Menuju konten utama

Kecewa Deklarasi Damai Talangsari, Korban Tetap Tuntut Keadilan

Mereka kecewa dan khawatir deklarasi tersebut membuat Kejaksaan Agung menghentikan penyelidikan kasus Talangsari.

Kecewa Deklarasi Damai Talangsari, Korban Tetap Tuntut Keadilan
Aktivis Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) menggelar aksi Kamisan ke-573 di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (7/2/2019). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww.

tirto.id - "Kecewa banget kami. Harusnya tim yang dibentuk ini memberikan angin segar supaya kasus ini ada titik terang. Kita kecamlah itu."

Edi Arsadad, Koordinator Paguyuban Keluarga Korban Talangsari Lampung (PK2TL), kecewa tak kepalang dengan deklarasi damai peristiwa Talangsari sepihak oleh pemerintah.

Deklarasi damai tersebut dilakukan oleh perwakilan tokoh dan pejabat Kabupaten Lampung Timur, Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam) serta Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) pada akhir Februari lalu.

Edi mengaku sempat dihubungi oleh staf Kemenkumham pada Selasa (25/2/2019) untuk hadir dalam pertemuan dengan perwakilan pemerintah. Ia mengatakan pertemuan itu dalam rangka asesmen peristiwa Talangsari.

Edi lantas memberitahukan undangan tersebut kepada keluarga korban Talangsari lainnya. Namun, esok harinya, Rabu (26/2/2019), Edi tak mendapat telepon lagi mengenai detail pertemuan. Dari akun media sosial Bupati Lampung Timur, Edi baru mengetahui pertemuan itu telah terjadi tanpa kehadiran dari keluarga korban Talangsari.

"Deklarasi damai selama ini tidak melibatkan para korban," kata Edi kepada reporter Tirto, Sabtu (2/3/2019).

Edi menuturkan, staf Kemenkumham saat ditelepon kembali hanya menyebut bahwa tim tidak jadi bertemu PK2KL. Edi mengaku kesal dan langsung menutup sambungan telepon. Ia dan keluarga korban lainnya khawatir deklarasi damai tersebut menjadi pertimbangan Kejaksaan Agung untuk menghentikan penyelidikan kasus Talangsari.

Meski begitu, Edi menyatakan deklarasi tersebut tidak akan menghentikan perjuangan para keluarga korban menuntut penyelesaian kasus pelanggaran HAM peristiwa Talangsari.

"Kami tetap berpatok pada Undang-undang HAM nomor 26 tahun 2000. Tidak bisa pelanggaran HAM diselesaikan hanya dengan islah. Kami akan tuntut sampai kapan pun," tegasnya.

Deklarasi "Diam-diam"

Deklarasi damai yang diinisiasi oleh Tim Terpadu Kemenkopolhukam itu juga dikritik oleh Amnesty International Indonesia. Deklarasi tersebut dinilai telah merampas hak korban peristiwa Talangsari dalam mencari keadilan.

"Deklarasi tersebut cacat hukum dan moral karena mengatasnamakan korban namun tidak melibatkan korban sama sekali,” kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, melalui rilis kepada Tirto, Selasa (26/2/2019).

Selain merampas hak korban atas keadilan, menurut Usman, deklarasi damai juga mendelegitimasi peran DPR, Komnas HAM, dan Kejaksaan Agung. Salah satu poin yang tertuang dalam deklarasi tersebut yakni: para pelaku, korban dan keluarga korban menyepakati agar peristiwa tersebut tidak diungkap kembali siapa pun.

"Perjanjian tersebut juga menutup akses bagi pihak-pihak lain yang ingin membantu korban untuk mencari keadilan dalam peristiwa Talangsari," tambahnya.

Usman menduga langkah ini adalah solusi pragmatis dari pemerintah jelang Pilpres 2019. Ia mengatakan pemerintah telah gagal menunaikan janjinya untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat lewat mekanisme yudisial dan non-yudisial.

Deklarasi damai peristiwa Talangsari juga tak diakui oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menyatakan deklarasi itu tidak mempunyai kekuatan hukum.

Beka beralasan korban atau keluarga korban peristiwa Talangsari tidak mendapat konfirmasi, apalagi menandatangani deklarasi tersebut.

"Yang menandatangani perjanjian damai itu bukan korban dan hanya tokoh masyarakat. Korban yang selama ini komunikasi dengan Komnas segala macam mengaku tidak tahu," tegas Beka kepada reporter Tirto, Sabtu (2/3/2019).

Menurut Beka, penyelesaian paling baik adalah mendesak Jaksa Agung untuk meningkatkan status penyelidikan kasus Talangsari.

"Secara yudisial kasus Talangsari belum selesai. Dan belum naik status penyelidikan ke penyidikan. Sedangkan penyelesaian secara non-yudisial landasan hukumnya harus sesuai dengan undang-undang," tegasnya.

Baca juga artikel terkait TRAGEDI TALANGSARI atau tulisan lainnya dari Gilang Ramadhan

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Gilang Ramadhan
Editor: Maulida Sri Handayani