Menuju konten utama

KawalPemilu & KawalPilpres yang Hadir di Tengah Delegitimasi KPU

Takut perhitungan pemilu curang? Kita bisa kawal dengan berpartisipasi di KawalPemilu dan KawalPilpres.

KawalPemilu & KawalPilpres yang Hadir di Tengah Delegitimasi KPU
Ilustrasi Crowdsourcing. FOTO/istockphoto

tirto.id - "Daripada bikin status hestek (tagar) gitu, alangkah lebih baik [jika] waktu senggangnya digunakan untuk mengunggah foto C1 TPS masing-masing ke situs macam kawalpemilu, kawalpilpres, atau ayojagatps."

Status Facebook itu ditulis Hanhan Husna, mengomentari maraknya tagar yang meminta dunia internasional, khususnya hacker Rusia, untuk mengawasi proses perhitungan suara.

Hanhan, sejak pemilu 2014, adalah pengguna situsweb KawalPemilu.org. Pria berusia 33 tahun yang berdomisili di Bandung ini rajin mengunggah form C1 TPS yang ia dapat dari sekitarnya. "Kalau memang enggan, sini fotonya kirim ke saya, nanti saya unggah ke situs kawal pemilu," tulisnya lagi.

Hanhan merasakan dampak yang cukup berarti atas hadirnya situsweb swadaya tabulasi hitung nyata tersebut. “KPU sifatnya satu arah, mereka yang mengisi data dan mereka pula yang mengeluarkan data,” kata programmer yang pernah menjadi wartawan itu, menerangkan pentingnya kehadiran situsweb seperti KawalPemilu maupun KawalPilpres.

Pada dua situsweb swadaya tersebut, pengerjaan dilakukan bareng-bareng oleh masyarakat. Di tengah-tengah tagar #INAelectionObserverSOS dan #IniCurang, KawalPemilu dan KawalPilpres punya dampak penting: menjadi penengah di tengah adanya anggapan miring soal kerja KPU.

“Yang swadaya, semuanya bisa ikutan membantu KawalPemilu atau KawalPilpres (tidak seperti KPU), tutur Hanhan.

Tahap pencoblosan pemilihan presiden (pilpres) 2019 memang telah usai. Namun, hingga kini masih sengit perdebatan ihwal pasangan mana yang memenangi palagan ini, apakah Joko Widodo-Ma’ruf Amin atau Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Hitung cepat atau quick count, baik SMRC, LSI, Indikator, Charta Politika, Cyrus Network, hingga Litbang Kompas, menunjukkan Jokowi-Maruf unggul dari Prabowo-Sandiaga. Di lain pihak, Prabowo mengklaim kemenangan dengan merujuk hasil hitung nyata atau real count yang dilakukan tim internalnya.

Simpang-siur siapa yang menjadi pemenang pilpres 2019 terjadi, salah satu alasannya, karena butuh waktu cukup lama bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melakukan tabulasi suara. Di sisi lain, kesabaran para elite dan pendukungnya dalam menunggu hasil pilpres begitu minim.

Di tengah sengkarut itu, hadir beberapa situsweb swadaya yang melakukan tabulasi hitung nyata Pilpres 2019, yakni KawalPemilu.org dan KawalPilpres2019.id. Keduanya melakukan tabulasi dengan konsep crowdsourcing, yakni suatu konsep berbagi antar-pengguna internet.

Dalam crowdsourcing, apa pun bisa dibagi. Jenisnya merentang dari pengetahuan, seperti yang dilakukan Wikipedia dan Quora, modal wirausaha (Kickstarter dan Indiegogo), bantuan kemanusiaan (Kitabisa), hingga untuk mengatasi permasalahan sosial-politik (Change.org).

Sebagaimana disarikan Wired, crowdsourcing hadir karena 3 hal: hyperconnectivity, critical mass, dan energy. Hyperconnectivity adalah keadaan di mana manusia kini yang telah sedemikian terhubung memanfaatkan internet, mudah memberikan informasi atau apa pun bagi sesamanya. Critical mass adalah keadaan di mana manusia kini semakin kritis akibat banjir informasi yang diterimanya. Terakhir, energy, ialah keadaan di mana manusia zaman kiwari dianggap memiliki terlalu banyak kekuatan.

