Menuju konten utama

Kejagung Bentuk Tim Pemeriksa Berkas Perkara Kasus ACT

Kejagung akan mempelajari berkas perkara kasus ACT yang diterima dari Bareskrim serta memberikan petunjuk lengkap atau tidaknya berkas perkara.

Kejagung Bentuk Tim Pemeriksa Berkas Perkara Kasus ACT
Mantan Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin (kiri) berjalan memasuki ruangan Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Jumat (15/7/2022). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc.

tirto.id - Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri terkait kasus penyelewengan dana Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT).

"SPDP diterbitkan oleh penyidik Dirtipideksus tanggal 11 Juli 2022 dan diterima oleh Sekretariat Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum pada 15 Juli," kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, via keterangan tertulis, Selasa (26/7/2022).

Dengan diterimanya SPDP atas nama mantan presiden sekaligus pendiri ACT Ahyudin dan Presiden ACT saat ini Ibnu Khajar, maka kejaksaan menunjuk enam orang Tim Jaksa P-16 dalam penanganan perkara.

"(Tim) akan mempelajari berkas perkara yang diterima serta memberikan petunjuk lengkap atau tidaknya berkas perkara," jelas Ketut.

Pada perkara ini Ahyudin dan Ibnu Khajar resmi jadi tersangka dugaan penggelapan dan/atau penggelapan dalam jabatan dan/atau tindak pidana ITE dan/atau tindak pidana yayasan dan/atau pencucian uang.

Keduanya dijerat Pasal 372 KUHP dan/atau Pasal 374 KUHP dan/atau Pasal 45A Ayat (1) juncto Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 70 Ayat (1) dan Ayat (2) juncto Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 dan/atau Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 juncto Pasal 55 KUHP juncto Pasal 56 KUHP.

Selain Ahyudin dan Ibnu Khajar, polisi juga menetapkan anggota pembina ACT Hariyana Hermain dan Novariyadi Imam Akbari sebagai tersangka. Keduanya juga dikenakan pasal serupa.

Bareskrim juga bakal bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan untuk penelusuran aset.

Kemudian, penyalahgunaan dana lembaga misalnya ACT mendapatkan dana dari Boeing kurang lebih Rp138 miliar. Uang itu diperuntukkan bagi keluarga korban Lion Air JT-610. Tapi dana Boeing itu digunakan untuk menjalani program ACT, kurang lebih Rp103 miliar dan sisanya digunakan yang tidak sesuai dengan peruntukan.

Lantas juga ada dana yang tidak sesuai tujuan, contohnya, pengadaan armada truk (Rp2 miliar), program food boost (Rp2,8 miliar), pembangunan pesantren di Tasikmalaya senilai (Rp8,7 miliar), dan Koperasi Syariah 212 (Rp10 miliar).

Baca juga artikel terkait KASUS ACT atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Bayu Septianto