Menuju konten utama

Kasus KRI Nanggala & Peremajaan Alutsista yang Tak Kunjung Berjalan

Hilangnya KRI Nanggala membuka kembali diskusi soal perlunya peremajaan alutsista.

Kasus KRI Nanggala & Peremajaan Alutsista yang Tak Kunjung Berjalan
FOTO ARSIP - Kapal Selam KRI Nanggala-402 melakukan "Sailing Pass" di Dermaga Ujung, Koarmatim, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (25/9/2014). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/rwa.

tirto.id - Kapal selam KRI Nanggala 402 masih belum ditemukan setelah hilang Rabu (21/4/2021) dini hari. Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengerahkan seluruh kemampuan mereka dalam mencari kapal selam buatan Jerman yang beroperasi sejak 1981 itu.

Hingga naskah ini ditulis, Kamis (22/4/2021) malam, setidaknya 21 kapal laut, 5 pesawat udara, dan 2 kapal selam dikerahkan TNI Angkatan Laut. Negara lain seperti Australia, Malaysia, Singapura, dan Korea Selatan ikut membantu pencarian.

Direktur Eksekutif Institute for Security and Strategic Studies Khairul Fahmi mengingatkan kembali bahwa hilangnya Nanggala adalah "insiden serius ketiga pada armada TNI AL". Kasus ini menurutnya menyingkap kembali permasalahan pengelolaan alat utama sistem senjata (alutsista) Indonesia.

Ada 2 KRI lain yang mengalami insiden selain Nanggala. Pertama adalah KRI Rencong-622 buatan Korea Selatan tahun 1979 yang terbakar dan tenggelam di Papua Barat pada September 2018; kemudian KRI Teluk Jakarta-541 buatan Jerman Timur tahun 1979 tenggelam di Jawa Timur pada Juli 2020.

Fahmi menyoroti apakah pemeliharaan maupun perawatan alutsista yang memang sudah tua itu memadai atau tidak. "Apakah sudah dibarengi dengan upaya pemeliharaan dan perawatan yang maksimal? Itulah yang harus dievaluasi, termasuk juga menjawab apakah alokasi anggaran sudah cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan tersebut," kata Fahmi kepada reporter Tirto, Kamis. "Anggaran kita belum bisa diandalkan untuk menjawab kebutuhan itu," tambahnya.

Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI juga menyoroti soal pemeliharaan dan modernisasi alutsista. Anggota Komisi I Sukamta kembali mengingatkan pentingnya pembaruan dan peremajaan alutsista. Sukamta bilang peremajaan dan pemeliharaan penting agar tidak menimbulkan masalah seperti insiden Nanggala di masa depan.

"Terlalu mahal harga nyawa anggota TNI kita, apalagi negara berkewajiban melindungi seluruh tumpah darah Indonesia. Jangan mereka menjadi korban akibat kelalaian peremajaan alutsista kita justru saat latihan," kata anggota DPR RI asal dapil DI Yogyakarta itu, Kamis.

Serupa, Wakil Ketua Komisi I Utut Adianto mengatakan kejadian Nanggala kembali menjadi alarm untuk peremajaan alutsista Indonesia. Ia kembali mengajak pemerintah, DPR, dan TNI untuk membahas hal tersebut secara serius.

"Ini adalah sinyal jelas bahwa alutsista perlu peremajaan. Kita tidak ingin melihat ini kembali terjadi. Kita tahu baik angkatan laut maupun angkatan udara kita alutsista[nya] sudah pada tua dan rusak," kata Utut, Kamis.

"Sekali lagi ini kebijakan besar, DPR ingin melihat TNI yang kuat, jadi saudara Menhan. Panglima TNI dan para kepala staf hendaknya duduk bareng dengan Menkeu dan tentu Bapak Presiden untuk merumuskan kita mau apa," ujar pria yang juga politikus PDIP itu.

Terkait semua kekhawatiran dan kritik tersebut, Panglima Hadi Tjahjanto mengatakan KRI Nanggala dalam kondisi layak beroperasi hingga 2022. "Sertifikat kelaikan masih tanggal 25 Maret tahun 2022. Jadi masih laik atau layak untuk melaksanakan kegiatan operasi," kata Hadi dalam konferensi pers di Bali, Kamis.

KRI Nanggala adalah kapal selam kedua milik Indonesia dengan kelas cakra. Kapal ini dipesan Indonesia pada 1977 dan mulai digunakan pada 1981. Media massa mencatat kapal ini dua kali menjalani perawatan. Pertama di Korea Selatan pada 2009 untuk menjalan overhaul. Kapal sepanjang 59,5 meter dan lebar 6,3 meter ini lantas kembali ke Komando Armada RI Kawasan Timur pada 2012. Perawatan kedua dilakukan pada 2020 di Jawa Timur.

Rencana Kemhan

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengatakan sejauh ini anggaran negara, yang tentu saja terbatas, lebih diutamakan untuk "pembangunan kesejahteraan". Di sisi lain, TNI harus selalu dalam posisi siaga sehingga mereka harus berlatih dengan alutsista yang ada. "Jangankan latihan perang, latihan biasa atau patroli biasa saja sudah mengandung bahaya. Ada kapal yang kena ombak sangat keras yang pecah di tengah laut," kata Prabowo, juga di Bali.

Pada akhirnya hal ini menimbulkan situasi "kemungkinan kecelakaan di darat, laut, udara itu adalah way of life daripada tentara. Risiko pekerjaan TNI ya menghadapi bahaya setiap hari," kata Prabowo.

Meski begitu bukan berarti rencana modernisasi alutsista tidak ada. Dia bilang "sedang merumuskan pengelolaan pengadaan alutsista untuk lebih tertib, lebih efisien." Dia menyebut Presiden Joko Widodo telah memerintahkannya untuk membuat rencana induk pertahanan.

"Insya Allah dalam 2-3 minggu ini kami akan bersama dengan Panglima TNI dan kepala staf merampungkan [dan] akan kami sampaikan kepada Presiden. Intinya memang kami akan investasi lebih besar tanpa memengaruhi usaha pembangunan kesejahteraan," kata Prabowo.

Baca juga artikel terkait KRI NANGGALA 402 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Rio Apinino