Menuju konten utama
12 Februari 1935

Kecelakaan USS Macon, Kapal Udara Terakhir Angkatan Laut AS

Sejak USS Acron dan USS Macon mengalami kecelakaan, Angkatan Laut AS tak lagi dilengkapi kapal udara berstruktur kaku.

Kecelakaan USS Macon, Kapal Udara Terakhir Angkatan Laut AS
Ilustrasi Mozaik Karamnya USS Macon. tirto.id/Tino

tirto.id - Trauma Letnan Komodor Herbert Wiley agaknya belum pulih saat kembali menerima penugasan dari kantornya, Angkatan Laut Amerika Serikat, untuk mengomandani kapal udara. Satu setengah bulan sebelumnya, tepatnya pada 4 April 1933, ia menjadi satu dari tiga awak yang selamat saat kapal udara tempatnya bertugas, USS Akron, jatuh di lepas pantai New Jersey hingga menewaskan 73 penumpang.

Penugasan kali ini, terutama untuk posisi kunci sebagai komandan, memanggil ingatan Wiley tatkala ia berjuang antara hidup dan mati, sambil menyaksikan rekan-rekannya tewas saat tercebur ke air yang dingin. Ketika itu, kapal tidak membawa pelampung dalam jumlah yang memadai untuk seluruh awak dan penumpang.

Kapal udara baru tempat Wiley ditugaskan ialah “adik” USS Akron, yakni USS Macon yang diluncurkan bersama-sama dengan Akron. Sebutan “adik” agaknya tepat, karena selain dibangun dengan struktur, kerangka, dan fitur-fitur yang sama, Macon dan Akron juga diberi nomor seri berurutan. Akron bernomor ZRS-4, sementara Macon ZRS-5.

Keduanya juga mendapat penugasan yang sama: menjadi moda angkutan pesawat pengintai bersayap-ganda (biplanes). Indikator capaiannya sederhana: radius tempuh yang jauh, mampu melepas biplanes hingga dapat bermanuver sempurna dan tak terkendala, serta yang terpenting mampu menjaga kapal udara berada dalam radius sejauh mungkin dari amatan musuh.

Nasib kedua kapal juga sama: hilang kendali dan jatuh di lepas pantai.

Primadona Angkatan Laut

Akhir riwayat USS Macon tidak lepas dari sejarah menanjaknya kejayaan Angkatan Laut Amerika Serikat setelah Perang Dunia I. Insaf bahwa kekuatan udara terbukti berhasil menekuk musuh pada Perang Dunia I, Angkatan Laut Amerika Serikat mulai merancang kapal udara yang bersifat lebih ringan dari udara (lighter-than-air, LTA) pada 1916, tetapi baru dapat diajukan Biro Aeronautika Angkatan Laut kepada Kongres Amerika Serikat pada 1926. Rancangan tersebut disetujui dan persiapan membangun dua kapal udara berskala raksasa pun mulai dilakukan.

Pembuatan USS Akron dan USS Macon dikerjakan oleh tandem korporasi raksasa dari dua negara yang membentuk joint-venture pada 1923: Goodyear Tire and Rubber Corporation dari Amerika Serikat dan Luftschiffbau Zeppelin dari Jerman. Kerja sama disahkan lewat penandatanganan perjanjian antara Goodyear—Zeppelin selaku kontraktor dan Angkatan Laut Amerika Serikat selaku empunya proyek pada 16 Oktober 1928.

Luftschiffbau Zeppelin segera mengirimkan ahli teknik terbaiknya dan menugaskan kepala insinyur Zeppelin, Karl Arnstein, untuk turun tangan langsung merancang kapal udara. Angkatan Laut sebelumnya telah mewanti-wanti agar kapal udara ini dibuat dengan supremasi unggul dan memiliki kapasitas yang besar, terutama untuk hanggar yang akan digunakan mengangkut pesawat pengintai.

