Menuju konten utama
Kinerja Kepolisian

Kasus Narkoba Teddy Minahasa & Urgensi Bersih-Bersih di Polri

Rangkaian peristiwa kasus narkoba ini terus merusak kepercayaan publik dan semakin melemahkan kinerja Polri.

Kasus Narkoba Teddy Minahasa & Urgensi Bersih-Bersih di Polri
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo (kedua kanan) didampingi Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono (kedua kiri) memberikan keterangan kepada wartawan di ruangan Rupatama Mabes Polri, Jakarta, Jumat (14/10/2022). ANTARA FOTO/Reno Esnir/tom.

tirto.id - Instansi kepolisian dalam tiga bulan terakhir menjadi sorotan publik. Belum selesai kasus Ferdy Sambo dan tragedi Kanjuruhan, kini muncul kasus baru: Kapolda Sumatera Barat, Irjen Pol Teddy Minahasa yang baru saja dimutasi jadi Kapolda Jawa Timur terseret kasus narkoba.

Kabar tersangkutnya Teddy dalam kasus narkoba disampaikan langsung Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo usai arahan Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta Pusat, Jumat (14/10/2022). Pada hari saat isu Teddy mengemuka, Jokowi memang sedang mengumpulkan petinggi Polri di Istana.

Dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (14/10/2022), Sigit menjelaskan bahwa Teddy tersandung dugaan keterlibatan transaksi narkoba. Semua berawal saat Polda Metro Jaya mengungkap sindikat narkoba atas informasi publik.

“Beberapa hari lalu, Polda Metro mengungkap jaringan peredaran narkoba. Berawal dari laporan masyarakat, kemudian saat itu berhasil diamankan tiga orang dari masyarakat sipil,” ucap Sigit.

Dalam pengembangan perkara, sejumlah indikasi pengembangan perkara mengarah kepada anggota polisi berpangkat Bripka dan Kompol berposisi Kapolsek di suatu daerah. Dalam pengembangan lanjutan, polisi menangkap pengedar dan mengarah kepada personel Polri pangkat AKBP yang merupakan mantan Kapolres Bukittinggi.

“Kemudian ada keterlibatan Irjen TM,” sambung Sigit.

Sigit kemudian memerintahkan Kadiv Propam untuk menjemput Teddy Minahasa guna pemeriksaan. Rampung diperiksa, Teddy resmi sebagai terduga pelanggar.

“Tadi pagi telah dilaksanakan gelar perkara untuk menentukan. Saat ini Irjen TM dinyatakan sebagai terduga pelanggar dan dilakukan penempatan khusus," Kata Sigit.

Keterlibatan Teddy Minahasa dalam kasus narkoba mendapat perhatian dari sejumlah pihak. Sebelum Sigit mengumumkan secara resmi, Komisioner Kompolnas Poengky Indarti mengakui bahwa Polri akan merilis kabar penetapan Teddy yang tersandung narkoba.

Kompolnas pun menyayangkan keterlibatan Teddy dalam kasus narkoba tersebut. “Kami sangat menyesalkan itu terjadi karena jenderal bintang dua," kata Poengky di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat kemarin.

Poengky pun berharap Polri bisa menindak tegas dalam pemberantasan narkoba baik kasus besar maupun kecil.

“Kalau kami lihat Bapak Kapolri tidak pilih-pilih jadi mau yang kecil, sedang, besar, memang mesti harus ditegakkan hukumnya, apalagi pesan Bapak Presiden, Polri mesti harus sensitif krisis termasuk terutama dalam penegakan hukum termasuk dalam kasus kasus judi online dan narkoba," kata Poengky.

Indonesia Police Watch (IPW) juga mendukung aksi kepolisian dalam memberantas narkoba, termasuk kepada anggota berpangkat perwira tinggi seperti Teddy. Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso menilai, penangkapan Teddy mencoreng wajah Polri yang saat ini sedang dalam sejumlah kasus.

“Penangkapan ini sangat memprihatinkan dan mencoreng wajah institusi Polri yang saat ini sedang disorot publik dengan peristiwa Duren Tiga dan Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan ratusan nyawa melayang," kata Sugeng dalam keterangan tertulis.

