Menuju konten utama

Kasus Herman Hery: Apakah Anggota Dewan Punya Bodyguard?

Anggota dewan tidak dilarang memiliki pengawal pribadi atau bodyguard dan tak ada payung hukum yang mengatur.

Kasus Herman Hery: Apakah Anggota Dewan Punya Bodyguard?
Suasana rapat paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/4/2018). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

tirto.id - Herman Hery, anggota Komisi III DPR RI, dilaporkan oleh Ronny Yuniarto Kosasih ke Polres Jakarta Selatan. Hery, yang berasal dari fraksi PDIP, dituduh atas dugaan melakukan penganiayaan pada Minggu (10/6/2018) lalu.

Ronny, seorang warga mengaku dianiaya Herman dan ajudannya. Ia mengalami luka di beberapa bagian tubuh termasuk jari hingga patah. Hasil visum akan keluar pada 24 atau 25 Juni di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP).

Istri Ronny, Iris Ayuningtyas, juga menjadi korban ketika berusaha melerai pengeroyokan tersebut. Ia ditendang ketika berusaha melindungi kepala suaminya. Kaki kiri, kedua lengan, dan rahangnya cedera.

Tirto mencoba menghubungi Herman Hery untuk meminta tanggapan terhadap tuduhan kepadanya, Herman Hery hanya menjawab singkat. “Cek yang benar dulu, cek ke polres dulu, jangan menuduh orang tanpa alat bukti, oke?” kata Herman saat dihubungi Tirto, pada Kamis malam (21/6/2018).

Namun, kejadian tersebut memunculkan pertanyaan: apakah memang boleh anggota legislatif mempunyai ajudan—atau dalam kasus ini lebih cocok disebut bodyguard?

Aspek Legal

Anggota Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR, Irma Suryani Chaniago, mengatakan tidak ada fasilitas pengawal pribadi bagi setiap anggota DPR RI, yang ada hanya staf administrasi dan tenaga ahli. Ini diatur dalam Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf Administrasi.

"Ngapain sih anggota DPR pakai bodyguard segala? Rakyatnya malah takut nanti," kata Irma kepada Tirto, Jumat (22/6/2018).

Pernyataan Irma sesuai dengan Pasal 29 dan 32 peraturan tersebut. Pasal 29 menjelaskan tentang tugas tenaga ahli dan Pasal 32 menjelaskan tentang tugas staf administrasi. Dari semua tugas yang tercantum, memang tidak ada sama sekali yang menyatakan memberikan perlindungan keamanan kepada anggota dewan.

Tugas tenaga ahli hanya mendampingi anggota dalam rapat, menyusun telaah kajian dan mendampingi anggota ke Daerah Pemilihan (Dapil). Sementara staf administrasi bertugas menerima dan menyampaikan informasi dari Sekretariat Jenderal DPR, menyampaikan surat kepada anggota yang bersangkutan, menyusun jadwal kerja serta menyeleksi dan menerima tamu.

Memang ada pengecualian dalam aturan ini. Pimpinan DPR mendapat fasilitas tambahan berupa protokoler dan pengamanan. Namun itu tidak diatur oleh DPR, melainkan Peraturan Kepala Polri Nomor 4 Tahun 2017.

"Kalau itu negara sendiri yang memang memfasilitasi. Menteri dan pimpinan lembaga lainnya juga dapat itu," kata Irma.

Berbeda di Lapangan

Pada praktiknya, ada anggota dewan yang memiliki pengawal pribadi. Hal ini dikatakan oleh salah seorang tenaga ahli anggota DPR RI yang tidak mau disebutkan namanya. Ia mengaku memang jumlahnya tak banyak anggota DPR yang punya pengawal pribadi.

"Kalau dihitung ya sedikit yang memang punya bodyguard. Kebanyakan sama tenaga ahli atau asisten pribadi saja. Ada juga anggota yang sukanya sendirian. Kalau punya [pengawal] berarti mereka cari sendiri dan bayar pakai uang sendiri karena tidak ada slotnya dari DPR," katanya kepada Tirto.

Beberapa tenaga ahli yang juga tidak mau disebutkan namanya mengatakan hal serupa. Meski begitu mereka enggan menyebut siapa anggota yang dimaksud. Pengawal ini tidak pernah mendampingi bila atasannya sedang bertugas di DPR. Biasanya pengawalan dilakukan di luar kompleks parlemen.

Salah satu anggota dewan yang mengaku tidak punya pengawal adalah Adies Kadir dari fraksi Golkar. "Saya tidak pernah punya bodyguard. Polisi ya paling voorijder. Itu lumrah," kata Adies.

Pengakuan yang sama dikatakan anggota dari fraksi PDIP, Eddy Kusumawidjaya. Ia merasa memang tidak butuh fasilitas itu. "Yang temani saya ya selalu sopir. Kadang aspri atau tenaga ahli DPR kalau ke Dapil," kata Eddy.

Mengenai kemungkinan anggota DPR benar-benar memiliki pengawal pribadi, Irma mengatakan hal tersebut adalah hak masing-masing anggota. Menurutnya sepanjang menggaji pengawal pribadi menggunakan uang pribadi, hal tersebut tidak masalah.

Bisnis Bodyguard

Terlepas dari kasus Herman Hery dan Ronny Yuniarto Kosasih, bisnis bodyguard memang punya pasar tersendiri di Indonesia.

Dalam laporan Tirto, Agustus 2016, yang berjudul Menguak Bisnis Bodyguard, Simeon Egi Perdana, direktur operasional PT Rajawali Siaga, menyebut setidaknya ada 500 orang anggota yang siap dipekerjakan sebagai tenaga keamanan.

"Personel kami ada yang mantan atlet, anggota ormas, dan sampah masyarakat (napi)," katanya.

Infografik CI Ajudan atau bodyguard anggota dewan

Klien mereka dari beragam profesi, meski sama-sama kalangan atas. Egi mengatakan, klien mereka termasuk pemimpin perusahaan, bupati, gubernur, dan anggota dewan. Asal mampu membayar, semua dilayani.

Tarifnya beragam, tergantung kondisi. Jika pengamanan ringan, maka cuma butuh uang Rp200 ribu hingga Rp500 ribu per orang per hari. Sementara jika yang dijaga adalah VIP dan VVIP semisal pejabat atau pimpinan perusahaan, ia memasang tarif antara Rp500 ribu sampai Rp1,5 juta per orang per hari.

Ketua Umum Asosiasi Badan Usaha Jasa Pengamanan Indonesia (Abujapi) Adi Mahfudz MH mengatakan jasa pengamanan memang bisnis yang "empuk" mesti risikonya tinggi. Pengawal pribadi lebih menguntungkan ketimbang satpam yang melekat/menjaga tempat tertentu.

Baca juga artikel terkait KASUS PENGEROYOKAN atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Rio Apinino