Menuju konten utama

Kasus Corona DIY Melonjak di Tengah Rencana Work from Yogyakarta

Kemenparekraf bersama Dinas Pariwisata DIY sedang mempersiapkan program ‘work from Yogyakarta’ atau bekerja dari Yogyakarta.

Kasus Corona DIY Melonjak di Tengah Rencana Work from Yogyakarta
Suasana sepi kawasan wisata Malioboro, Yogyakarta, Senin (6/4/2020).ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/hp.

tirto.id - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) bersama Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sedang mempersiapkan program "Work from Yogyakarta" atau bekerja dari Yogyakarta. Namun, program yang bertujuan untuk membangkitkan perekonomian itu kini beriringan dengan kenaikan kasus COVID-19 di Yogyakarta.

Para epidemiolog mempertanyakan kepatutan kebijakan pemerintah yang menggalakkan program "Work from Yogyakarta" saat kasus COVID-19 di daerah tersebut sedang melonjak. Dalam tiga hari terakhir penambahan kasus selalu di atas 400. Kenaikkannya sangat tinggi dibanding bulan Mei yang penambahannya hanya 94 sampai paling tinggi 269 kasus.

Epidemiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Riris Andono Ahmad mengatakan dengan program "Work from Yogyakarta" itu dapat menyebabkan dua kemungkinan. Pertama, orang-orang yang "Work from Yogyakarta" berada di hotel atau destinasi wisata untuk bekerja itu tidak akan meningkatkan kasus COVID-19 selama tidak meningkatkan mobilitas di Yogyakarta.

Kedua, orang-orang yang datang untuk bekerja dari Yogyakarta itu akan makin rentan terpapar COVID-19 saat penularan dan kasus di Yogyakarta tinggi.

“Justru bisa jadi mereka punya risiko lebih besar untuk terkena COVID-19 di Yogyakarta dan jadi beban sistem kesehatan di Yogyakarta,” ujar Riris melalui sambungan telepon, Minggu (13/6/2021).

Atas dua kemungkinan itu, kata Riris, pemerintah seharusnya mengkaji dan mempertimbangkan, apakah program tersebut patut dilakukan saat ini.

“Saya rasa di sisi yang lain kita bicara tentang apakah ini patut dilakukan sekarang atau tidak,” kata Riris.

“Saat transmisinya sedang sangat tinggi di Yogyakarta. Mereka yang datang mungkin tidak menyebabkan peningkatan kasus jauh besar, tetapi apakah ini saat yang tepat untuk melakukan itu. Sebagai sebuah kepatutan saat orang Yogyakarta diimbau mengurangi mobilitas,” imbuhnya.

Apabila kebijakan seperti ini dijalankan, menurut Riris, justru akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap upaya penanganan COVID-19 yang dilakukan pemerintah. Oleh karena itu, Riris bilang, program Work from Yogyakarta perlu untuk dikaji ulang, atau ditunda pelaksanaannya sampai kasus COVID-19 di Yogyakarta kembali melandai.

“Minimal [kasus COVID-19] turun lagi ke dalam suatu yang sudah kita anggap sebagai jumlah kasus rutin harian, kalau di Yogyakarta rutin hariannya sejak Idul Adha tahun lalu 100-an. Sekarang pertambahannya 400-an per hari. Kalau itu bisa diturunkan baru kita bisa melakukan sesuatu yang kita anggap lebih diterima untuk meningkatkan mobilitas,” ujarnya.

Epidemiolog asal Indonesia di Griffith University Australia Dicky Budiman kepada reporter Tirto, Minggu (13/6/2021) juga meminta agar pemerintah mengkaji ulang program Work form Yogyakarta ataupun Bali di tengah kasus COVID-19 yang melonjak.

“Ini tidak tepat. Berbahaya dan tidak peka karena kasus COVID-19 sedang meningkat,” kata Dicky.

Program Work from Yogyakarta, Bali dan sebagainya, kata Dicky, pada intinya membuat mobilitas orang semakin meningkat. Maka potensi virus menyebar juga makin tinggi.

“Kita ini seharusnya lebih membatasi mobilitas, bahkan kantor-kantor BUMN dan pemerintahan itu harusnya bekerja dari rumah. Mereka digaji negara seharusnya berkontribusi mengurangi pergerakan manusia,” ujarnya.

Dicky mengingatkan jangan sampai mereka yang misalnya work from Yogyakarta menjadi work from hospital karena terpapar COVID-19.

Protokol Kesehatan Ketat

Sebelumnya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengatakan program Work from Bali juga akan diterapkan di daerah-daerah lain seperti DIY. Menurutnya, DIY memiliki potensi dan bisa menjadi contoh daerah lain dalam menyiapkan program tersebut.

“Daerah Istimewa Yogyakarta juga sedang mengembangkan [work from Yogyakarta]. Dan juga bisa menjadi percontohan karena per kuartal pertama Yogyakarta ekonominya sudah plus 6 persen. Sudah bisa menggerakkan ekonomi dan lapangan kerja seluas-luasnya,” kata Sandiaga saat Weekly Press Briefing secara daring, pada Senin, (7/6/2021).

Kepala Dinas Pariwisata DIY Singgih Raharjo memastikan program "Work from Yogyakarta" akan berjalan sesuai rencana yakni mulai Juli 2021.

“Iya [target Juli 2021], dari kemarin itu sudah jalan sebetulnya beberapa kementerian ada yang sudah melaksanakan paket meeting dengan full protokol kesehatan,” kata Singgih melalui sambungan telpon, Minggu.

Agar program ini berjalan pihaknya memberlakukan protokol kesehatan secara konsisten, dan memilih tempat-tepat mulai dari hotel, restoran dan destinasi wisata yang telah memiliki sertifikasi Clean, Health, Safety and Environment (CHSE). Total, kata Singgih, di Yogyakarta ada 269 tempat yang telah memiliki sertifikat tersebut.

Terkait dengan adanya peningkatan kasus COVID-19 di Yogyakarta dalam beberapa hari terakhir menurutnya tak akan terlalu berpengaruh terhadap program ini.

“Kalau kemarin saya mengamati dari sisi lonjakan itu klasternya dimana saja bisa di lihat mulai dari klaster tahlilan, takziah, dan sebagainya. Sehingga kalau dari sektor pariwisata kita tetap waspada tetapi program yang sudah kita persiapkan saya kira tetap berjalan,” ujarnya.

Terlebih kata Singgih, bagi mereka yang nantinya hendak Work from Yogyakarta akan melalui pemindaian yang ketat dan berlapis. Selain pemindaian sebagai syarat perjalanan ketika menggunakan transportasi umum, sesampainya di Yogyakarta ketika mereka di Hhtel dan melakukan rapat juga disyaratkan hasil tes antigen atau genose.

“Kita enggak mau main-main kita sangat menjaga betul, agar tidak ada klaster pariwisata. Jadi kita harus hati-hati,” kata Singgih.

Baca juga artikel terkait PANDEMI CORONA atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Maya Saputri