Menuju konten utama

Kasus Samyang Bukti BPOM dan LPPOM MUI Tak Sinkron

Terbongkarnya kandungan babi dalam mi Samyang membuktikan pengawasan makanan halal BPOM dan LPPOM MUI tidak sinkron.

Kasus Samyang Bukti BPOM dan LPPOM MUI Tak Sinkron
Kepala BPOM Bengkulu Martin Suhendri (kiri) merazia mie instan impor di gudang penyimpanan logistik salah satu pusat perbelanjaan di Benngkulu, Senin (19/6). ANTARA FOTO/ David Muharmansyah

tirto.id - Terkait peredaran produk mie instan Samyang asal Korea Selatan yang mengandung babi, Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM MUI) mengakui pihaknya tidak berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

"BPOM tidak ada komunikasi dengan kami. Dan kami tidak mengetahui sertifikat dari BPOM," kata Wakil Direktur LPPOM MUI Osmena Gunawan saat dihubungi Tirto (19/6).

Menurutnya, bila MUI mengetahui produk tersebut memiliki kandungan babi tentu tidak akan mengeluarkan sertifikat dan logo halal. Secara tersirat ia mempertanyakan sikap BPOM yang membiarkan produk tersebut dilempar ke publik.

"Kalau di kita, prosedur sertifikasi halal tidak bisa separuh-separuh. Kalau halal, harus halal seluruhnya," katanya.

Meski begitu, dirinya tidak menyalahkan BPOM. Alasannya, BPOM memang mempunyai kewenangan yang berbeda dengan LPPOM MUI. Pihaknya pun telah lama bekerjasama dengan BPOM.

"BPOM berhak memberikan izin bagi produk yang halal dan tidak untuk beredar setelah lolos verifikasi sesuai prosedur mereka sendiri. Kalau sertifikasi halal itu wewenang kami sepenuhnya. Bukan lembaga lainnya," jelasnya.

Osmena berharap koordinasi antarlembaga pemerintah semakin solid dalam mengawasi persebaran makanan di Indonesia. Karena, menurutnya, pengawasan yang baik tidak akan bisa tercapai dengan satu lembaga saja.

"Sesuai dengan tupoksinya BPOM sendiri harus ada pengawasan. Di sinilah harus ada kolaborasi antarbadan pemerintah. Badan pasar-kah, perdagangan-kah, dlsb. Harus dilihat juga dari yang memberi izin menjual, bisa dari perdagangan atau petugas-petugas terkait lainnya. Kita ini, kan, baru heboh selalu setelah kejadian saja," katanya.

Ia mengimbau masyarakat agar lebih waspada mengonsumsi makanan dengan memperhatikan aspek kesehatan juga. "Jangan karena lebih pedas dan sedang tren lalu asal dikonsumsi. Ini peringatan dari Allah," katanya.

Humas BPOM, Herma, kepada Tirto menyatakan bahwa sertifikasi dari BPOM memang berbeda dengan sertifikasi halal MUI. Masing-masing punya kewenangan tersendiri.

"Sertifikasi halal MUI dengan BPOM berbeda. Produk yang sudah beredar berarti sudah dapat izin dari BPOM sesuai dengan kewenangan BPOM," katanya. "(Kewenangan BPOM) menguji produk tersebut layak konsumsi atau tidak," imbuhnya.

Herma pun menyebut tidak hanya mi instan merk Samyang saja yang ditarik dari pasaran karena menyalahi Peraturan Kepala Badan POM Nomor 12 Tahun 2016. "Ada juga merk Ottogi," katanya.

Problem koordinasi antara BPOM dan LPPOM MUI ini tentu patut dikritisi. Pasalnya pada 11 Maret 2014 lalu, kedua lembaga ini sempat menandatangani nota kesepahaman terkait sertifikasi halal yang dilakukan MUI dan labelisasi halal yang merupakan kewenangan BPOM.

Dalam nota kesepahaman disebutkan bahwa label halal yang dikeluarkan oleh BPOM mesti disertifikasi terlebih dahulu oleh LPPOM MUI. Untuk menunjang hal tersebut, maka kedua lembaga mutlak saling bertukar informasi serta pengawasan, sejak sebelum beredar di pasar maupun setelah beredar, entah itu di pusat maupun di daerah. Berkaca dari kasus mi Samyang, ada indikasi kedua lembaga ini tak berkoordinasi untuk mengawasi peredaran makanan halal di Indonesia.

Osmena dari LPPOM MUI sendiri enggan menyebut ini sebagai miskoordinasi atau kecolongan dari BPOM dan MUI. Melainkan, kata Osmena, peredaran produk tersebut diduga karena ada pihak yang nakal.

"Mungkin ada pihak yang nakal. Menyalahgunakan logo MUI atau tidak jujur kepada BPOM," katanya.

Sementara itu, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito mengatakan PT Koin Bumi selaku pengimpor produk mie Samyang ini bisa dijerat pasal pidana karena membohongi publik dengan tidak menempelkan label khusus.

"Kalau sudah dicabut izin edarnya maka itu barang ilegal bisa kena sanksi pidana," kata Penny di Jakarta, Senin, menanggapi soal kabar mie Samyang, Nongshim dan Ottogi.

Pada akhir pekan lalu BPOM menemukan ada sejumlah mi instan asal Korea yang mengandung unsur babi, yaitu merk Samyang varian Mie Instan U-Dong dan Mi Instan Rasa Kimchi, merk Nongshim (Mie Instan Shim Ramyun Black) dan merk Ottogi (Mie Instan Yeul Ramen).

Dalam peraturan Kepala BPOM Nomor 12 Tahun 2016 dinyatakan pangan olahan yang mengandung bahan tertentu yang berasal dari babi harus mencantumkan tanda khusus berupa tulisan "MENGANDUNG BABI" dan gambar babi berwarna merah dalam kotak berwarna merah di atas dasar warna putih.

Sementara itu, mengenai izin dagang untuk PT Koin Bumi, staf humas Kementerian Perdagangan Elly belum bersedia memberikan keterangan lebih lanjut. "Itu nanti kewenangan menteri dan eselon I untuk menjelaskan. Nanti hari Kamis akan ada konferensi para menteri. Langsung ditanya di situ saja," kata Elly pada Tirto (19/6).

Baca juga artikel terkait SAMYANG atau tulisan lainnya dari Aqwam Fiazmi Hanifan

tirto.id - Hukum
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Zen RS