Menuju konten utama

Kasus Pengkafiran Banser NU: Bukti Payahnya Kerukunan Beragama DKI

Survei Kemenag menunjukkan indeks kerukunan beragama di DKI berada di bawah rata-rata nasional. Kasus persekusi terhadap personel Banser NU seolah membuktikan temuan itu.

Kasus Pengkafiran Banser NU: Bukti Payahnya Kerukunan Beragama DKI
Sejumlah umat muslim menjalankan ibadah Salad Id di Kupang , NTT Minggu (25/6). ANTARA FOTO/Kornelis Kaha.

tirto.id - Pengalaman menyebalkan dilalui dua anggota Banser NU Depok, Eko dan Wildan, pada Selasa (10/12/2019) siang. Saat sedang buru-buru menempuh perjalanan dari Jakarta menuju Depok, di Pasar Jumat, Jakarta Selatan keduanya dipaksa turun dari sepeda motor dan dipersekusi habis-habisan oleh seorang berinisial H (30).

Usai menepi ke pinggir jalan, Eko dan Wildan mulanya diminta mengeluarkan KTP, dimaki dengan teriakan nama-nama binatang, kemudian intimidasi terhadap keduanya menjurus ke sentimen beragama.

Sambil mengabadikan persekusinya dalam bentuk video, H memaksa Eko dan Wildan mengucap takbir. Kedua korban tidak menuruti permintaan itu, lantas kian dicaci dan dikatai dengan sebutan kafir.

“Eh entar dulu, lu takbir dulu kalau muslim jangan langsung pergi. Orang Islam itu harus takbir,” ucap pelaku “Eh elu enggak usah ngajar-ngajarin gue. Jangan asal pergi lu, anjing lu.”

Video itu lantas beredar viral di media sosial sejak beberapa hari terakhir. Akun Twitter resmi PBNU sempat membagikannya, dengan harapan agar pelaku menyadari perlakuan buruknya.

Di sisi lain, polisi lantas melakukan pengejaran terhadap H berdasarkan laporan yang masuk dari Eko dan Wildan. Hingga Kamis (12/12/2019) sore, Polres Metro Jakarta Selatan akhirnya berhasil menciduk H di kawasan Sawangan, Depok, Jawa Barat.

Cuma karena Hal Sepele

Berdasarkan interogasi penyidik Kapolres Jaksel terhadap H, tindakan persekusi itu bermula ketika motor H yang melaju dari arah Lebak Bulus bersenggolan dengan motor yang dikendarai Eko dan Wildan. Tidak terima, H lantas membuntuti kedua korban dari belakang hingga TKP.

“Kemudian pelaku melakukan hal itu sendiri, tidak ada unsur lain,” ujar Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Pol Bastoni Purnama seperti dilansir Antara.

Menurut Bastoni, mulanya tidak menyadari jika dua orang yang dimakinya adalah anggota Banser NU. Namun karena H mengetahui keduanya bukan seorang aparat, niat mempersekusi itu akhirnya tak terbendung.

“Karena pakaiannya loreng, dikiranya tentara. Pelaku sempat takut, tapi karena setelah didekati [ternyata bukan tentara], jadi dia berani. Makanya melakukan itu,” sambung Bastoni.

Kronologi itu dibenarkan pula oleh H. Dia mengakui saat itu sedang dilanda amarah dan menyesali segala perbuatannya.

“Permintaan maaf saya, terutama kepada masyarakat dan terutama para ulama dengan saudara semuslim, Banser dan GP Ansor,” ucap H saat konferensi pers. “Saya menyesali kekhilafan tersebut karena dilatari keadaan emosi.”

H boleh saja benar-benar menyesal, tapi aturan tetaplah aturan.

Akibat video viral yang dia kreasi sendiri itu, H terancam hukuman pasal berlapis, yakni Pasal 310, Pasal 311, dan Pasal 335 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tentang penghinaan dan perbuatan tidak menyenangkan.

Mengamini Indeks Kerukunan Umat Beragama

Terlepas dari konteks hukumnya, kasus persekusi H terhadap Eko dan Wildan juga menjadi penegas atas buruknya tingkat kerukunan umat beragama di DKI Jakarta.

Pada Rabu (11/12/2019) kemarin, Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Baca Kementerian Agama (Kemenag) merilis angka Indeks Kerukunan Beragama di Indonesia 2019. Hasilnya posisi Jakarta memang memprihatinkan. Angka yang didapat ibu kota cuma berada di 71,3 alias di bawah rata-rata nasional yang menyentuh kisaran 73,8.

Penyebab angka indeks ini, menurut keterangan Kemenag menyentuh banyak faktor. Mulai dari korelasi dengan pendidikan, pendapatan bahkan peran Kemenag sendiri.

Survei indeks itu memang dilangsungkan sudah sejak Mei hingga Juni 2019. Namun, fakta kemunculan kasus-kasus serupa persekusi terhadap Banser NU ini, setidaknya menjadi bukti bahwa kondisi ibu kota belum berubah banyak

Gubernur Anies sebelumnya merespons temuan tersebut dengan instruksi kepada Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) untuk menindaklanjuti.

Problematika kerukunan umat beragama ini juga bukan hanya dihadapi DKI. Meski secara rata-rata nasional naik, tak sedikit daerah-daerah lain yang yang punya angka jauh di bawah rata-rata nasional. Sebut saja Jambi (70,7), Banten (68,9) sampai Jawa Barat (68,5).

Presiden Joko Widodo, dalam pernyataannya, menyebut masalah kerukunan umat beragama ini hanya bisa dipecahkan jika semua pihak--dari atas sampai level akar rumput--mau urun peran.

"Pekerjaan kita semua agar yang namanya tolerasi kerukunan dan persaudaraan harus kita rawat bersama-sama."

Baca juga artikel terkait KASUS INTOLERANSI atau tulisan lainnya dari Herdanang Ahmad Fauzan

tirto.id - Hukum
Reporter: Herdanang Ahmad Fauzan
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Abdul Aziz