Menuju konten utama

Kebakaran Hutan Mengintai Dunia

Kebakaran hutan di Yunani sudah merenggut 91 jiwa. Paling mematikan dalam beberapa dekade terakhir. Negeri-negeri lainnya terancam bencana yang sama akibat pemanasan global, musim kering, dan gelombang panas.

Kebakaran Hutan Mengintai Dunia
Ilustrasi cara memadamkan kebakaran hutan. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Sejak 23 Juli 2018, si jago merah melahap hutan-hutan pinus di daerah pegunungan di sebelah barat ibukota Athena, Yunani. Lima pesawat penjatuh air dan dua helikopter telah dikerahkan pada Senin (30/7), bersama dengan 30 mobil pemadam kebakaran dan 70 petugas pemadam.

Cuaca berangin kencang membuat kobaran api melesat sampai ke area tepi laut yang dihuni banyak penduduk. Suhu udara Yunani memanas hingga 40 derajat celcius akibat api yang meluas.

Korban tewas berjatuhan. Otoritas Yunani meyakini korban tewas menyentuh angka 91 orang. Dilansir dari ABC News, pada Minggu (29/7), Departemen Pemadam Kebakaran Yunani menyebutkan bahwa 59 mayat korban telah berhasil diidentifikasi.

Penyelamatan dan pencarian korban berskala besar difokuskan di sepanjang garis pantai. Ratusan orang melarikan diri karena kobaran api dan asap pekat telah menjebak mereka di daratan. Tidak jarang banyak yang sampai berenang menjauhi daratan. Kapal-kapal patroli penjaga pantai, helikopter, hingga Angkatan Laut Yunani menjejali Teluk Euboea selatan.

Perdana Menteri Yunani Alexis Tsipras mengunjungi Mati, daerah yang terkena dampak kebakaran paling parah pada Senin (30/7) kemarin. Daerah Mati cukup terisolir dalam situasi bencana seperti ini. Meski dikelilingi hutan yang berisiko tinggi kebakaran hutan, akan tetapi daerah permukiman itu tidak ditunjang dengan jalan akses evakuasi yang baik.

Juru bicara pemerintahan Dimitris Tzanakopoulos memaparkan, ada lebih dari 3.500 rumah rusak dan lebih dari 1.000 bangunan menjadi tidak layak huni. Dalam waktu 90 menit, api bisa merembet sejauh 5 kilometer.

Senin (30/7) malam, lebih dari 500 orang berkumpul di luar parlemen Yunani . Mereka menyalakan lilin tanda berduka mengenang para korban kebakaran hutan.

Pemerintah Yunani pun meminta ahli di negara-negara Uni Eropa untuk menangani bencana kebakaran dan menerima bantuan darurat dari Uni Eropa. Bencana kebakaran hutan kali ini sekaligus mengundang kritik terkait kesiapan dan pencegahan dini.

Tak Hanya Yunani

Dalam waktu bersamaan, kebakaran hutan kompak menyerang beberapa negara di dunia. Sejumlah area hutan Swedia berkobar dalam beberapa pekan terakhir. Dilansir dari The Local, per Senin (30/7), situasi kebakaran mulai sedikit mereda, dari yang awalnya 30-70 titik kebakaran di seluruh Swedia menjadi 12 titik saja. Turunnya hujan di akhir pekan lalu cukup efektif memadamkan kobaran api.

Kebakaran besar yang melahap 19.000 hektare di tiga kota Gävleborg, Dalarna, dan Jämtland dipadamkan dengan pengerahan banyak tenaga pesawat. Swedia dibantu oleh pesawat pembom air dari Jerman, Prancis dan Portugal.

Sejumlah warga Swedia bahkan tidak menyangka kasus kebakaran hutan seperti ini bisa melanda daerahnya. Beberapa penduduk juga sudah diperbolehkan pulang menengok rumahnya. Larangan menyalakan api unggun dan barbeque masih diberlakukan di sebagian besar wilayah.

Pada malam 17 Juli 2018, sebagaimana dilaporkan menurut Radio Latvia, si jago merah melahap 1.000 hektar lahan gambut di Latvia. Para petugas pemadam kebakaran setempat kesulitan memadamkan api lantaran cuaca kering dan angin yang berhembus kencang. Dari citra satelit, setelah lima hari api menyapu, 170 hektare hutan, 257 semak belukar, dan hampir 400 hektare lahan gambut habis.

Selama beberapa bulan terakhir, Latvia memang dilanda kekeringan parah. Dampaknya tak hanya kebakaran hutan, tetapi juga bencana di sektor pertanian.

Seperti diwartakan Novinite, negara-negara Eropa sedang dihantam gelombang panas berkepanjangan. Peluang turun hujan menipis dan pertanian terkena dampaknya secara langsung. Di Swedia, para petani terpaksa menyembelih hewan-hewan ternak karena tidak ada pakan yang tersisa untuk ternak. Lebih dari 91.000 peternak di Polandia bahkan merugi karena musim kemarau yang ekstrem. Panen di Jerman juga menurun 20 sampai 50 persen dari tahun lalu.

Tak hanya di kawasan Eropa, di Ontario, Kanada, saat ini kebakaran hutan masih terus berlangsung. Sampai Senin (30/7), 888 kebakaran hutan telah dilaporkan di Kanada. Ini merupakan peningkatan lebih dari 70 persen dalam 10 tahun terakhir.

Apa Penyebabnya?

Diwartakan National Geographic, api membakar Mediterania (wilayah sekitar Laut Tengah) tiap musim panas tiba. Rata-rata sekitar 1.500 mil persegi wilayah Uni Eropa terbakar tiap tahunnya. Dalam dua tahun terakhir, ada peningkatan ancaman kebakaran hutan. Tahun lalu saja, luas kebakaran hutan di Eropa meningkat hingga menewaskan 66 orang di Portugal dan Spanyol.

Tahun ini lebih parah lagi. Menurut juru bicara untuk Pusat Penelitian Gabungan Eropa Edward McCafferty, ada perluasan daerah berisiko kebakaran di negara-negara yang kebakaran hutannya tidak begitu menonjol di masa lalu.

Christos Stylianides, Komisioner Uni Eropa untuk Bantuan Kemanusiaan dan Manajemen Krisis, menyebutkan bahwa faktor perubahan iklim berperan besar meningkatkan jumlah kebakaran hutan di seluruh Eropa. Menurut para ilmuwan, pemanasan global mendorong cuaca ekstrem sehingga badai petir meningkat, tanaman tumbuh lebih cepat dan lebih mudah terbakar.

Infografik Ancaman Kebakaran Hutan

"Ketika Anda melihat frekuensi kebakaran meningkat di masa lalu, selalu ada bukti bahwa iklim di sana lebih kering, kata Graciela Gil-Romera, ahli paleoekologi dari Aberystwyth University, Wales, Britania Raya. "Kebakaran ini selalu terkait dengan aktivitas api yang meningkat," imbuh peneliti yang mempelajari sejarah kebakaran ini.

Seperti dikutup dari CTV News, Merriyy Turetsky, ahli ekologi dari University of Guelph, Kanada, menyatakan bahwa pada umumnya kebakaran hutan adalah siklus normal ekosistem alam. Pepohonan yang membusuk akan kembali memberikan nutrisi yang sehat untuk tanah dan membuka celah untuk pohon baru. Namun, kebakaran ekstrem yang terjadi seperti setahun terakhir ini malah akan merusak ekosistem yang belum tentu dapat kembali normal.

Menurut Turetsky, kebakaran hutan yang parah di banyak belahan dunia belakangan ini disebabkan oleh musim kering berkepanjangan, gelombang panas, dan perubahan iklim.

Ketika iklim menghangat, udara yang lebih hangat bergejolak dan akan menyebabkan lebih banyak badai petir. Dalam riset Monika P. Calef dkk berjudul "Differences in Human versus Lightning Fires between Urban and Rural Areas of the Boreal Forest in Interior Alaska" (2017) misalnya, kebakaran hutan yang dipicu oleh kilat petir kian umum dan meningkat sejak 1975 di wilayah Amerika Utara bagian barat.

Di Amerika Serikat, kebakaran hutan besar pernah terjadi di Peshtigo, Wisconsin pada 8 Oktober 1871. Sebanyak 4.860 kilometer persegi lahan hutan habis dan 1.500 sampai 2.500 orang tewas. Di Indonesia, kebakaran hutan besar pernah terjadi di Kalimantan Timur pada 1982-1983, 1998, dan 2015. Kebakaran hutan 2015 diperkirakan telah membakar lebih dari 2,6 juta hektare hutan.

Baca juga artikel terkait KEBAKARAN HUTAN atau tulisan lainnya dari Tony Firman

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Tony Firman
Editor: Windu Jusuf