Menuju konten utama

Kebutuhan Utang Pemerintah di 2021 Membengkak Jadi Rp1.177,4 T

Angka itu meningkat Rp34,9 triliun dari postur RAPBN 2021 yang disampaikan pemerintah ke DPR bulan lalu senilai Rp1.142,5 triliun.

Kebutuhan Utang Pemerintah di 2021 Membengkak Jadi Rp1.177,4 T
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) didampingi Wamenkeu Suahasil Nazara (kanan) mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi XI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (26/8/2020). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/aww.

tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan kebutuhan utang di 2021 bakal meningkat menjadi Rp1.177,4 triliun. Angka itu meningkat Rp34,9 triliun dari postur RAPBN 2021 yang disampaikan pemerintah ke DPR bulan lalu senilai Rp1.142,5 triliun.

Kenaikan kebutuhan pembiayaan utang ini sejalan dengan peningkatan defisit pada rancangan anggaran 2021 untuk mengantisipasi penurunan pendapatan dan naiknya belanja negara serta ketidakpastian COVID-19. Dari semula hanya Rp971,2 triliun atau setara 5,5 persen PDB menjadi Rp1.006,4 triliun atau setara 5,7 persen PDB.

“Terjadi kenaikan pembiayaan yang adalah penyesuaian kenaikan defisit sebanyak 0,2 persen menjadi 5,7 persen,” ucap Sri Mulyani dalam rapat bersama Badan Anggaran DPR RI, Jumat (11/9/2020).

Peningkatan kebutuhan pembiayaan utang ini tentu bakal berimbas pada peningkatan rasio utang terhadap PDB. Dalam paparan Kemenkeu ke Komisi XI DPR RI, Senin (7/9/2020), defisit 5,5 persen di 2021, rasio utang tahun itu diprediksi bakal mencapai 36-41 persen PDB, apalagi jika defisit menjadi 5,7 persen.

Untuk membiayai anggaran 2021, kebutuhan utang bakal dipenuhi dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Nilai penerbitan netto mencapai Rp1.207,3 triliun naik Rp34,9 triliun dari postur sebelumnya Rp1.172,4 triliun.

Selain utang sumber pembiayaan lain akan ditutupi dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) alias kelebihan anggaran yang pemerintah kumpulkan tiap tahunnya. Nilai yang bakal dipakai mencapai Rp15,8 triliun.

“Pemerintah diminta tetap menjaga disiplin fiskal yaitu dengan defisit tidak lebih dari 5,7 persen PDB. apabila terjadi perubahan pos pendapatan akan dilakukan tindakan refocusing atau prioritas yang lebih tajam lagi,” ucap Sri Mulyani.

Baca juga artikel terkait PEMBIAYAAN UTANG DI APBN atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Gilang Ramadhan