Menuju konten utama

Kasus Retas Email, AS Punya Bukti Kuat Rusia Terlibat

Sejumlah badan intelijen Amerika Serikat memperoleh bukti kuat keterlibatan Rusia dalam kasus peretasan surat elektronik Komite Nasional Partai Demokrat dan memberikannya kepada WikiLeaks melalui pihak ketiga, kata tiga pejabat Amerika Serikat pada Rabu (4/1/2017). Bukti kuat itu diperoleh setelah pemilihan umum AS selesai.

Kasus Retas Email, AS Punya Bukti Kuat Rusia Terlibat
Presiden Amerika Serikat terpilih Donald Trump berbicara di malam pemilihan di Manhattan, New York, Amerika Serikat, Rabu (9/11/2016). ANTARA FOTO/REUTERS/Carlo Allegri.

tirto.id - Sejumlah badan intelijen Amerika Serikat memperoleh bukti kuat keterlibatan Rusia dalam kasus peretasan surat elektronik Komite Nasional Partai Demokrat dan memberikannya kepada WikiLeaks melalui pihak ketiga, menurut tiga pejabat Amerika Serikat pada Rabu (4/1/2017). Bukti kuat itu diperoleh setelah pemilihan umum AS selesai seperti dilansir dari Antara.

Beberapa bulan sebelumnya, Amerika Serikat menuding intelijen Rusia di balik peretasan surat elektronik Partai Demokrat. Namun, mereka pada saat itu tidak yakin bisa membuktikan tindakan tersebut, yang dianggap menjadi sebab kegagalan calon presiden Hillary Clinton.

Sejumlah pemimpin parlemen, baik dari Kongres maupun Senat, termasuk tokoh dari Partai Republik, mendesak pemerintah segera melakukan penyelidikan.

Pada waktu sama, presiden terpilih Donald Trump meragukan kesimpulan dari badan intelijen Amerika Serikat, yang menyatakan Rusia membantu dia menang pemilihan umum dengan menghancurkan Clinton. Rusia menolak terlibat dalam kasus peretasan email AS hingga saat ini.

Laporan dari intelijen Amerika Serikat itu akan disampaikan kepada Presiden Barack Obama pada Kamis ini dan kepada Trump pada Jumat, kata sejumlah pejabat yang menolak identitasnya terungkap.

Pejabat itu mengatakan bahwa bukti intelijen yang ada akan memberi kepastian bagi pemerintahan Obama mengenai seberapa jauh keterlibatan Rusia dalam kasus retas surat elektronik dan bocoran pada masa pemilihan umum AS.

Pejabat itu menolak memberi gambaran mengenai bukti-bukti baru apa yang diperoleh oleh badan-badan intelijen Amerika Serikat, termasuk dalam keterlibatan pihak ketiga dalam proses pemberian informasi kepada WikiLeaks.

Mereka mengaku tidak ingin mengungkap bagaimana Amerika Serikat mendapatkan bukti tersebut.

Dalam wawancara dengan FoxNews, pendiri WikiLeaks, Julian Assange mengatakan tidak menerima "email" Komite Nasional Demokrat dari lembaga negara. Assange tidak membantah kemungkinan bahwa dia menerima bocoran tersebut dari pihak ketiga.

Sedangkan Trump, pada kesempatan berbeda, justru membela pernyataan Assange dan kembali mempertanyakan kesimpulan bahwa Rusia membantu dirinya terpilih sebagai presiden.

Masalah mengenai peretasan pertama kali merebak pada Agustus 2016, saat sejumlah badan intelijen menyimpulkan bahwa intelejen Rusia, atas perintah Vladimir Putin, berupaya mengganggu pemilihan umum Amerika Serikat.

Obama menolak saran sejumlah penasihatnya untuk mengungkap keterlibatan Rusia dan mengambil kebijakan yang dapat mencegah tindakan peretasan itu meluas. Obama justru berbicara langsung kepada Putin dan memperingatkannya.

Pada Oktober, Obama juga kembali memutuskan tidak mengambil tindakan karena takut dinilai membantu Clinton. Obama baru memutuskan kebijakan penyelidikan tersebut setelah Trump terpilih sebagai presiden.

Baca juga artikel terkait RUSIA RETAS EMAIL AS atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Politik
Reporter: Maya Saputri
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri