Menuju konten utama

Kasus Meikarta: KPK Jadwal Ulang Pemeriksaan Aher Awal Januari

KPK kembali mengagendakan pemeriksaan terhadap mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan alias Aher, terkait kasus korupsi Meikarta. 

Kasus Meikarta: KPK Jadwal Ulang Pemeriksaan Aher Awal Januari
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah. tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, dalam kasus korupsi Meikarta awal Januari 2019.

Sebelumnya, pria yang akrab disapa Aher itu mangkir dalam pemeriksaan KPK, Kamis (20/12/2018).

"Kemungkinan akan diperiksa bulan Januari. Tapi nanti saya pastikan lagi, kapan persisnya," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (26/12/2018).

Febri mengatakan, keterangan Aher penting untuk melengkapi berkas perkara korupsi Meikarta. Febri menerangkan, keterangan politikus PKS itu diperlukan untuk mengetahui proses rekomendasi soal perizinan.

Sebelumnya, KPK sudah pernah memeriksa mantan Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar, tetapi KPK tetap memerlukan keterangan Aher untuk melengkapi berkas perkara suap yang menjerat Lippo Group itu.

Febri pun enggan menanggapi kemungkinan nama pejabat maupun pihak lain yang berperan dalam kasus Meikarta. Namun, ia menyebut KPK sudah mengungkap nama-nama yang terlibat dalam dakwaan KPK dengan terdakwa Billy Sindoro.

"Pejabat lain yang punya peran atau terima uang itu sudah kami uraikan di unsur dakwaan. itu ada dari Pemkab, Pemprov atau perihal lain. dakwaan itu kan terbuka, silahkan disimak dakwaan dan lihat di fakta persidangan," kata Febri.

Nama Aher memang disebut di dalam dakwaan mantan Bos Lippo Group Billy Sindoro. Berdasar dakwaan yang dibacakan jaksa, awalnya pihak Meikarta mengajukan perubahan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) untuk Wilayah Pengembangan (WP) 1 dan WP 4 ke Pemkab Bekasi.

Hal ini kemudian disetujui Pemkab Bekasi, dan diajukan ke Pemprov Jawa Barat untuk mendapatkan persetujuan substantif dari Gubernur Jawa Barat saat itu, Ahmad Heryawan.

Namun, perizinan itu terkendala sebab, Deddy Mizwar, Wakil Gubernur Jawa Barat saat itu yang juga menjabat sebagai Kepala Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) memerintahkan proses perizinan Meikarta distop dulu, dan pembangunan proyek itu dihentikan sementara.

Pihak Lippo kemudian menunjuk Henry J. Sihotang, Fitradjaja Purnama, dan Taryudi yang merupakan konsultan untuk membantu memuluskan perizinan Meikarta.

Ketiganya kemudian memberikan uang 90 ribu dolar Singapura ke Yani Firman yang merupakan Kepala Seksi Pemanfaatan Ruang pada Bidang Penataan Ruang Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang (BMPR) Provinsi Jawa Barat pada November 2017.

Beberapa waku kemudian pada bulan yang sama, Aher mengeluarkan keputusan di mana intinya ialah mendelegasikan pelayananan dan penandatanganan rekomendasi pembangunan Meikarta ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Pemprov Jabar.

Kepala Dinas PMPTSP Jawa Barat Dadang Mohamad pun memberikan rekomendasi pembangunan Meikarta kepada Pemkab Bekasi. Namun, Pemkab Bekasi harus menindaklanjuti sejumlah catatan.

Setelah rekomendasi keluar, pihak Lippo melalui 3 konsultannya memberikan sejumlah uang ke beberapa pejabat di Pemkab Bekasi.

Salah satunya kepada Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin sebesar 90 ribu dollar Singapura.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan Mantan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro sejumlah orang lainnya sebagai tersangka di kasus ini.

Billy Sindoro telah menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, pada Rabu (19/12/2018) kemarin.

Baca juga artikel terkait KASUS MEIKARTA atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Yandri Daniel Damaledo