Menuju konten utama

Kasus Ekspor Benur Edhy: KPK Panggil Pejabat Pemprov Bengkulu

KPK panggil pejabat di Pemprov Bengkulu Isnan Fajri sebagai saksi untuk tersangka Edhy Prabowo pada Jumat (29/1/2021).

Kasus Ekspor Benur Edhy: KPK Panggil Pejabat Pemprov Bengkulu
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo (kedua kanan) ersiap menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (14/12/2020). ANTARA FOTO/Reno Esnir/rwa.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Kepala Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Bengkulu Isnan Fajri dalam penyidikan kasus suap perizinan ekspor benih lobster (benur) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Kasus ini melibatkan Edhy Prabowo selaku menteri di Kabinet Indonesia Maju.

"Yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi untuk tersangka EP (Edhy Prabowo/mantan Menteri Kelautan dan Perikanan)" kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (29/1/2021).

Pada Senin (18/1/2021), KPK juga telah memeriksa Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah dan Bupati Kaur, Bengkulu Gusril Pausi sebagai saksi dalam penyidikan kasus tersebut untuk tersangka Edhy dan kawan-kawan.

Untuk Rohidin dikonfirmasi terkait rekomendasi usaha lobster di Provinsi Bengkulu untuk PT Dua Putra Perkasa (DPP) yang diajukan oleh tersangka Direktur PT DPP Suharjito.

Sedangkan Gusril dikonfirmasi rekomendasi usaha lobster dan surat keterangan asal benih lobster di Kabupaten Kaur yang diperuntukkan untuk PT DPP yang diajukan oleh tersangka Suharjito.

KPK total menetapkan tujuh tersangka dalam kasus tersebut. Sebagai penerima suap, yaitu Edhy Prabowo, Staf Khusus Edhy sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF), Staf Khusus Edhy Prabowo sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Misanta Pribadi (AMP), Amiril Mukminin (AM) dari unsur swasta/sekretaris pribadi Edhy, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), dan Ainul Faqih (AF) selaku staf istri Edhy.

Sedangkan tersangka pemberi suap, yakni Suharjito yang telah rampung penyidikannya dan akan segera disidang dalam perkara itu.

Edhy diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benur menggunakan perusahaan "forwarder" dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.

Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benur itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.

Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy dan istrinya Iis Rosita Dewi, Safri serta Andreau.

Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istrinya di Honolulu, AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, dan baju Old Navy.

Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.

Baca juga artikel terkait SUAP EKSPOR BENUR

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Editor: Abdul Aziz