Arnstein segera mengeksekusi tantangan itu. Ia insinyur yang gemar bereksperimen menemukan model-model konstruksi baru yang berbeda dengan model kapal udara konvensional masa itu. Arnstein memboyong 12 anak buah untuk bersama-sama merancang kapal udara yang kelak menjadi USS Akron dan USS Macon di Pangkalan Springfield, Ohio, pada November 1929. Kegemaran Arnstein bereksperimen dengan konstruksi kapal udara didukung penuh oleh kantornya di Jerman. Ludwig Dürr, kepala desain Zeppelin, bahkan tidak ragu mendukung Arnstein dan membebaskannya berkreasi.

Inovasi pertama adalah modifikasi untuk cincin luar yang menjadi rangka utama kapal udara. Biasanya, cincin luar dirangkai dan ditopang sebuah balok penyangga berjarak 15 meter dari cincin tanpa ikatan. Untuk Akron dan Macon, cincin tersebut dipindah ke dalam dan dibentuk menyerupai segitiga dengan jarak lebih panjang, 22.5 meter, sehingga berbentuk struktur tiga-lunas dan kapal lebih aerodinamis.

Model baru dalam pembuatan rangka luar ini—dengan desain yang lebih kompleks sehingga membutuhkan bahan lebih banyak—membuatnya lebih berat daripada kapal udara lain, tetapi juga lebih kokoh dan tangguh untuk penerbangan jarak jauh. Ketangguhan struktur kaku ini membuat Angkatan Laut terpesona, mengingat beberapa waktu sebelumnya, USS Shenandoah, kapal udara kepunyaan Angkatan Laut yang didesain konvensional, mengalami kecelakaan di udara lantaran dihantam badai.

Selain inovasi rangka, Akron dan Macon juga dipasangi mesin Maybach VL-2 berkekuatan 560 tenaga kuda yang dihubungkan ke baling-baling yang memiliki poros panjang. Alhasil, kedua kapal ini tidak hanya memiliki daya dorong maju/mundur, tetapi juga tenaga vertikal ke bawah yang membantunya lepas landas atau mendarat. Selain itu, mesin yang dipasang dalam konfigurasi satu garis lurus membuat kapal lebih stabil dan membuat mesin tidak mudah terganggu karena hempasan udara baling-baling.

Akron dan Macon juga diperlengkapi sistem reklamasi air yang mengembunkan uap dari cerobong mesin untuk membuat cairan pemberat menggantikan berat yang hilang sewaktu pembakaran tenaga. Semua fitur tersebut disempurnakan dengan gas pengisi kapal yang sepenuhnya menggunakan gas helium yang tidak mudah terbakar sehingga lebih aman di udara. Tidak mengherankan jika Akron dan Macon yang selesai pada pertengahan 1931 menjadi kapal udara bertenaga helium terbesar masa itu, dan menjadi primadona Angkatan Laut Amerika Serikat dalam pembangunan angkutan pesawat pengintai.

Senarai Masalah USS Akron

Sesudah diresmikan oleh Ibu Negara Lou Hoover pada 8 Agustus 1931, USS Akron memulai dinasnya lebih dahulu dalam uji terbang perdana tanggal 23 September 1931 di bawah komando Charles Rosendahl. Selama empat minggu, Akron menjalani sepuluh kali penerbangan uji coba sebelum resmi meninggalkan Pangkalan Springfield tempat produksinya pada 21 Oktober 1931 dan memulai tugasnya sebagai armada udara Angkatan Laut Amerika Serikat seminggu kemudian.

Menurut Richard K. Smith dalam The Airships Akron & Macon, The Flying Aircraft Carriers of the United States Navy (1965), latihan pertama USS Akron sebagai kapal Angkatan Laut dilaksanakan pada 9 Januari 1932 dengan tugas menemukan sekelompok kapal perusak di Teluk Guantanamo, Kuba. Meski sempat terkendala cuaca buruk, Akron sukses menemukan rombongan USS Raleigh yang memimpin 12 kapal perusak lainnya pada pagi hari 11 Januari 1932.

Berhasil mencapai indikator berupa jarak tempuh yang jauh dari Pangkalan Udara AL di Lakehurst, New Jersey, ke Teluk Guantanamo (4.800 kilometer), misi perdana Akron dinilai dapat lebih sempurna jika diperlengkapi radio dan mengangkut pesawat pengintai sesuai tugas resminya. Terlepas dari sedikit kekurangan dalam latihan pertama tersebut, kinerja Akron terhitung luar biasa pada masanya, mengingat dengan teknologi navigasi udara masa itu belum canggih dan menghadapi cuaca buruk, durasi terbang Akron sudah di atas rata-rata.

Prestasi pada latihan perdananya tidak membuat Akron mujur di penugasan selanjutnya. Dalam persiapan demonstrasi penerbangan pada 22 Februari 1932, saat dikeluarkan dari hanggar, ekor pesawat tiba-tiba lepas, tertiup angin, dan jatuh menghentak tanah. Insiden ini benar-benar memalukan, mengingat penerbangan tersebut direncanakan akan mengangkut anggota-anggota Kongres yang akan menjajal dan melihat kebolehan USS Akron.

Untuk pertama kalinya, hanya empat bulan setelah lepas hanggar, Akron harus masuk bengkel. Sertifikasi laik terbangnya pun ditunda hingga reparasi selesai pada akhir April 1932, dan baru diberikan saat Akron benar-benar terbukti sanggup melayani penerbangan selama sembilan jam yang mengangkut Laksamana Muda William Moffett dan Menteri Angkatan Laut, Charles F. Adams III.

Awal musim panas 1932, tidak lama sesudah mengantongi lisensi layak terbang, Akron sudah dilengkapi dengan radio komunikasi dan mulai melaksanakan uji terbang kembali, yang berhasil dilakukannya dengan sempurna dan membuat kesan pertama yang baik di mata publik Amerika Serikat. Namun, saat dalam penerbangan demonstrasi antara Mei dan Juni 1932, di sebuah perhentian di Camp Kearny dekat San Diego, Akron yang ditambatkan ke sebuah pasak mendadak terlepas dan terangkat pelan-pelan. Kejadian ini ditengarai akibat helium yang terpapar panas matahari menjadikan daya angkat gas bertambah. Tiga orang awak yang berusaha menahan Akron pun ikut terangkat dan jatuh. Momentum tragis itu terekam kamera wartawan dan menggemparkan seantero negeri.

Setelah terlibat dalam simulasi pengintaian yang kurang berhasil di awal Juni 1932, Akron kembali masuk garasi dan mulai dipersiapkan untuk dapat mengangkut lima unit biplanes Curtiss F9C-2 Sparrowhawk. Bersamaan dengan persiapan tersebut, awak kapal USS Akron dilatih teknik cepat untuk meluncurkan biplanes dalam hitungan menit serta kiat menghilang dari pandangan mata segera setelah biplanes diluncurkan.

Teknik ini menjadi krusial, mengingat ukuran Akron yang besar dan mudah terlihat menjadikan kapal udara berbentuk cerutu ini empuk sebagai sasaran musuh. Sejak Juli sampai akhir 1932, awak kapal Akron digembleng hingga piawai menguasai teknik meluncur dan menambatkan kembali biplanes dalam hitungan menit.

Akhir Akron, Debut Macon

Menghabiskan setengah tahun lebih untuk latihan di Pangkalan Lakehurst, Akron kembali memulai tugasnya sebagai armada AL pada 3 Januari 1933, ditandai dengan penerbangan pagi hari menuju Teluk Guantanamo untuk menginspeksi sebuah lokasi pangkalan. Beberapa waktu sesudah inspeksi tersebut, Akron lebih banyak menghabiskan waktu di Lakehurst, ambil bagian dalam beberapa operasi jarak dekat, sebelum memulai pelatihan intensif pada Maret 1933. Di awal masa-masa latihan intensif ini, Akron sempat mengikuti parade udara dalam Pengambilan Sumpah Jabatan Presiden Franklin D. Roosevelt yang dilaksanakan pada 4 Maret 1933.

