Menuju konten utama

Kasus Jaksa Pinangki, Lagu Lama Kongkalikong Aparat-Penjahat

Kongkalikong antara Jaksa Pinangki dengan terpidana Djoko Tjandra membuktikan mufakat jahat antara aparat dengan penjahat masih langgeng terjadi.

Kasus Jaksa Pinangki, Lagu Lama Kongkalikong Aparat-Penjahat
Tersangka kasus suap pengurusan pengajuan fatwa bebas Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari berjalan usai menjalani pemeriksaan di gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (2/9/2020). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/foc.

tirto.id - Kasus dugaan penerimaan suap dan gratifikasi di lingkaran Jaksa non-aktif Pinangki Sirna Malasari semakin panas. Kasus yang melibatkan terpidana korupsi cessie Bank Bali Djoko Tjandra itu menyeret tidak hanya jaksa Pinangki, tetapi sampai ke politikus dan advokat.

Kasus Pinangki terkuak setelah para aparat penegak hukum mulai mengejar buronan Djoko Tjandra yang berhasil mengajukan permohonan peninjauan kembali ke Indonesia tanpa diketahui.

Pada periode Juli 2020, beredar foto pertemuan antara jaksa dengan Djoko Tjandra. Jaksa tersebut diduga adalah Pinangki yang pada saat itu diketahui menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan.

Dalam pertemuan tersebut, Pinangki terlihat bersama Anita Kolopaking, pengacara Djoko Tjandra dan orang yang diduga sebagai Djoko Tjandra. Selain Pinangki, ada pula Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Nanang Supriatna.

Kejaksaan Agung kemudian bereaksi. Mereka langsung memeriksa Pinangki dan Nanang secara etik.

Pihak Kejaksaan Agung mengambil alih berkas pemeriksaan etik Nanang dari Kejaksaan Tinggi Jakarta dan langsung memeriksa etik Pinangki. Berdasarkan hasil pemeriksaan, Kejaksaan Agung menemukan indikasi Pinangki melanggar etik dengan bertemu Anita dan pria yang disebut sebagai Djoko Tjandra.

“Ternyata telah ditemukan adanya bukti permulaan pelanggaran disiplin oleh terlapor Pinangki Sirna Malasari. Sehingga ditingkatkan pemeriksaannya menjadi inspeksi kasus,” kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono, Rabu (29/8/2020).

Kala itu, Pinangki diduga melanggar etik dengan melakukan perjalanan ke luar negeri sebanyak 9 kali dalam tahun 2019. Ia pun dinyatakan bertemu dengan Djoko Tjandra.

Aktivis antikorupsi Bonyamin Saiman tidak puas. Pria yang merupakan Koordinator Masyarakat Antikorupsi (MAKI) itu membawa dokumen penerbangan Pinangki dan Anita ke Kualalumpur pada tanggal 30 Agustus 2020. Kala itu, Bonyamin menegaskan, “kami meminta Komisi Kejaksaan untuk membuat rekomendasi pemecatan dengan tidak hormat dari PNS terhadap Pinangki apabila terbukti dugaan pertemuan Pinangki dengan Djoko Tjandra”.

Menkopolhukam Mahfud MD justru berbicara lebih jauh. Dalam tayangan Kompas TV pada 30 Agustus 2020, Mahfud memang mengapresiasi langkah Kejaksaan Agung yang mencopot Pinangki, tetapi ia meminta agar Pinangki diproses secara pidana,”Itu harus segera diselidiki proses pidananya karena itu telanjang sekali ada permainan hukum pidana di sini,” kata Mahfud.

Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan pun langsung menyerahkan berkas etik Pinangki ke Direktorat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus pada Senin, 10 Agustus 2020. Pinangki resmi diumumkan sebagai tersangka pada Rabu (12/10/2020).

Ia disangka melanggar pasal 5 ayat 2 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam pengumuman pada hari itu, Hari menyatakan, “diduga ada peran PSM untuk mengondisikan dan mengatur upaya hukum tersebut, bahkan tersangka PSM melakukan pertemuan dengan terpidana Djoko Soegiarto Tjandra di Malaysia bersama-sama dengan Anita Kolopaking".

