Menuju konten utama

Kasus Suap Meikarta: Neneng Hasanah Didakwa Terima Dana Rp10 Miliar

Terdakwa sekaligus Bupati nonaktif Neneg Hasanah Yassin didakwa menerima dana sebesar Rp10 miliar dalam kasus suap perizinan proyek Meikarta.

Kasus Suap Meikarta: Neneng Hasanah Didakwa Terima Dana Rp10 Miliar
Terdakwa kasus dugaan suap perizinan Meikarta Neneng Hasanah Yasin menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Bandung, Jawa Barat, Rabu (27/2/2019). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/wsj.

tirto.id - Bupati Bekasi non aktif Neneng Hassanah Yasin sekaligus terdakwa kasus suap perizinan proyek Meikarta menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Tipikor Bandung, Rabu (27/2/2019).

Dody Sukmono selaku Jaksa dari KPK dalam sidang tersebut mengungkapkan bahwa terdakwa Neneng Hassanah Yasin menerima aliran dana terkait suap perizinan pembangunan kawasan terpadu Meikarta sebesar Rp10,8 milliar dan 90 ribu dolar Singapura.

Selain Neneng, sidang perdana tersebut juga menghadirkan terdakwa dari jajaran Pemkab Bekasi, yakni Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Jamaludin dan Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Sahat MBJ Nahor.

Selain itu, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Bekasi Dewi Tisnawati dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Neneng Rahmi yang diduga turut membantu memuluskan perizinan proyek tersebut.

Para terdakwa tersebut juga diduga mendapatkan uang suap dari pejabat PT Lippo Cikarang dengan jumlah yang berbeda-beda.

"Para terdakwa telah menerima uang seluruhnya sejumlah Rp16.182.020.000 dan 270 ribu dolar Singapura," ujar Jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung.

Dalam rinciannya Jaksa menyebutkan terdakwa Jamaludin menerima Rp1,2 miliar, terdakwa Dewi Tisnawati menerima Rp1 miliar dan 90 ribu dolar Singapura. Sementara Sahat Maju Banjarnahor menerima Rp952 juta dan Neneng Rahmi Nurlaili menerima sebesar Rp700 juta.

Jaksa juga dalam persidangan menyebutkan adanya aliran dana ke Sekda Jawa Barat, Iwa Karniwa dan sejumlah pejabat Pemkab Bekasi yang masih belum berstatus sebagai tersangka.

"Di dalam dakwaan kami uraikan ada enam peristiwa pemberian dan itu akan kami uji didalam persidangan dengan menghadirkan saksi-saksi yang sebelumnya sudah disidangkan," kata Jaksa.

Dody mengatakan, fakta-fakta di persidangan terdakwa Billy Sindoro Cs akan menjadi pertimbangan dalam perkara sidang Neneng sebagai terduga penerima uang suap tersebut.

"Sementara perkara sebelumnya kan sudah kita tuntut, sudah kita uraikan fakta-fakta persidangannya, itu akan menjadi pertimbangan di perkara yang ini," katanya.

Neneng serta terdakwa lainnya didakwa melanggar Pasal 12 huruf a dan atau Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dalam sidang perdana keempat terdakwa tersebut, James Riady sebagai Bos Lippo Group juga sempat disebut namanya oleh jaksa.

Jaksa menyebutkan, James pernah menemui Neneng dan mengajukan sejumlah perizinan untuk mendirikan bangunan terkait dengan proyek Meikarta.

"Pertemuan tersebut membicarakan tentang perkembangan perizinan pembangunan Meikarta," kata Jaksa dalam dakwaannya.

James bersama terdakwa Billy Sindoro disebutkan menemui Neneng sekitar Januari 2018. Selanjutnya pada sekitar Mei 2018, Lippo Cikarang melalui PT Mahkota Sentosa Utama mengajukan permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk proyek Meikarta di sejumlah 53 apartemen dan 13 basement.

Dalam proses itu, jaksa menduga ada proses tindak pidana korupsi dalam bentuk penyuapan yang diduga dilakukan oleh pihak Meikarta kepada jajaran Pemkab Bekasi.

"(Suap diberikan) agar para terdakwa (Neneng beserta yang lainnya) memberikan kemudahan dalam pengurusan izin mendirikan bangunan atau IMB kepada PT Lippo Cikarang melalui PT Mahkota Sentosa, yang mengurus perizinan pembangunan proyek Meikarta," kata Jaksa KPK.

Baca juga artikel terkait KASUS MEIKARTA

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Penulis: Dewi Adhitya S. Koesno
Editor: Maya Saputri