Kiprah Akron sebagai armada kebanggaan AL Amerika Serikat terpaksa harus berakhir pada 3 April 1933. Setelah lepas landas di bawah komando Laksamana Muda Moffett pukul 19.28, Akron segera berhadapan dengan kabut dan cuaca buruk di perairan New Jersey. Kelak, cuaca buruk yang dihadapi awak Akron pada malam itu tercatat sebagai taufan terdahsyat di Atlantik Utara sejak 1923.

“Tidak ada seorang awak pun yang tahu apa yang akan mereka hadapi di malam itu,” catat Smith (1965, hal. 79).

Menembus hujan lebat dan sambaran petir, kapal tiba-tiba kehilangan kestabilan dan menukik cepat hingga 1.100 kaki. Pemberat dibuang pada ketinggian 700 kaki agar keseimbangan dipertahankan. Usaha ini membuat Akron sempat naik kembali ke ketinggian 1.600 kaki, tetapi kemudian jatuh amat cepat dengan kelajuan 14 kaki per detik. Sirip bawah Akron membentur permukaan air. Selagi buritannya terseret ke bawah, Akron pecah dengan cepat dan tenggelam di Samudra Atlantik yang diamuk badai.

Saat itu waktu menunjukkan pukul 00.23, temperatur air laut nyaris menyentuh titik beku. Dengan jumlah pelampung yang terbatas dan kepanikan yang membuat rakit tidak sempat dibuka, 73 awak tewas seketika karena tenggelam dan hipotermia, menyisakan kelasi dua Richard E. Deal, tukang besi Moody E. Erwin, dan Letnan Komodor Herbert Wiley yang berhasil diselamatkan oleh kapal dagang berbendera Jerman, Phoebus.

Kecelakaan USS Akron benar-benar menjadi pukulan keras bagi AL Amerika Serikat, terlebih Laksamana Muda William Moffett ikut tewas. Namun, seakan tidak jera, AL masih berharap bahwa tragedi Akron adalah yang pertama dan terakhir. Harapan kini diletakkan pada USS Macon, yang sesudah diluncurkan bersama Akron, tak langsung bertugas sebagai armada, tetapi lebih dahulu menambah sejumlah modifikasi teknis dan pengembangan minor. Ironis, karena Macon diresmikan Jeannette Whitton, istri Laksamana Moffett, pada 21 Maret 1933, dua minggu sebelum kecelakaan Akron menewaskan suaminya.

Macon memulai penerbangan perdananya pada 21 April 1933 dengan durasi terbang 13 jam dan mengangkut 105 penumpang. Tiga bulan kemudian, Macon pindah ke rumah barunya karena konsorsium Goodyear-Zeppelin dianggap rampung. Dari Lakehurst, Macon dikukuhkan sebagai penghuni baru Pangkalan Udara AL di Sunnyvale, California, yang diganti namanya menjadi Lapangan Udara Moffett sebagai kenangan dan penghormatan pada Laksamana Muda William Moffett yang gugur dalam tugasnya.

Infografik Mozaik Karamnya USS Macon

Infografik Mozaik Karamnya USS Macon. tirto.id/Tino

Tak Selamanya Beruntung

Masalah teknis yang pernah menimpa Akron diantisipasi sejak jauh hari dengan pelatihan prosedur yang intensif dan matang. Berbeda dengan Akron yang memulai latihan dan tugas-tugas awal dengan berangkat tanpa mengangkut biplanes, Macon diperlengkapi skuadron lima unit Curtiss F9C-2 Sparrowhawk, jenis biplanes yang sama yang pernah diangkut Akron.

Dengan persiapan yang memadai dan pelatihan awak yang sudah ahli, Macon menjadi jauh lebih produktif di berbagai ekspedisi Angkatan Laut.