Pinangki Diperlakukan Istimewa

Usai mendapat tekanan publik, Pinangki baru muncul setelah berminggu-minggu kasus Djoko Tjandra ramai. Padahal nama Pinangki sudah santer disebut terlibat dalam pemufakatan untuk lancarkan urusan Djoko Tjandra. Ada isu mencuat Pinangki yang merupakan anggota Bhayangkari jadi alasan ia diperlakukan istimewa.

Terlepas dari proses penyidikan yang lelet terhadap Pinangki, penetapan Pinangki sebagai tersangka korupsi pun menimbulkan drama tersendiri. Dalam konferensi pers pengumuman status tersangka dan penahanan Pinangki Rabu (12/8/2020), Pinangki diduga menerima uang sebesar 500 ribu dollar AS atau setara dengan Rp7,3 miliar (kurs Rp14.633) dalam pengondisian keberhasilan PK terpidana Djoko Tjandra.

Namun, kasus semakin melebar setelah penyidik menemukan dugaan bahwa keterlibatan Pinangki dalam rangka menunda eksekusi putusan pidana Djoko Tjandra. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Ardiansyah, dalam keterangan kepada wartawan pada Kamis (28/8/2020).

Febrie menuturkan kalau Pinangki diduga berperan untuk meminta fatwa ke Mahkamah Agung untuk menunda eksekusi perkara Djoko Tjandra.

"Ini kan antara pembicaraan Pinangki dan Djoko Tjandra bahwa ini akan diurus fatwanya yang isinya supaya nanti tidak dieksekusi ternyata ada pemberian janji dan uang. Sebagai jaksa kan, bertentangan dengan statusnya," kata Febrie.

Saat ini, penyidik menduga, konstruksi kasus Pinangki adalah berawal dari pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung. Kemudian, Djoko Tjandra memutuskan mundur setelah melihat kejanggalan dalam upaya pengurusan fatwa di MA. Djoko Tjandra lantas menggunakan advokat Anita Kolopaking untuk mengurus peninjauan kembali di MA.

“Prosesnya Pinangki itu jualannya fatwa, Anita masuk sendiri menawarkan PK, berjalan lah proses itu,” kata Febrie, Kamis (3/9/2020).

Harta Kekayaan Disita

Selain masalah fee, penyidikan kasus Pinangki mulai mengarah pada pencucian uang. Penyidik menyita mobil BMW milik Pinangki kemudian menggeledah 4 tempat untuk mencari bukti pencucian uang. Keempat tempat terdiri atas dua apartemen di daerah Sentul, Bogor dan Jakarta, termasuk dealer mobil.

"Kenapa dilakukan penggeledahan? Ini terkait sangkaan TPPU terhadap Jaksa Pinangki,” kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah di Gedung Bundar Jampidsus, Jakarta, Selasa.

Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Pinangki pada 31 Maret 2019, keberadaan apartemen dan mobil BMW Pinangki memang belum dilaporkan. Sebagai catatan, laporan pada tanggal 31 Maret 2019 atau laporan periodik 2018 itu, total harta Pinangki mencapai Rp6.838.500.000.

Apabila dirinci, data harta tanah dan bangunan Pinangki mencapai Rp6.008.500.000 yang terdiri atas tanah dan bangunan seluas 364 meter persegi/234 meter persegi di Bogor dengan nilai Rp4 miliar; tanah dan bangunan di Jakarta Barat seluas 500 meter persegi/360 meter persegi dengan nilai Rp1,258 miliar; serta tanah dan bangunan seluas 120 meter persegi/72 meter persegi di Kota Bogor senilai Rp750 juta.

Kemudian, harta bergerak yang dimiliki Pinangki ada tiga, yakni satu mobil Nissan Teana (2010) seharga Rp120 juta, satu mobil Toyota Alphard (2014) senilai Rp450 juta; dan satu mobil Daihatsu Xenia (2013) seharga Rp60 juta.

