Menuju konten utama

Kejanggalan Pilwalkot Makassar: Larangan Meliput & Beda Data C1

Panwaslu Kota Makassar telah melayangkan surat panggilan kepada Ketua KPUD Makassar.

Kejanggalan Pilwalkot Makassar: Larangan Meliput & Beda Data C1
Direktur eksekutif Lembaga Survei Celebes Research Center (CRC) Herman Heizer memaparkan hasil penghitungan cepat Pilkada Makassar di hotel Four Poin by Sheraton di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (27/6/2018) malam. ANTARA FOTO/Darwin Fatir

tirto.id - Hudzdaifah Kadir, Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengurus Daerah Sulawesi Selatan (Pengda Sulsel) memprotes pelarangan wartawan meliput rapat pleno rekapitulasi pemilihan walikota Makassar. Ia menilai pelarangan itu sebagai pelanggaran Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

“Tidak menghalangi atau melarang para jurnalis (wartawan) televisi di Kabupaten Kota di Sulsel untuk mencari atau mengolah berita,” kata Hudzdaifah dalam keterangan pers yang diterima Tirto, Jumat (30/6) malam.

IJTI, kata Hudzdaifah, meminta KPUD sebagai penyelenggara pilkada menghormati kerja jurnalis dalam mengumpulkan informasi yang benar bagi masyarakat. Ia juga meminta pihak kepolisian tidak membatasi ruang gerak jurnalis dalam menjalankan tugas. Menurutnya segenap elemen masyarakat di Kota Makassar juga harus menghormati kinerja wartawan dan kebebasan berekspresi pada profesinya. Apalagi sidang pleno rekapitulasi bersifat terbuka dan bahkan boleh diawasi pemantau pemilu dalam dan luar negeri.

“Sesuai pentunjuk Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9 tahun 2018,” ujarnya.

Hudzdaifah berjanji IJTI akan terus mengawasi proses Pilkada Kota Makassar termasuk kebebasan bagi para jurnalis untuk melakukan peliputan.

“Insiden ini akan kami pantau dan awasi, dan IJTI Pengda Sulsel menyayangkan sikap pihak penyelenggara pilkada serentak Kabupaten Kota di Sulsel yang secara tidak sadar telah melakukan pelanggaran kebebasan Pers,” kata Hudzaifah.

Wartawan Dilarang Meliput?

Kabar pelarangan meliput sidang pleno rekapitulasi Pilkada Wali Kota Makassar disampaikan salah seorang jurnalis Harian Kompas Rani Ayu. Dilansir dari situs daring Jawa Pos, Rani mengaku dilarang meliput proses rekapitulasi di Kecamatan Rappocini.

“Barusan saya mau liputan di kecamatan Rappocini untuk melihat proses rekapitulasi. Dilarang masuk oleh petugas yang jaga di pintu. Katanya Polisi melarang wartawan masuk,” katanya.

Rani mengungkapkan lokasi rekapitulasi di jaga oleh polisi, Satpol PP, dan beberapa orang tanpa tanda pengenal. “Mereka bilang, atas perintah Kapolsek, wartawan tidak boleh masuk," tuturnya.

Padahal, menurut Rani, ia telah memperlihatkan seluruh identitas resminya sebagai jurnalis. Bahkan, disertai dengan identitas khusus dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), terkait peliputan pilkada serentak. Namun, tetap saja tugasnya untuk meliput tidak diperbolehkan.

"Sebagai tambahan, saya menggunakan id card pers dari kantor dan juga id card peliputan Pilkada yang dikeluarkan KPU Sulsel," ujarnya.

Karena dilarang meliput untuk alasan yang tidak jelas Rani akhirnya memutuskan meninggalkan lokasi peliputan. Di akun Facebook pribadinya Rani sempat mengungkapkan kejengkelan.

“Sudah sering liputan Pilkada, Pilpres, Pemilu, baru kali, baru di Pilwalkot Makassar, wartawan dilarang masuk dan meliput rekapitulasi di kecamatan. Sekalipun sudah memperkenalkan diri, menunjukkan tanda pengenal dari kantor, tanda pengenal resmi yang dikeluarkan KPU Sulsel untuk liputan Pilkada, tetap saja dilarang masuk. Katanya perintah Kapolsek.. Waahhh... Bingung saja liat pintu pagar kantor kecamatan yang diaga super ketat dan ditutup rapat. enggak sedang ada perang kan??”

Beda Data Penghitungan Suara Pilwalkot Makassar

Selain tentang menghalang-halangi jurnalis meliput, Pilkada Makassar juga disorot setelah foto C1-KWK atau sertifikat hasil penghitungan perolehan suara di TPS 06 Kelurahan Bontoduri, Kecamatan Tamalate beredar di media sosial. Pasalnya data perolehan suara yang diraih pasangan Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi (Appi-Cicu) dan kolom kosong berbeda dengan data real count yang diupload di situs KPU.

Pada kertas C1-KWK pasangan Appi—Cicu meraih 94 suara. Sedangkan kolom kosong meraih 138 suara. Namun di situs KPU Appi-Cicu untuk TPS yang sama tertulis mendapat 238 suara sedangkan kolom kosong hanya meraih 1 suara.

Ketua Ketua Panwaslu Kota Makassar Nursari menyatakan telah memanggil KPU Makasssar Syarif Amir untuk diperiksa.

“Besok jadwal pemeriksaan ketua KPU Makassar sekitar pukul 08.00 Wita. Agenda pemeriksaan terkait banyak surat C1 yang diduga dimanipulasi beredar luas di media sosial,” kata Nursari, Jumat (29/6/2018) malam seperti dikutip dari Kompas daring.

Berdasarkan hitung cepat atau quick count yang dilakukan lembaga riset Celebe Research Center (CRC), misalnya, pasangan calon walikota dan wakil walikota Munafri Afifuddin-Rachmatika Dewi (Appi-Cicu) harus mengakui keunggulan kolom kosong. Pasangan Appi-Cicu ini hanya memperoleh 46,55 persen, kalah dengan kotak kosong yang mendapat 53,45 persen suara.

“Data yang masuk untuk Pilkada Makassar sudah 86 persen dan kolom kosong unggul tipis dari paslon tunggal,” kata Direktur CRC, Herman Heizer di Makassar, Sulawesi Selatan, seperti dikutip Antara, Rabu (27/6/2018).

Tak hanya itu, pasangan Appi-Cicu ini bahkan harus mengalami kekalahan di TPS-nya sendiri, yaitu di TPS 03 SD Mangkura 1, Kelurahan Sarewigading, Kecamatan Ujungpandang, Makassar. Munafri yang juga mencoblos di TPS itu hanya mendapatkan 43 suara, sementara kolom kosong tercatat 91 dari total suara 139, sedangkan lima suara tidak sah.

Herman menyatakan, kemenangan kolom kosong di Pilkada Makassar cukup mengejutkan, mengingat pasangan Appi-Cicu ini diusung oleh koalisi 10 parpol yang mengontrol 43 kursi di DPRD Makassar. Sedangkan mantan petahana Wali Kota Makassar, Moh Ramdhan Pomanto yang menggandeng Wakil Ketua DPRD Makassar Indira Mulyasari Paramastuti yang maju melalui jalur perseorangan dinyatakan tidak memenuhi persyaratan sehingga Pilwakot Makassar diikuti calon tunggal.

Hasil pilkada Walikota Makassar sempat menuai respons Wakapolri Komjenpol Syafruddin. Dalam siaran pers yang dimuat situs berita Republika Online ia menyatakan kemenangan Kotak Kosong di Pilkada Makassar adalah berita bohong. Namun Syafruddin kemudian membantah telah mengeluarkan pernyataan itu dan Republika Online menghapus berita tersebut.

Baca juga artikel terkait PILWAKOT MAKASSAR 2018 atau tulisan lainnya dari Muhammad Akbar Wijaya

tirto.id - Politik
Penulis: Muhammad Akbar Wijaya
Editor: Muhammad Akbar Wijaya