Menuju konten utama

Kasus Ujaran Kebencian Panglima TNI: UU ITE Dinilai Perlu Revisi

Tidak semua unggahan yang mencantumkan suku, ras, agama, dan antar golongan dan bernada negatif, memenuhi unsur ujaran kebencian seperti yang diatur di Pasal 28 ayat (2) UU ITE.

Kasus Ujaran Kebencian Panglima TNI: UU ITE Dinilai Perlu Revisi
Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto didampingi KSAL Laksamana TNI Ade Supandi dan KSAD Jenderal TNI Mulyono menyampaikan keterangan kepada wartawan usai menghadap Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis (14/12/2017). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

tirto.id - Pelaku yang mengunggah informasi tidak benar terkait istri Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, ditangkap oleh Dittipidsiber Bareskrim Mabes Polri hari Jumat (15/12/2017).

Menanggapi hal tersebut, koordinator Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFE Net), Damar Juniarto menilai Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik nomor 19 tahun 2016 sekarang terlalu mengontrol masyarakat.

Damar menjelaskan bahwa banyak perspektif hukum yang bisa digunakan menyikapi UU ITE. Dalam pandangannya, tidak semua kalimat atau unggahan yang mencantumkan suku, ras, agama, dan antar golongan dan bernada negatif, memenuhi unsur ujaran kebencian seperti yang diatur di Pasal 28 ayat (2) UU ITE.

Dalam kasus yang melibatkan akun Facebok Gusti Sikumbang misalnya. Dalam unggahannya, istri Panglima TNI disebutkan bernama Lim Siok Lan (nama yang lazim digunakan orang Tionghoa) dan kemudian memberi keterangan ‘'Kita pribumi rapatkan barisan. Panglima TNI yang baru, Marsekal Hadi Tjahjanto…’

Arti kalimat tersebut sebenarnya tidak jelas tujuan dan maksudnya. Damar berpendapat bahwa apabila unggahan itu berpotensi untuk menurunkan reputasi Hadi sebagai Panglima TNI, tentunya tidak bisa dikatakan sebagai ujaran kebencian.

Bila memang ujaran kebencian, dalam pandangan Damar, seharusnya kalimat tersebut memuat ajakan untuk bergerak melakukan sesuatu, utamanya kekerasan atau menghina etnis tertentu.

“Saya melihatnya di poin UU ITE tidak efektif karena seringkali masih keliru campur aduk antara penghinaan seseorang dan ujaran kebencian,” katanya ketika dihubungi Tirto, Sabtu (16/12/2017).

Dengan adanya pemidanaan ujaran kebencian, meski seharusnya yang dimasukkan adalah pencemaran nama baik. Hal ini, menurut Damar memicu munculnya pandangan di masyarakat bahwa cara ini adalah bagian pemerintah untuk membungkam masyarakat, utamanya kelompok anti pemerintah.

Masyarakat menjadi tidak jera karena yang ditangkap merasa melakukan tindakan heroik sebagai individu yang berani bersuara mengkritisi pemerintah.

Damar menjelaskan bahwa masalah ujaran kebencian ini bersumber dari surat edaran Badrodin Haiti yang saat itu menjabat sebagai Kapolri dengan nomor surat SE/6/X/2015 tentang penangan ujaran kebencian (hate speech). Dalam poin 2 huruf f, surat edaran itu memasukkan unsur pencemaran nama baik dapat juga dikategorikan sebagai tindak pidana ujaran kebencian.

Damar yang sejak dulu keberatan atas aturan itu mengatakan bahwa hal itu tidak masuk akal. Seharusnya pencemaran nama baik dipisahkan dari ujaran kebencian karena dalam UU ITE pun aturan itu sudah dipisahkan pasalnya. Pasal 27 ayat (3) untuk pencemaran nama baik dan Pasal 28 ayat (2) untuk ujaran kebencian.

Dalam revisi UU ITE Nomor 19/2016, apa saja unsur yang termasuk pencemaran nama baik sudah dipertegas, tetapi dengan adanya surat edaran Kapolri tersebut, tetap saja ada bias yang terjadi pada penegakan hukum terkait ITE.

“Revisi itu memang memperbaiki, tapi tidak menghilangkan boroknya. Selama borok masih ada ya kekacauan pasti terjadi,” katanya lagi. “Memang susah kalau saya bilang, revisi aja semuanya (UU ITE) dulu.”

Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Asep Safruddin menerangkan bahwa penangkapan pelaku ujaran kebencian ini adalah hasil dari patroli tim siber Bareskrim Polri.

Tidak ada upaya khusus dari polisi untuk menindak unggahan daripada akun Facebook Gusti Sikumbang terkait informasi bohong soal Hadi. Meski begitu, Asep menyatakan bahwa unggahan soal istri Hadi tersebut, termasuk ujaran kebencian.

“Menurut penyidik dan sudah kita lakukan pemeriksaan dengan ahli, itu [unggahan soal Hadi] pun bernuansa SARA karena itu menyebutkan ‘Kita pribumi rapatkan barisan…,’ nah ada kata-kata pribumi itu,” terang Asep.

Namun, Asep menambahkan bahwa penangkapan terhadap pemilik akun Facebook Gusti Sikumbang, Siti Sundari Daranilla, bukan hanya karena unggahan terkait Hadi. Dalam unggahannya yang lain, polisi menemukan beberapa konten yang mengandung unsur ujaran kebencian.

“Jadi kontennya dia ada beberapa yang memuat SARA. Jadi bukan hanya soal Panglima TNI, tapi banyak konten-kontennya bernuansa SARA,” tegas Asep lagi.

Baca juga artikel terkait KASUS UJARAN KEBENCIAN atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Dipna Videlia Putsanra