Apabila dikomparasikan dengan pelaporan harta di tahun 2009, harta tidak bergerak Pinangki yang bertambah adalah bangunan seluas 120 meter persegi/72 meter persegi di Kota Bogor.

Sementara itu, Pinangki yang melapor kala itu sebagai jaksa seksi tindak pidana khusus Kejaksaan Negeri Cibinong hanya memiliki mobil Nissan X-Trail (2003) seharga Rp175 juta, mobil Honda Civic (2007) senilai Rp275 juta; dan motor Honda Supra (2006) senilai Rp10 juta.

Febrie, dalam wawancara kepada wartawan, Kamis (3/9/2020) menyatakan kalau Pinangki mendapat banyak barang selain mobil. “Nanti sidang pasti dibuka,” kata Febrie.

Ada Tersangka Lain, Selain Pinangki

Tidak hanya masalah pencucian uang, penyidik pun menyasar pihak-pihak yang berkaitan dengan Pinangki dalam kasus ini. Penyidik menetapkan dua tersangka baru dalam kasus Pinangki, yakni Djoko Tjandra dan Andi Irfan.

Djoko Tjandra ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan pemberi uang suap kepada Pinangki. Sementara itu, Irfan ditetapkan sebagai tersangka karena diduga sebagai perantara dalam pusaran korupsi Pinangki.

"Dugaannya sementara ini tidak langsung kepada oknum jaksa tetapi diduga melalui tersangka yang baru ini," kata Hari, Rabu (2/9/2020) sebagaimana disiarkan Youtube Kejaksaan RI.

Penyidik juga mulai menyasar kepada Anita Kolopaking, kuasa hukum Djoko Tjandra dalam perkara peninjauan kembali. Sebab, penyidik menduga Anita ikut menerima uang dari pengurusan fatwa. “Sementara ini dia menerima sebesar 50 ribu US dollar, 500 juta kalau dirupiahkan,” kata Febrie.

Meski mulai menjerat pelaku yang berperan dalam kasus korupsi Pinangki, penyidik terancam menemukan sejumlah hambatan dalam mengungkap kasus lebih luas. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Ali Mukartono menyebut kalau penghubung antara Pinangki dengan Djoko Tjandra dikabarkan meninggal dunia.

"(Penghubung) ini baru saya selidiki, karena ada indikasi yang bersangkutan meninggal. Baru saya pastikan benar meninggal atau tidak," kata Ali Mukartono di Gedung Bundar, Kamis (3/9/2020).

Febrie pun menerangkan, kabar meninggalnya penghubung Djoko Tjandra yang bernama Hariyadi masih didalami penyidik. Hariyadi sendiri belum pernah diperiksa penyidik Kejaksaan Agung. Sebab, informasi penghubung meninggal dilontarkan langsung Djoko Tjandra.

Rangkaian kasus Pinangki justru membuat Bonyamin semakin yakin agar kasus Pinangki ditangani KPK. Kepada reporter Tirto, Jumat (4/9/2020), Bonyamin melihat isu meninggal Hariyadi hingga pelimpahan berkas dilakukan secara buru-buru setelah diketahui tidak ada surat permintaan supervisi kepada KPK dalam kasus Pinangki.

“Proses yang buru-buru dilempar ke jaksa penuntut karena menghindari penyidik KPK,” kata Bonyamin. Ia mengatakan, Mahfud sebenarnya sudah sepakat agar kasus Pinangki disupervisi, tetapi Kejaksaan Agung justru langsung melemparkan berkas Pinangki ke penuntut umum sementara kasus TPPU Pinangki dan pihak pemberi maupun penerima dalam kasus fatwa belum jelas.

“Itu artinya memang tidak patuh terhadap perintahnya Pak Mahfud, artinya ada dugaan ada yang dilindungi dan ditutupi,” tandas Bonyamin.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher & Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher & Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Andrian Pratama Taher & Selfie Miftahul Jannah
Editor: Restu Diantina Putri