Menuju konten utama

Kebijakan Truk Overdimensi yang Diundur Lagi dan Lagi

Truk ODOL, di satu sisi, menguntungkan industri. Di sisi lain, mereka menyusahkan masyarakat.

Kebijakan Truk Overdimensi yang Diundur Lagi dan Lagi
Sejumlah kendaraan truk angkutan barang melaju di tol Jakarta-Cikampek, daerah Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Rabu (20/11/2019). ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/pras.

tirto.id - Tarik-ulur penertiban truk kelebihan dimensi dan muatan atau over dimension over load (ODOL) kembali terjadi. Kementerian Perhubungan harus berhadapan lagi dengan pihak yang membela pengusaha dan industri. Bedanya, kali ini yang berbeda pendapat dengan mereka sama-sama instansi negara: Kementerian Perindustrian.

Sejak usulan ini muncul pada 2018 lalu, beberapa pihak yang sudah bersuara lantang menolaknya adalah pengusaha di bidang komoditas gula, minyak goreng, dan pupuk.

Sementara pihak yang mendukung Kemenhub di antaranya Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo), Organisasi Angkutan Darat (Organda), serta Kamar Dagang dan Industri Indonesia.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan kebijakan yang diberi nama “Zero ODOL” ini bakal mempersulit industri. Agus bilang kebijakan itu bakal membuat biaya produksi meningkat lantaran produk industri nasional saat ini masih sangat bergantung dengan moda transportasi darat.

Kemenhub mau truk ODOL tak bisa lagi masuk pelabuhan penyeberangan pada 1 Februari, sementara tol ditargetkan bebas truk ODOL tahun depan. Agus meminta semua ditunda pada 2024.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi tak mengabulkan penundaan persis seperti yang diinginkan oleh Agus. Budi mengatakan kementeriannya hanya bisa memberi kelonggaran sampai 2022 saja.

“Tapi yang tidak bisa ditawar itu tol Jakarta-Karawang. Tetap berlaku [pada 2021]. Kami enggak mau kecepatan terkoreksi lagi,” ucap Budi di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jakarta, Kamis (16/1/2020).

Dengan demikian, kebijakan ini lagi-lagi tertunda. Budi mengaku kalau “2019 bulan Mei kemarin sudah mau [direalisasikan], tapi ketunda lagi.”

Budi mengatakan alasan ia tak bisa mengabulkan sepenuhnya permintaan Agus terkait pertimbangan kalau ODOL memang merugikan masyarakat umum. Ia bilang truk-truk itu setidaknya bertanggung jawab atas penurunan kecepatan sampai keterlambatan saat berkendara di tol.

Belum lagi kerusakan infrastruktur yang mereka hasilkan. “Kan, jalan tol itu uang negara,” ucap Budi.

Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) tahu betul susahnya menanggung beban perbaikan tol akibat dilintasi truk ODOL. Kepala BPJT Danang Parikesit mengatakan setiap tahun perlu sekitar Rp1 triliun untuk perbaikan jalan akibat ODOL.

“Kalau misalnya pendapatan tol itu kira-kira Rp12 triliun per tahun, jadi 1 bulan tak ada pendapatan,” ucap Danang, Senin (9/12/2019), seperti dikutip dari Antara.

Jumlah kerugian BPJT tentu masih lebih besar lagi. Menurut data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), kerugian akibat truk ODOL bisa mencapai Rp43 triliun per tahun.

Dilema

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan pelarangan truk ODOL memang dilema. Truk ODOL, di satu sisi, sangat diandalkan pengusaha lantaran kapasitas barangnya lebih banyak, harga dan ongkos kirim barang bisa lebih murah, dan kapasitas lebih banyak kendati tak menambah armada.

Di sisi lain, truk ODOL juga kerap menimbulkan masalah. Sebut saja peningkatan jumlah kecelakaan angkutan barang dan membuat jalan lebih cepat rusak. Pada Juni 2019 misalnya, sebuah jembatan di Mesuji, Sumatera Selatan, amblas.

“ODOL bukan lagi menjadi masalah transportasi semata, melainkan memiliki dimensi sosial ekonomi karena masalahnya sudah terentang mulai dari hulu hingga hilir,” ucap Djoko kepada reporter Tirto, Jumat (17/1/2020).

Menurut Djoko, ada solusi alternatif yang bisa ditempuh untuk menangani fenomena truk ODOL ini.

Ia menyebutkan pemerintah bisa mendorong angkutan logistik menggunakan rel kereta api bahkan kapal laut. Solusi lain yang bersifat jangka pendek juga dapat ditempuh bila pemerintah menghendaki adanya transisi agar angkutan barang tak lagi bergantung pada jalur darat.

Untuk menanggapi keluhan Menperin yang khawatir biaya logistik bakal jadi mahal, Djoko mengatakan pemerintah bisa memberi insentif, misalnya pemberian subsidi maupun pengurangan pajak angkutan barang bagi yang mau beralih atau paling tidak menaati ketentuan dimensi dan muatan truk.

Baca juga artikel terkait ATURAN TRUK ODOL atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Bisnis
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Rio Apinino