Sugeng menambahkan, “Dengan ditangkapnya pati Polri dalam penggunaan narkoba, maka Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo harus mendalami keterkaitan jaringan narkoba yang ada. Sebab, tidak mungkin seorang jenderal hanya sebagai pemakai tanpa mengetahui jaringan pemasok atau bandar narkoba tersebut.”

Sugeng juga menilai Kapolri wajib melakukan tes urine secara berkala di kalangan perwira tinggi dan perwira menengah Polri secara berkala. Hal tersebut dilakukan sebagai deteksi dini dan upaya pencegahan penyalahgunaan di kalangan polisi sebagai penegak hukum.

Sugeng mengingatkan, narkoba sudah menjadi musuh di institusi Polri sendiri sejak lama. Banyak anggota yang telah dipecat terkait barang haram tersebut. Ia mencontohkan mantan Kapolres Bandara Soetta, Kombes Edwin Hatorangan diberhentikan tidak hormat karena melakukan penyalahgunaan wewenang dalam penanganan kasus narkoba.

“Oleh karena itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo harus tegas dalam penanganan kasus narkoba yang melibatkan Irjen Teddy Minahasa. Dan, sesuai Perpol 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri maka akan terkena PTDH,” kata Sugeng.

Merusak Kepercayaan Publik ke Polri

Sementara itu, Ketua Setara Institute, Hendardi menilai, Polri tengah mengalami persepsi kinerja berdasarkan hasil survei publik dengan angka naik-turun. Hendardi menilai, kasus Ferdy Sambo dan beberapa kasus lain membuat kondisi Polri buruk hingga membuat Jokowi 'mengambil langkah' mengumpulkan 559 pejabat Polri dari level kapolres hingga Mabes Polri.

“Setelah kasus FS, kontroversi konsorsium 303, kegagalan pencegahan potensi kerusuhan di Kanjuruhan, kali ini kasus narkoba diduga menjerat petinggi Polri. Rangkaian peristiwa ini terus merusak kepercayaan publik dan semakin melemahkan kinerja Polri," kata Hendardi dalam keterangan tertulis.

Ia menambahkan, "Bukan hanya daya rusak internal yang mengoyak soliditas anggota dan pimpinan Polri, tetapi juga daya rusak bagi publik karena keadilan yang terusik. Bahkan, karena peristiwa-peristiwa itu, berbagai kinerja Polri lainnya, juga diragukan profesionalitas dan imparsialitasnya oleh publik. Secara sistematis dan masif gugatan atas kinerja Polri terus bergulir, termasuk kinerja Polri dalam penanganan terorisme.”

Pria yang pernah menjadi penasihat Kapolri ini mencontohkan upaya eks-HTI dan FPI yang terus menyoalkan kinerja Polri lewat propaganda yang menjatuhkan Polri. Ia menilai Polri rentan diserang dengan upaya propaganda tersebut.

“Belum lagi dugaan perkubuan dalam tubuh Polri yang jika terus dibiarkan akan semakin melemahkan Polri,” kata Hendardi.

Oleh karena itu, sebagaimana pesan Jokowi dalam pengarahan ke pimpinan Polri, Hendardi menilai, Polri harus solid dan harus tampil percaya diri, sebab kalau terlihat ragu dan tidak tegas justru akan semakin menurunkan kepercayaan publik.

Keretakan dan terganggunya kohesi anggota di tubuh Polri, tidak hanya akan melemahkan kepercayaan publik, tetapi potensi politisasi sistematis kelompok-kelompok tertentu, baik yang sejak lama menanti momentum ini karena merasa diperlakukan tidak adil dalam penegakan hukum, maupun conflict entrerpreneurs yang memanfaatkan kelemahan Polri hari ini untuk mengganggu keamanan, melakukan tindakan terorisme, maupun menciptakan instabilitas.

Ia menilai, tidak ada upaya lain bagi Polri untuk menjadi baik kecuali mempercepat reformasi Polri dengan suatu desain komprehensif, berbasis bukti (evidence based) dan berkelanjutan. Ia menilai Polri harus berubah atau kekacauan Polri akan berdampak pada Jokowi.

“Polri harus solid, profesional, berintegritas dalam menjalankan mandat, sebagaimana pesan Jokowi. Karena jika tidak berbenah, pada akhirnya, kinerja Polri juga akan merusak kinerja Jokowi, karena Jokowi adalah atasan Kapolri," kata Hendardi.

Baca juga artikel terkait KINERJA POLRI atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz