Menuju konten utama

Kata DK PBB Soal Kudeta Militer Myanmar: Bebaskan Aung San Suu Kyi!

Dewan Keamanan PBB mendukung upaya demokrasi di Myanmar setelah negara itu dikudeta militer. 

Kata DK PBB Soal Kudeta Militer Myanmar: Bebaskan Aung San Suu Kyi!
Pendukung militer Myanmar mengibarkan bendera nasional Myanmar selama unjuk rasa mendukung kudeta militer di Naypyitaw, Myanmar, Kamis, 4 Februari 2021. (Foto AP)

tirto.id - Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) angkat bicara soal kasus kudeta militer dan penangkapan tokoh penting di Myanmar. PBB menyerukan kepada militer Myanmar agar segera membebaskan Aung San Suu Kyi dan semua yang ditahan.

Negara Myanmar mengalami guncangan sejak militer mengambil alih kekuasaan pada Senin, 1 Februari 2021 lalu. Dalam kudeta itu, militer menangkap Kanselir Aung San Suu Kyi, Presiden Myanmar Win Myint, dan beberapa tokoh senior Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) dalam sebuah penggerebekan dini hari.

Panglima Tertinggi Tatmadaw, Jenderal Min Aung Hlaing langsung mengambil alih kekuasaan selama satu tahun dan mengumumkan keadaan darurat. Ketegangan ini terjadi karena tentara menuduh pemerintah mencurangi pemilihan parlemen pada November 2020 lalu.

Atas hal itu, tentara mempromosikan Wakil Presiden Myint Swe menjadi penjabat presiden pada Februari 2021 setelah mereka menggulingkan Presiden Win Myint dan kepala pemerintahan de facto Aung San Suu Kyi dalam sebuah kudeta militer.

Sampai saat ini, keberadaan Suu Kyi masih tidak jelas. Akan tetapi, menurut laporan, pemimpin sipil Myanmar Aung San Suu Kyi ditahan di kediamannya di ibu kota, Nay Pyi Taw.

Seperti diwartakan CFJC Today, DK PBB mendukung kembalinya demokrasi di Myamar dan "sepenuhnya menghormati hak asasi manusia, kebebasan fundamental, dan supremasi hukum."

“Anggota Dewan Keamanan menekankan perlunya dukungan berkelanjutan dari transisi demokrasi di Myanmar,” kata dewan.

Total ada 15 anggota Dewan Keamanan PBB yang turut mendorong "dialog dan rekonsiliasi sesuai dengan keinginan dan kepentingan rakyat Myanmar."

Pada hari Rabu (3/2/2021) dokter dan perawat dari sekitar 70 rumah sakit umum di Myanmar turut dalam gerakan kampanye pembangkangan sipil. Para tenaga kesehatan itu melakukan mogok kerja untuk memprotes kudeta militer.

"Dokter medis Myanmar, yang menanggung beban pandemi global COVID-19, tidak mengakui keabsahan pemerintah militer," kata dokter seperti dilansir Anadolu Agency.

"Kami berhenti pergi ke rumah sakit yang sekarang berada di bawah pemerintahan militer tidak sah," katanya.

Menurut seorang profesor di universitas kedokteran di Yangon yang tidak mau disebutkan namanya. "Tentara tidak pernah peduli dengan layanan kesehatan masyarakat."

"Mereka semakin takut dengan kampanye kami, dan ingin kami menjadi bingung dan [merusak] persatuan kami," kata dokter yang berada di garis depan memerangi Covid-19 di Myanmar.

"Mereka memiliki sejarah panjang mengabaikan layanan kesehatan masyarakat. Kami telah melihat beberapa orang meninggal karena sistem perawatan kesehatan yang buruk di bawah kediktatoran militer, tetapi mereka menyalahkan kami [dokter dan perawat]," katanya.

"Pengumuman militer hari ini hanyalah alasan untuk menyalahkan kami karena tidak merawat pasien. Ini tipuan dan taktik balasan," katanya.

Akan tetapi, gerakan pembangkangan para petugas medis itu langsung direspons oleh penguasa militer Mynmar dengan mengumumkan bahwa rumah sakit militer siap untuk melayani pasien sipil.

Dokter dan staf perawatan kesehatan diperingatkan untuk menghormati kode etik medis, demikian menurut pernyataan yang dikeluarkan oleh Tim Intelijen Militer tentara Myanmar.

Baca juga artikel terkait KUDETA MILITER MYANMAR atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Politik
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Agung DH