Menuju konten utama
Hari Kavaleri

Kavaleri Angkatan Darat Bermodal Warisan Belanda

Modal awal persenjataan dan kendaraan lapis baja Kavaleri Angkatan Darat berasal dari warisan militer Belanda yang harus angkat kaki setelah KMB.

Kavaleri Angkatan Darat Bermodal Warisan Belanda
Warga berfoto di atas kendaraan Tank AMX 13 saat Pameran Alat Utama Sistem Pertahanan (Alutsista) TNI di depan Trans Studio Mall, Bandung, Jawa Barat, Selasa (3/10/2017). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

tirto.id - Raden Mas Sujarso Surjosurarso pernah berlaku kurang ajar di zaman kolonial. Dalam sebuah pemutaran film di Bandung, ketika yang lain berdiri bersama-sama untuk menyanyikan lagu kebangsaan Belanda "Wilhelmus van Nassouwe", dia memilih duduk. Meski begitu, laki-laki berdarah ningrat Mangkunegaran Solo ini bisa diterima masuk Akademi Militer Kerajaan Belanda di Breda. Setidaknya, begitulah yang tercatat dalam Buku Kenang-kenangan Alumni KMA Breda terbitan Yayasan Wira Bakti (hlm. 83).

Dia lulus dari akademi pada 1939 dan dilantik menjadi letnan dalam ketentaraan Hindia Belanda, Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL). Menurut buku Akademi Militer Nasional (1957: 16), pada 1940 Sujarso pindah ke Proef Batalion Vecht-Wagens di Bandung dan selanjutnya pindah lagi ke Batalion Infanteri di Bogor.

Di zaman Jepang, dia sempat jadi perwira polisi di Jawa Tengah. Setelah tentara Belanda angkat kaki dari Indonesia, Sujarso adalah laki-laki paling beruntung di Indonesia. Dia berhasil menikahi Gusti Raden Ajeng Siti Nurul Kamaril Ngasarati Kusumawardhani alias Gusti Nurul, puteri Mangkunegara VII yang terkenal cantik dan disukai banyak pembesar. Meski pangkat Sujarso cuma letnan lolonel dan menjabat Komandan Pusat Kavaleri Angkatan Darat di Bandung.

Sujarso dianggap mumpuni untuk urusan kavaleri, padahal dia dilatih untuk jadi perwira infanteri di Breda. Orang Indonesia yang pernah jadi perwira kavaleri di KNIL era kolonial, berdasarkan catatan Harsya Bachtiar dalam Siapa Dia Perwira Tinggi TNI-AD (1988) adalah bekas Letnan Satu M. Bassa dan Letnan Satu Raden Soerjobroto (hlm. 4).

Nama terakhir pernah jadi komandan pasukan berkuda dan keduanya lebih senior dari Sujarso. Namun, nama mereka tak semenonjol Sujarso yang memilih ikut Republik. Satuan yang dipimpin Sujarso awalnya bernama Perwira Senjata Bantuan Panser, bagian dari Angkatan Darat. Didirikan berdasar Surat Keputusan KASAD Nomor: KPTS - 2/ Kasad / Pnt / 50 bertanggal 9 Februari 1950, tepat hari ini 68 tahun lalu. Tanggal tersebut kemudian diperingati sebagai Hari Kavaleri.

Ketika surat itu dikeluarkan oleh KSAD Kolonel Abdul Haris Nasution, sesuai kesepakatan Konferensi Meja Bundar, aset-aset dan personil bekas tentara kerajaan di Hindia Belanda (KNIL) akan diserahkan kepada Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS), yang kemudian namanya menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) lagi. Aset dan personil itu termasuk juga tank dan pansernya.

Serah terima terjadi ketika KNIL dianggap bubar untuk selama-lamanya pada 26 Juni 1950. Sujarso mewakili militer Indonesia dalam upacara serah-terima di Opleidings Centrum der Pantsertroepen (Pusat Pelatihan Pasukan Panser) di Bandung. Saleh As'ad Djamhari dalam Ichtisar Sedjarah Perdjuangan ABRI: 1945 - Sekarang (1971: 60) mencatat, “100 buah tank dan panser diserahkan Belanda pada tanggal 17 April 1950.”

Warisan Lapis Baja dari Belanda

Kendaraan lapis baja KNIL adalah jenis Panser & Tank Marmon Herington, tank ringan Vicker, panser ringan Alvis Straussler, panser Overvalwagen, dan lainnya. Hampir semua panser dan tank milik KNIL diambil alih TNI. Di antaranya yang paling menonjol adalah panser Stuart, yang saat ini diabadikan di depan Museum Angkatan Darat Yogyakarta.

“Pada periode 1950-1957 kendaraan tempur yang digunakan dari ex Tentara Belanda berupa Tank Stuart, panzerwagon, Fordlink yang dipakai pada Perang Dunia II. Pada tahun 1956-1960 kendaraan tempur dalam kesatuan Kavaleri TNI-AD ditambah dengan tank keluarga AMX-13 ex Prancis juga keluarga Saladin ex Inggeris,” tulis Gema Bukit Barisan (Volume 12, 1984: 23).

Selain menangani kendaraan lapis baja, kavaleri juga mengurusi pasukan berkuda. Dalam sejarah awalnya, kavaleri memang lahir sebagai pasukan berkuda. Kata kavaleri berasal dari chevalier (bahasa Perancis) yang berarti kuda. Di era modern, kavaleri berkembang dan dikenal sebagai kesatuan militer yang menggunakan kendaraan lapis baja. Pasukan berkuda malah tidak dominan lagi.

Di antara personil KNIL yang masuk TNI, terdapat seorang indo bernama Klees. Dia bekas sersan KNIL dan ketika masuk TNI pangkatnya jadi kapten. Dia menjadi salah satu komandan skuadron lapis baja.

Ketika Letnan Kolonel Slamet Riyadi tertembak, Slamet berada di dalam kendaraan lapis baja yang dikendarai Kapten Klees. Sebelum keluar, Klees sempat mengingatkan Slamet, tetapi ia bersikeras dan kena tembak hingga meninggal pada November 1950 di Ambon.

Bekas KNIL lain yang kemudian masuk Kavaleri adalah Saleh Sadeli. Koran Belanda Bredasche Courant (8/7/1937) menyebut, Saleh Sadeli di tahun 1937 diterima menjadi taruna Akademi Militer Breda jurusan kesenjataan infanteri.

Di masa Revolusi, dia masih perwira KNIL. Koran Sin Po (16/12/1950) memberitakan bahwa Saleh Sadeli terlibat dalam usaha pemasukan bekas KNIL dan Veiligheids Batalyons (VB) ke APRIS di awal 1950-an.

Pada 1956, Saleh Sadeli menggantikan Sujarso sebagai Komandan Pusat Kavaleri dengan pangkat mayor. Namun, karena ada kaitan dengan kelompok Zulkifli Lubis, dia sempat ditahan.

Infografik Kavaleri

Ketika menjadi Kepala Staf Angkatan Darat, Letnan Jenderal Ahmad Yani pernah bicara soal pentingnya kavaleri. “Kesenjataan Kavaleri dengan segala unsur-unsurnya tidak ketinggalan dalam darma baktinya di bidang tersebut. Ya, kita masih ingat saat-saat yang kritis, di mana setiap prajurit Infanteri yang sedang menghadapi serangan atau penyerangan, menantikan dan merindukan gemuruhnya suara tank-tank,” ucap Yani seperti tertulis dalam T. N. I. Membina Revolusi (1964: 102).

Apa yang disebut Yani itu memang benar. Dukungan kendaraan lapis baja begitu penting dalam perang modern, terutama dalam perang kota. Dalam penumpasan G30S, misalnya, kendaraan lapis baja milik kavaleri Angkatan Darat beraksi melawan pasukan G30S. Panser andalan AD saat itu adalah Saracen. Ketika upacara pemakaman Pahlawan Revolusi dilaksanakan, panser-panser AD ikut serta mengantar ke Kalibata.

Sebelum 1950, TNI belum sempat punya satuan lapis baja yang berisi tank dan panser. Pasukan Republik yang punya panser adalah Polisi Istimewa—yang belakangan dikenal sebagai Brigade Mobil (Brimob).

Dihibahkannya alat-alat KNIL kepada APRIS/TNI adalah berkah bagi Angkatan Darat. Bagaimana pun, pengadaan kendaraan lapis baja bukan program yang murah. Suka tidak suka, warisan KNIL turut membangun dan memperkuat Angkatan Darat. Tak hanya kendaraan lapis bajanya, beberapa mantan KNIL bahkan menjadi orang yang punya peran penting dalam pembangunan Kavaleri Angkatan Darat.

Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Petrik Matanasi
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Ivan Aulia Ahsan