Menuju konten utama

Kasus Nakes Mandikan Jenazah, Pasal Penistaan Agama Perlu Ditinjau

Terkait kasus empat nakes di Sumut yang dijadikan tersangka karena memandikan jenazah wanita, pemerintah diminta kaji ulang pasal penistaan agama.

Kasus Nakes Mandikan Jenazah, Pasal Penistaan Agama Perlu Ditinjau
Ilustrasi petugas pemakaman. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya.

tirto.id - Perhimpunan Gereja Pematang Siantar merespons kasus empat tenaga kesehatan (nakes) yang dijadikan tersangka karena memandikan jenazah wanita di Sumatera Utara.

Keempat nakes tersebut dijadikan tersangka karena memandikan jenazah yang bukan muhrimnya dan diduga telah melakukan penistaan agama sesuai pasal 156 a Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Oleh karena itu, Perhimpunan Gereja Pematang Siantar yang terdiri dari Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS), Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI), Huria Kristen Indonesia, dan Gereja Batak Karo Protestan meminta kepada pemerintah dan legislatif untuk meninjau ulang pasal penodaan agama yang diskriminatif dan sarat akan pasal karet.

"Baik melalui legisiative review, judicial review, atau pun hal-hal lain sesuai hukum yang berlaku, baik untuk norma maupun pelaksanaan atau enforcement dari produk hukum tersebut dengan prinsip yang berkeadilan dan restorative justice untuk membawa kedamaian di masyarakat," kata Ephorus HKBP Robinson Butarbutar melalui keterangan tertulisnya, Jumat (26/2/2021).

Perhimpunan Gereja Pematang Siantar pun mengapresiasi tindakan Kejaksaan Negeri Pematang Siantar yang mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan kasus tersebut pada 24 Februari 2021.

Menurutnya, hal ini didasari oleh semangat dari para aparat penegak hukum dalam melakukan tugasnya secara adil, profesional, dan tanpa intervensi atau tekanan dari pihak lain.

"Tindakan mereka sejalan dengan semangat penegakan hukum Pemerintah dan aparat penegak hukum untuk mengedepankan pendekatan restorative justice dan membawa kedamaian dalam masyarakat," ucapnya.

Lebih lanjut, pihaknya mengimbau kepada semua komponen masyarakat di Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara, untuk bersama-sama menjaga kehidupan sosial yang toleran, saling menghargai, dan kondusif. Yakni dengan cara membuka ruang dialog, secara khusus di Kota Pematangsiantar yang dikenal sebagai salah satu daerah paling toleran di Indonesia.

"Kami menghormati, mendukung, dan mendoakan mereka yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan yang bekerja dengan kode etik mereka, bekerja untuk kesehatan masyarakat," tuturnya.

Baca juga artikel terkait PASAL PENODAAN AGAMA atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Hukum
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Maya Saputri