Dalam melakukan usahanya, KawalPemilu dan KawalPilpres memanfaatkan formulir C1, catatan hasil penghitungan suara di TPS, untuk melakukan tabulasi hitung nyata yang diperoleh dari relawan-relawannya.

Elina Ciptadi, salah seorang di balik hadirnya KawalPemilu.org, mengungkapkan bahwa situsweb KawalPemilu lahir pada Pilpres 2014. Ketika itu, KPU tidak merilis data hasil hitung nyata sementara. Di sisi lain, kedua kubu capres, Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta, saling mengklaim kemenangan. Bermodal formulir C1 yang diunggah KPU, KawalPemilu melakukan tabulasi suara.

“Waktu itu kita hadir sebagai data tengah yang mengetengahi,” tutur Elina.

Lima tahun berselang, KPU kini memiliki situsweb hitung nyata yang beralamat di pemilu2019.kpu.go.id. Sayangnya, kini, sebagaimana diutarakan Hanhan, KPU punya masalah baru: delegitimasi.

Akibatnya, menurut Elina, "publik masih menginginkan data pembanding". Bermodal partisipasi publik, dengan memanfaatkan hobi foto banyak orang yang kini tengah populer, KawalPemilu tetap hadir meskipun KPU memiliki fasilitas serupa.

Masalah pun Menghampiri KawalPemilu & KawalPilpres

Kehadiran KawalPemilu dan KawalPilpres membantu meredam gejolak di akar rumput. Menurut Hanhan, beberapa pendukung 02 meneriakkan kecurangan terjadi pada pesta demokrasi ini. “Daripada menyerang kecurangan dengan cara yang tidak jelas, pendukung yang merasa dicurangi bisa menggunakan data (dengan menggunggah C1 ke KawalPemilu atau KawalPilpres),” katanya.

Sayangnya, karena KawalPemilu dan KawalPilpres kini dianggap tempat yang lebih terpercaya untuk mengklaim kemenangan, pengguna yang tidak bertanggungjawab mulai mengganggu. “Kini sudah mulai banyak manipulasi data yang dikirim pengguna ke situsweb swadaya ini,” Hanhan menceritakan pengamatan dan pengalamannya.

Meski begitu, karena KawalPemilu dan KawalPilpres mengusung sistem terbuka, pengguna lain bisa melakukan tinjau-data atas kekeliruan tersebut.

Adanya upaya manipulasi yang mengganggu situs KawalPemilu diakui oleh Elina Ciptadi. Relawan KawalPemilu menemukan beberapa foto C1 yang dikirim memuat data jumlah pemilih yang melebihi daftar pemilih tetap (DPT). Akibatnya, KawalPemilu harus bekerja ekstra keras, memverifikasi data yang masuk tanpa henti. Proses verifikasi ini membikin tabulasi KawalPemilu terhambat.

“[Data aneh yang masuk] kami kumpulkan jadi satu supaya tidak mengotori data utuh,” tegas Elina. “Kami melakukan verifikasi berlapis,” paparnya kemudian.

Infografik Memantau Pilpres 2019

undefined

Secara umum, data yang diproses KawalPemilu masih minim. Sukar bagi kedua pendukung capres untuk mengklaim kemenangan jika memanfaatkan data dari KawalPemilu. Menurut Elina, siapa yang menang pilpres 2019 akan bisa diketahui manakala data yang masuk telah berjumlah setidaknya 80-90 persen.

Selain minim, data yang masuk ke KawalPemilu pun masih belum tersebar merata. Data C1 dari TPS-TPS di Jawa Barat dan Banten masih mendominasi, sekitar 8 dan 12 persen. Sementara itu, data dari wilayah-wilayah lain baru berkisar antara 1 hingga 4 persen.

“Kalau data berbondong-bondong dari Jateng, trennya Jokowi menguat. Sebaliknya, jika dari Jabar, trennya Prabowo menguat,” papar Elina.

KawalPemilu dan KawalPilpres sangat berperan dalam membantu proses transparansi pesta demokrasi kali ini. Namun, perlu diingat, siapa yang menang pilpres tetap berada di tangan KPU.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Maulida Sri Handayani