Septianto