Menuju konten utama

Kekerasan di Kashmir Terus Terjadi Usai India Cabut Hak Istimewanya

Akses internet hingga telepon ditutup, kekerasan hingga penembakan terus terjadi di Kashmir.

Kekerasan di Kashmir Terus Terjadi Usai India Cabut Hak Istimewanya
Kashmir. ANTARA FOTO/REUTERS/Danish Ismail/wsj/cfo

tirto.id - Kekerasan di Kashmir masih terus terjadi, penjagaan ketat, pemutusan komunikasi dan gerilyawan melakukan aksi-aksi penembakan dan sabotase. Kekacauan ini terus terjadi usai India mencabut hak istimewa Khasmir.

Pada Selasa (15/10/2019) lalu, para perempuan yang membawa plakat "Hormati Hak Asasi Fundamental" dan "Kenapa merendahkan Jammu dan Kashmir" berkumpul di taman Srinagar, kota utama di wilayah tersebut, sebagaimana dilansir Washington Post.

Polisi menggiring mereka ke kantor kepolisian terdekat melalui area bisnis Lal Chowk. Polisi menyebut, mereka ditangkap dan dikirim ke penjara karena dianggap melanggar ketertiban.

Salah seorang pengunjuk rasa adalah Faroq Adbullan, mantan pejabat tinggi terpilih yang ditangkap setelah Pemerintah India menurunkan semi-otonomi wilayah tersebut dan memberlakukan isolasi di sektor keamanan dan komunikasi pada Agustus.

Perempuan lainnya, yaitu Soshuba Barve, seorang sopir truk ditembak pada Senin (14/10/2019) pada saat musim panen apel berlangsung. Sekelompok begal di wilayah tersebut menekan pedagang dan pengemudi untuk tidak menjual apel, yang menyumbang 20 persen perekonomian wilayah tersebut, sebagai bentuk protes anti India.

Aksi unjuk rasa lainnya dilakukan oleh 32 aktivis Jammu Kashmir Liberation Front (JKLF) yang mogok makan dan melakukan kasi protes duduk di desa Jaskool, area Kashmir yang dikuasai oleh Pakistan, sekitar 10 kilometer dari garis kontrol (LoC) yang memisahkan wilayah kekuasaan India dan Pakistan.

Aljazeera melaporkan, peserta mogok makan dan minum selama 24 jam di kamp protes di Jaskool untuk memrotes keputusan India yang mencabut hak istimewa Kashmir dan bentuk penolakan Pakistan yang melarang pengunjuk rasa melintasi LoC.

Kashmir telah melalui 72 hari pemblokiran akses internet dan telepon oleh pemerintah India. Itu dilakukan dengan tujuan untuk menghindari persebaran beria hoaks dan ancaman-ancaman.

Pada Senin (14/10/2019), pemerintah India telah mengembalikan jaringan selulerl sebagaimana telah dijanjikan oleh Pemerintah India.

"Semua layanan telepon seluler paska-bayar akan dikembalikan dan dipulihkan, terlepas dari apapun, mulai Senin siang," kata Rohit Kansal, seorang juru bicara pemerintah.

Pemutusan komunikasi menyebabkan dua juta orang yang tinggal di sana tidak dapat terhubung satu sama lain. Langkah pengaktifan kembali ini dilakukan karena rakyat sipil tidak henti-hentinya membangkang terhadap aparat keamanan dan beberapa kelompok terus menimbulkan huru-hara.

Namun, pemerintah India kembali memblokir koneksi internet dan layanan perpesanan seluler karena terjadi penembakan seorang sopir truk yang tengah bekerja mengirim apel. Truk tersebut kemudian dibakar oleh pelaku, yang merupakan sekelompok orang anti-pemerintah India.

Melansir New York Times, perwira tinggi polisi, Muneer Ahmed Khan menyatakan bahwa sekelompok pria bertopeng dan bersenjata menyerang dan membajak truk di luar kebun, yang mana truk tersebut memuat 800 kotak apel.

Sopir dibunuh setelah mereka membawanya sekitar satu kilometer dari lokasi pembajakan. Truk kemudian dibakar dan mereka melarikan diri dari Sindoo Shirmal, sebauh pedesaan di selatan Kashmir.

Pengekangan di wilayah Kashmir oleh pihak kepolisian dan ulah para gerilyawan tersebut menyebabkan masyarakat sipil takut untuk kembali beraktivitas seperti bekerja.

Ladang dan bisnis apel bukan pertama kalinya menjadi sasaran kekerasan, sebelumnya pada 6 September seorang pedagang buah ditembak oleh seorang bersenjata di wiilayah utara Sopore, membuat ia dan empat anggota keluarga lainnya terluka, salah satunya anak perempuan berusia 5 tahun

Wilayah Kashmir telah mengalami konflik tak henti-hentinya selama beberapa tahun terakhir. baik India maupun Pakistan sama-sama mengklaim wilayah dengan penduduk mayoritas Muslim tersebut. India menguasai sebagian besar wilayah.

Seorang aktivis berbasis di New Delhi, India juga ditangkap. Para pengunjuk rasa ini menyampaikan mereka merasa direndahkan dan dianiaya. Mereka menyerukan agar pemerintah segera melepaskan ribuan orang yang ditahan dan merestorasi kebebasan sipil dan hak-hak dasar rakyat.

Pada 5 Agustus, India menetapkan peraturan baru dengan membuat Jammu dan Kashmir sebagai bagian dari negara kesatuan India, bukan lagi wilayah otonomi istimewa. Peraturan juga akan menetapkan wilayah terbagi menjadi dua dan menjadi negara bagian federal. Langkah yang dianggap oleh Perdana Menteri Narendra Modi sebagai upaya menjaga perdamaian dan kesejahteraan.

Baca juga artikel terkait KONFLIK KASHMIR atau tulisan lainnya dari Anggit Setiani Dayana

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Anggit Setiani Dayana
Penulis: Anggit Setiani Dayana
Editor: Yantina Debora