Menuju konten utama

Kasus Baiq Nuril, Jaksa Agung Perintahkan Tidak Buru-buru Eksekusi

Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menyatakan kasus Baiq Nuril sudah inkrah namun jadwal eksekusi tidak terburu-buru dilakukan.

Kasus Baiq Nuril, Jaksa Agung Perintahkan Tidak Buru-buru Eksekusi
Jaksa Agung HM Prasetyo (tengah) menerima surat permohonan dari Anggota DPR Fraksi PDIP Rieke Diah Pitaloka (kanan) dan terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Baiq Nuril Maknun (ketiga kiri) seusai melakukan pertemuan di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (12/7/2019). tirto.id/Andrey Gromico.

tirto.id - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menyatakan sebelum ada permohonan penangguhan penahanan terhadap Baiq Nuril, jadwal eksekusi pun belum dilakukan.

Ia mengaku mengikuti perkembangan proses perkara ini, serta meminta pihak kejaksaan tidak bergegas melaksanakan putusan.

"Saya sudah perintahkan Kejaksaan Negeri Nusa Tenggara Barat jangan dahulu berbicara soal eksekusi, kami tidak buru-buru melaksanakan. Apalagi sekarang ini, saya nyatakan bahwa eksekusi belum akan dilaksanakan," ucap Prasetyo di kantor Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Jumat (12/7/2019).

Pihak DPR, lanjut dia, sudah mengatakan ketika presiden akan memberikan amnesti maka DPR akan menimbang secara hukum dalam penerapan hak prerogatif presiden.

"Proses hukum sudah selesai, menanti kebijakan Presiden. Saya tahu persis, ketika saya laporkan beliau, beliau akan berikan amnesti," tutur Prasetyo.

Amnesti ialah hak prerogatif presiden untuk memberikan peniadaan proses hukum, baik tahap penyidikan, penuntutan, atau sudah berkeputusan hukum tetap. "Untuk amnesti, perlu pertimbangan DPR," sambung dia.

Sementara itu, anggota Komisi VIII DPR Rieke Diah Pitaloka yang juga merupakan penjamin Nuril mengatakan pihak DPR siap menunggu keputusan Presiden Joko Widodo. "Insyaallah siap, hanya menunggu surat dari presiden," kata dia.

Nuril dihukum 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan karena melanggar 27 ayat (1) UU ITE. Hal ini terjadi usai permohonan PK ditolak oleh hakim Mahkamah Konstitusi pada 4 Juli 2019. Nuril, korban pelecehan seksual verbal yang merekam pelecehan terhadapnya.

Perempuan yang sebelumnya bekerja sebagai staf tata usaha SMAN 7 Mataram ini adalah korban pelecehan verbal oleh Muslim, yang tak lain kepala sekolah di tempatnya bekerja. Suatu ketika Baiq Nuril merekam percakapan telepon mereka.

Rekaman itu lalu diberikan ke Imam Mudawin, lalu diteruskan ke dinas pendidikan dan DPRD setempat, juga disebar acak. Muslim dimutasi, tapi dia membalas dengan melaporkan Nuril--bukan Imam--ke polisi atas tuduhan melanggar pasal 27 ayat (1) UU ITE.

Baca juga artikel terkait KASUS BAIQ NURIL atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri