Menuju konten utama

Kejarlah Uang Sampai ke Cina

Tak peduli pesepakbola muda maupun tua, uang memang selalu menjadi daya tarik yang teramat sulit ditampik, dan Cina sanggup menyediakan itu, setidaknya untuk saat ini.

Kejarlah Uang Sampai ke Cina
Oscar, gelandang Timnas Brasil yang kini merumput di Cina setelah hengkang dari Chelsea. Foto/sbisoccer.com

tirto.id - Bertambah lagi pesepakbola top dunia yang memperkuat klub Cina. Yang terbaru adalah Carlos Tevez dan Oscar. Dua pemain papan atas ini punya cerita yang berbeda terkait keputusan mereka hijrah ke Tiongkok, namun tetap saja bermuara pada satu alasan yang sangat jelas dan munafik untuk ditolak: uang.

Oscar memilih hengkang dari Chelsea ke Cina di usia muda. Gelandang Brasil ini sejatinya masih punya masa depan cerah di level tertinggi sepakbola Eropa. Si gaek Tevez lain lagi, ia rela mengingkari janjinya pensiun di Boca Juniors dan memilih untuk melanjutkan petualangan berhadiah besar di negeri seberang nun jauh di sana.

Keputusan Oscar menerima pinangan Shanghai SIPG sebenarnya menjadi win-win solution bagi semua pihak, baik untuk si pemain sendiri beserta agennya, begitu pula untuk Chelsea, Shanghai SIPG, juga untuk persepakbolaan negeri tirai bambu, bahkan untuk bekas klub Oscar di Brasil.

Sejak The Blues ditukangi oleh Antonio Conte, peran Oscar memang tidak sentral lagi. Ia hanya tampil di 9 laga Premier League musim ini, itu pun cuma 5 kali sebagai starting line-up. Maka itu, ketika datang tawaran dari Cina, gelandang 25 tahun ini tampaknya tak perlu berpikir panjang, setali tiga uang dengan Chelsea.

Mahar 61 juta euro atau setara dengan 990 miliar rupiah tentunya sulit diabaikan oleh Roman Abramovich sang pemilik London Biru. Jumlah tersebut nyaris dua kali lipat lebih besar dari yang dikeluarkan The Blues untuk Internacional saat memboyong Oscar pada 2012 silam, yakni 32 juta euro.

Pertaruhan Usia Emas

Oscar sekarang adalah pesepakbola termahal di Asia. Ia mengalahkan rekor rekan senegaranya, Hulk, yang diangkut dari Zenit St. Petersburg dengan harga 55 juta euro pada Juni 2016, Shanghai SIPG pula yang merekrutnya. Sebagai catatan, klub papan atas Cina itu kini dibesut oleh Andre Villas-Boas yang pernah menukangi Chelsea.

Hijrah ke Cina juga menjadikan Oscar sebagai salah satu pesepakbola terkaya sejagat raya. Shanghai SIPG mengganjarnya dengan gaji 24 euro alias 337 miliar rupiah per tahun atau 4 kali lipat dari upahnya di Chelsea. Ini luar biasa karena gaji Oscar kini lebih besar dari Lionel Messi (22 juta euro) dan Cristiano Ronaldo (21 juta euro).

Pilihan Oscar merumput di Cina juga menjadi pertaruhan baginya yang sedang menyongsong usia emas. Biasanya, seorang pemain dianggap belum benar-benar ampuh jika tidak melalui masa-masa jayanya di level tertinggi Eropa, apalagi di Asia, meskipun anggapan tersebut tentunya bukan sesuatu yang wajib.

Kendati bisa saja Oscar kembali ke Eropa lebih cepat, namun keputusan pindah ke Cina tidak bisa tidak telah “mencemari” jejak rekamnya sebagai pesepakbola kelas dunia. Banyak pihak menyayangkan pemain seumuran Oscar yang lebih mementingkan hasrat “duniawi” ketimbang kematangan karier untuk masa depan. Mantan pelatih Oscar di Chelsea, Antonio Conte, adalah salah satu orang yang berpendapat seperti itu.

“Seharusnya ada gairah untuk sepakbola sebelum bicara tentang uang, bagi saya itu lebih bagus. Kami dulu bermain hanya untuk kesenangan meskipun uang pada akhirnya datang,” ucap Conte seperti dilaporkan Soccerway.

“Saya mengerti keputusannya itu. Ketika ada yang menawarkan banyak uang, mungkin Anda tidak perlu banyak waktu untuk memutuskannya,” imbuh eks gelandang andalan Juventus ini.

Pesepakbola muda yang berkiprah di Cina tak cuma Oscar seorang. Ada beberapa pemain di bawah 30 tahun lainnya yang juga berkarier di negara yang dihuni oleh 18,8 persen dari total penduduk dunia serta merupakan negeri terpadat di Asia itu.

Sebutlah mantan pemain Chelsea lainnya yakni Ramires (29 tahun), Gervinho (eks AS Roma, 29 tahun), Fredy Montero (eks Sporting Lisbon, 29 tahun), Paulinho (eks Tottenham, 28 tahun), Alex Texeira (eks Shakhtar Donetsk, 26 tahun), Gael Kakuta (eks Sevilla, 25 tahun), bahkan Aaron Olanare (eks CSKA Moskow) yang baru berusia 22 tahun.

Tambang Laba Bintang Tua

Tak hanya daun muda, Cina pun doyan pesepakbola yang telah mendekati karier senja. Yang paling gress adalah Carlos Tevez. Striker Argentina yang bergelimang harta serta kejayaan di klub-klub raksasa Eropa ini ternyata silau juga dengan iming-iming gaji besar di ujung kariernya.

Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Mungkin begitu yang ada di pikiran striker Argentina yang kini berusia 32 tahun itu. Padahal, Tevez menyingkir dari Eropa karena ingin memungkasi kiprah di klub asalnya, Boca Juniors.

Tebusan 11 juta euro dari Shanghai Shenhua sudah cukup membuat Boca Juniors girang karena mereka hanya mengeluarkan uang 6,5 juta euro untuk memulangkan Tevez dari Juventus pada 2015 lalu.

Lantas, berapa upah Tevez? Jangan kaget, karena gaji eks Manchester United dan City ini melebihi Oscar yang sebenarnya sudah sangat besar. Saban tahun, Tevez menerima 37 juta euro atau 10 miliar tiap pekan. Jelas, ia kini menjadi pesepakbola bergaji paling tinggi di muka bumi.

Hadirnya Tevez menambah banyak koleksi mantan bintang yang menambang uang di negeri tirai bambu. Di Shanghai Shenhua yang ditangani oleh Gustavo Poyet, Tevez akan bergabung dengan duo eks Inter Milan yakni Obafemi Martins (32 tahun) dan Fredy Guarin (30 tahun), juga bekas striker Chelsea, Demba Ba (31 tahun).

Selain mereka, masih banyak pesepakbola usia kepala tiga ke atas yang juga berkiprah di Cina. Ada Jackson Martinez (eks Atletico Madrid, 30 tahun), Stephane M'Bia (eks Sevilla, 30 tahun), Ezequiel Lavezzi (eks PSG, 31 tahun), Graziano Pelle (eks Southampton, 31 tahun), Diego Tardelli (eks Real Betis, 31 tahun), Papiss Cisse (eks Newcastle, 31 tahun), dan lainnya.

Tak cuma pemain saja yang mengais rejeki di Cina. Pelatih berlabel top dunia pun banyak yang berkarier di sana. Selain Andre Villas-Boas dan Gustavo Poyet di duo klub Shanghai, ada pula nama besar macam Felix Magath (Shandong Luneng), Luis Felipe Scolari (Guangzhou Evergrande), Jose Gonzalez (Beijing Guoan), bahkan Manuel Pellegrini (Hebei China Fortune).

Infografik dari Chelsea ke China

Dilema Sepakbola Cina

Maraknya pemain bintang yang berdatangan menghadirkan dilema bagi Cina. Di satu sisi, pamor persepakbolaan Cina tentunya terangkat dengan hadirnya para pesepakbola kelas wahid itu. Namun, di sisi lain, kian banyaknya pemain top level dunia bisa mengancam pesepakbola muda lokal Cina yang pada akhirnya berimbas pada kualitas tim nasionalnya.

Otoritas sepakbola Cina pun menyadari potensi negatif itu. Apalagi, gelombang migrasi pemain bintang tampaknya belum akan berhenti dalam waktu dekat. Lukas Podolski dan Axel Witsel disebut-sebut menjadi incaran berikutnya. Bahkan, klub-klub Cina sudah berani merayu Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo meskipun belum terlaksana.

“Para bintang dunia pastinya akan meningkatkan standar kompetisi dan menjadikan liga menarik untuk dinikmati. Namun, hal itu juga menipiskan peluang pemain lokal untuk mengembangkan diri,” demikian rilis resmi dari Federasi Sepakbola Cina (CFA), dikutip dari Soccerway.

Demi melindungi pemain lokal dan tim nasionalnya, CFA memutuskan untuk mengurangi kuota bagi legiun asing non-Asia mulai kompetisi musim 2017 ini, dari 4 menjadi hanya 3 pemain tiap klub peserta Liga Super Cina. "Untuk proyeksi jangka panjang, kami menerapkan sistem finansial baru dan juga pembatasan kuota pemain asing," imbuh CFA.

Kekhawatiran CFA sangat wajar. Jangan sampai Cina bernasib miris seperti Inggris. Premier League yang disesaki oleh seabrek pemain bintang berbanderol mahal justru tidak mendapat manfaat yang signifikan di jenjang internasional, khususnya untuk taraf timnas.

The Three Lions yang sejatinya selalu diisi oleh para pesepakbola top nyaris tak berdaya di pentas antar-negara. Sepanjang sejarahnya, Inggris baru sekali merengkuh gelar Piala Dunia, yakni pada 1966, itu pun digelar di negeri sendiri. Untuk Piala Eropa, tim tiga singa sama sekali belum pernah juara.

Bisa saja Cina bernasib miris, serupa dengan Inggris. Terlebih lagi, kiprah timnasnya memang sedang kurang baik. Sejak 2002, Cina tak mampu lolos ke putaran final Piala Dunia. Bukan mustahil situasi ini akan berlangsung lebih lama lagi jika talenta asli Cina kian tergerus oleh wabah pemain top dunia yang datang silih-berganti.

Baca juga artikel terkait SEPAKBOLA atau tulisan lainnya dari Iswara N Raditya

tirto.id - Olahraga
Reporter: Iswara N Raditya
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Zen RS