Menuju konten utama

Kejari Depok Bentuk Tim Jaksa Peneliti Kasus Pencabulan 10 Bocah

Kejari Depok telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari kepolisian terkait kasus pencabulan oleh guru ngaji.

Kejari Depok Bentuk Tim Jaksa Peneliti Kasus Pencabulan 10 Bocah
Kekerasan Pada Anak. Foto/Istock

tirto.id - Kejaksaan Negeri Depok membentuk tim jaksa peneliti kasus dugaan pencabulan oleh seorang guru mengaji berinisial MMS (52) terhadap 10 muridnya yang masih bocah.

Kepala Seksi Intelijen Kejari Depok Andi Rio Rahmatu mengatakan lembaganya telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Nomor B: 407/XII/RES.1.24/2021/Reskrim atas nama tersangka MMS pada Jumat (17/12/2021) lalu.

“Tim Jaksa Peneliti akan melaksanakan tugas selaku pengendali perkara (dominus litis) dengan memantau dan berkoordinasi terkait perkembangan penyidikan yang dilaksanakan oleh penyidik Polres Depok,” kata Andi, Selasa (21/12/2021).

Jaksa dan penyidik kepolisian juga akan membahas perihal hak korban atas ganti rugi atau restitusi. Besaran restitusi akan dihitung oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Berdasarkan Pedoman Jaksa Agung Nomor 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Pidana, jaksa peneliti dan penyidik bakal mendiskusikan terkait kesanggupan korban dan/atau saksi memberikan keterangan di persidangan dengan mempertimbangkan kesehatan, keamanan, keselamatan, dan/atau alasan sah lainnya.

“Jika dirasa ada kondisi yang tidak memungkinkan untuk menghadirkan korban ke persidangan maka jaksa akan meminta penyidik melakukan pemeriksaan melalui perekaman elektronik,” ujar Andi.

Penyidik mesti melengkapi persyaratan formal seperti surat permintaan persetujuan Ketua Pengadilan Negeri untuk memintai keterangan via perekaman elektronik dan syarat formal lainnya.

Dalam perkara ini, MMS terbukti diduga Pasal 82 ayat (2) atau Pasal 82 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun.

“Tapi kami saat ini berfokus terlebih dahulu memantau perkembangan penyidikan yang dilaksanakan penyidik Polres Depok, sampai berkas perkara diserahkan kepada jaksa dan dinyatakan lengkap secara formal maupun materiel,” ujar Andi.

Kasus ini terungkap aksi ketika salah satu korban menceritakan perbuatan MMS kepada orang tuanya. Lantas orang tua itu menceritakan ke orang tua lainnya dan mereka mendapatkan kisah yang sama dari masing-masing anak.

MMS diduga beraksi sejak Oktober 2021 hingga Desember 2021. Para santri yang menjadi korban pencabulan rata-rata berusia 10-15 tahun berjenis kelamin perempuan.

Pencabulan dilakukan usai MMS mengajar mengaji. Ada sebuah ruangan yang digunakan sebagai tempat pencabulan. MMS merayu, mengancam dan mengintimidasi korban agar tidak melawan. Dia juga memberi korban Rp10 ribu sebagai uang tutup mulut.

Baca juga artikel terkait KASUS PENCABULAN ANAK atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Gilang Ramadhan