“Kapal udara ini selalu ada dalam keadaan siap-misi dan berpartisipasi di banyak latihan armada selama dua tahun,” catat USNI News.

Berbagai demonstrasi berhasil dilakukan Macon, unjuk kebolehan para awak dan pilot biplanes dalam menggunakan fitur retractable trapeze yang terpasang di luar kapal untuk tempat tambat dan luncur biplanes dari ketinggian. Dengan membawa biplanes lebih dekat ke sasaran, Macon membantu pesawat-pesawat intai tersebut menghemat bahan bakar hingga 30 persen, yang juga diakui oleh para pilot pesawat intai.

Meski aktif dalam berbagai latihan dan ekspedisi, tetap saja Macon pernah mengalami insiden di udara. Pada April 1934, saat melintasi Gunung Dragoon Texas dalam penerbangan transkontinental, sirip Macon tiba-tiba menutup dan menempel kerangka, yang mengakibatkan ekor kapal mengalami kerusakan. Sirip yang dimodifikasi ini mula-mula dibuat dengan tujuan membuat visibilitas kendali kapal yang lebih baik, tetapi insiden di Texas membuat para awak dan insinyur tersadar bahwa inilah bukti kelemahan dari modifikasi sirip pada Macon. Kerusakan yang diakibatkan pemaksaan Macon terbang melampaui ketinggian maksimumnya tersebut berhasil diperbaiki di udara oleh kepala kelasi Robert Davis, dan membuat perjalanan sanggup diteruskan dengan selamat.

Dalam sebuah ekspedisi di bulan Juli 1934, Macon berhasil menemukan konvoi cruisers AL di tengah Samudra Atlantik yang tengah mengantar Presiden Roosevelt berlibur ke Hawaii. Kemahiran Macon ini membuktikan ia telah mumpuni dalam tugas menyisir laut dan menemukan lokasi kapal-kapal musuh, meskipun memiliki satu kelemahan yang sama dengan abangnya: mudah diserang dan harus bermanuver secepat mungkin sebelum tertangkap mata musuh.

Penerbangan terakhir USS Macon dilaksanakannya dalam keadaan reparasi sirip kapal yang belum selesai pada 12 Februari 1935, tepat hari ini 87 tahun lalu. Saat itu, Macon yang tengah dalam perjalanan pulang ke Sunnyvale seusai melaksanakan tugas sebagai armada, tiba-tiba dihantam badai kala melintasi perairan Pasifik, tepatnya di Point Sur, California. Empasan angin yang sangat kuat mengakibatkan cincin luar robek dan sirip belakang-atas yang belum selesai direparasi gagal berbelok.

Dengan informasi yang terpisah-pisah, Komandan Herbert Wiley memerintahkan agar semua pemberat dibuang secara bersama-sama, yang sekaligus menyebabkan kapal kehilangan kendali. Ditambah kebocoran helium akibat robekan cincin menjadikan kapal kehilangan 20 persen bobotnya, Macon pun terangkat sampai ke ketinggian 4.850 kaki, sebelum akhirnya terjun dan menyentuh permukaan laut dalam menit ke-20. Waktu tersebut digunakan Wiley dan para awak untuk mengikatkan pelampung ke tubuh mereka masing-masing, sehingga 81 dari 83 awak kapal berhasil selamat.

Setelah mengalami dua kali tragedi penerbangan dengan kapal udara berstruktur kaku seperti Akron dan Macon, AL Amerika Serikat tidak lagi dilengkapi kapal udara berstruktur kaku yang akan digunakan sebagai armada. Sejak saat itu, semua kapal pengangkut pesawat (aircraft carrier) dibangun dengan struktur yang fleksibel dan yang lebih mudah dikendalikan.

Baca juga artikel terkait ANGKATAN LAUT AS atau tulisan lainnya dari Chris Wibisana

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Chris Wibisana
Penulis: Chris Wibisana
Editor: Irfan Teguh Pribadi