Menuju konten utama

Kasus Asabri: Pemerintah Didorong Bentuk Lembaga Anti-Fraud

Pengamat asuransi Irvan Rahardjo menilai pemerintah perlu membentuk lembaga anti-fraud menyusul adanya kasus Jiwasraya dan Asabri.

Kasus Asabri: Pemerintah Didorong Bentuk Lembaga Anti-Fraud
Dirut PT ASABRI (Persero) Sonny Widjaja, Direktur SDM dan Umum Herman Hidayat, Direktur Investasi dan Keuangan Hari Setianto dan Direktur Operasional Adiyatmika, menyentuh monitor bersama saat peluncuran logo baru, di Bogor, Senin (26/2/2018). ANTARA FOTO/Audy Alwi

tirto.id -

Dugaan fraud di PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) mencuat di tengah sorotoan publik atas dugaan korupsi Jiwasraya.

Pengamat asuransi Irvan Rahardjo menilai, pemerintah perlu lembaga khusus agar korporasi swasta dan pemerintah tak mengalami kondisi serupa seperti Jiwasraya dan Asabri.

"Harus ada tata kelola yang baik manajemennya dan reach compliance. Kemudian pemerintah perlu membentuk lembaga anti fraud. Anti penggelapan," ujarnya saat dihubungi Tirto, Senin(13/1/2020).

Menurut Ivan, pengelolaan investasi terutama di perusahaan-perusahaan pelat merah masih minim dari pengawasan dan membuka celah terjadinya kecurangan.

Padahal, perusahaan asuransi seperti Jiwasraya dan Asabri wajib menempatkan asetnya dalam instrumen investasi seperti surat utang negara, deposito berjangka, reksadana hingga saham.

"Kalau di undang-undang anti monopoli itu ada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Nah ini lembaga anti fraud ini tugasnya untuk mendeteksi kecurangan kecurangan penggelapan permainan saham di korporasi. Maupun BUMN," terangnya.

Lembaga anti fraud tersebut juga dibutuhkan lantaran selama ini kewenangan pengawasan terhadap investasi tak berada di satu lembaga.

Kasus Asabri, misalnya, tak disebut tak masuk radar OJK karena monitoring ;dan pengawasannya dilakukan oleh lembaga eksternal dan internal.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 102 tahun 2015, pengawas eksternal Asabri antara lain Inspektorat Jenderal Kementerian Pertahanan, Inspektorat Pengawasan Umum Mabes Polri, dan

Inspektorat Jenderal TNI, Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, dan Auditor independen.

"Karena fraud ini kan tidak terjangkau oleh keuangan BPKP inspektorat Jendral di masing-masing kementerian. Satuan masing-masing di interen perushaan itu kan mereka masing-masing bekerja dengan standar akuntasi yang normal. Jadi harus ada lembaga anti fraud," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait KASUS ASABRI atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Hendra Friana