Menuju konten utama

Kasus Asabri: Kuasa Hukum Benny Tak Tahu Ada Aliran Dana ke Bitcoin

Kuasa hukum Benny Tjokro mengaku tidak tahu ada aliran dana dugaan korupsi PT Asabri ke dalam bentuk bitcoin.

Kasus Asabri: Kuasa Hukum Benny Tak Tahu Ada Aliran Dana ke Bitcoin
Terdakwa Komisaris PT Hanson International Benny Tjokrosaputro alias Bentjok berjalan meninggalkan ruangan usai menjalani pemeriksaan oleh Penyidik Kejaksaan Agung di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (14/8/2020). ANTARA FOTO/Reno Esnir/nz

tirto.id - Bob Hasan, Kuasa hukum Benny Tjokro mengaku tidak tahu ada aliran dana dugaan korupsi PT Asabri ke dalam bentuk bitcoin. "Wah, saya baru tahu ada tudingan tersebut. Kami pun tidak tahu ada aliran dana ke bitcoin," kata Bob Hasan dalam keterangan pers di Jakarta, Rabu (21/4/2021).

Bob Hasan menilai pernyataan Direktur Penyidikan Jampidsus Febrie Ardiansyah baru-baru ini tentang adanya aliran dana dugaan korupsi PT Asabri ke dalam bentuk bitcoin itu sebagai opini pribadi dari penyidik.

Hal tersebut, menurut dia, karena kejaksaan hingga saat ini belum menyelesaikan perhitungan kerugian negara.

Sementara itu, pakar hukum pidana Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad mengatakan bahwa Dirdik seyogianya tidak membuat kemungkinan opini pada proses yang masih prematur.

"Meski dalam kerangka transparansi, membuat opini yang salah dikhawatirkan bisa menjadi bumerang bagi institusi kejaksaan. Penegakan hukum tidak boleh dibumbui dengan opini," kata Suparji.

Ia pun menyarankan agar kejaksaan dalam memberikan pernyataan harus menjaga objektivitasnya sebagai penegak hukum, kemudian pernyataan penyidik juga harus memperhitungkan dampak negatif pada politik, sosial, dan ekonomi.

Menurut dia, jika tidak ada kaitannya dengan kejahatan, maka penyidik tidak boleh sembarangan beropini maupun menyita. Masalahnya, penegakan hukum oleh aparat penegak hukum tak boleh mengganggu sektor perekonomian.

Pakar hukum Universitas Pelita Harapan Rizky Karo-Karo mengatakan penegak hukum yang menangani kasus Asabri maupun Jiwasraya sejatinya dalam melakukan tugas dan kewenangan harus berdasar bukti permulaan yang cukup, minimal terdapat dua alat bukti dalam hukum acara pidana.

"Penegak hukum pun wajib tidak melupakan asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) hingga akhirnya terdapat putusan peradilan dari hakim pemeriksa perkara a quo yang telah berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde)," katanya.

Baca juga artikel terkait KASUS ASABRI

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Editor: Abdul Aziz