Menuju konten utama

Kasus Abdul Somad, Tepatkah Bicara Soal Akidah Dipidanakan?

Ahli hukum menilai ceramah Abdul Somad bukan tindak pidana lantaran ajaran agama tak bisa diadili. Selain itu, ceramah juga disampaikan di kalangan terbatas.

Kasus Abdul Somad, Tepatkah Bicara Soal Akidah Dipidanakan?
Dai Ustad Abdul Somad memberikan tausyiah pada Doa dan Tasyakuran Pilkada Damai di Masjid Assaadah Polda Sumsel, Palembang, Jumat (3/8/2018). ANTARA FOTO/Feny Selly

tirto.id - Video ceramah Ustaz Abdul Somad (UAS) yang mengomentari soal salib menuai sorotan publik lantaran dinilai menyinggung umat Kristen. Atas ceramahnya itu, Somad dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia.

Selain itu, Somad juga dilaporkan oleh Komunitas Horas Bangso Batak ke ke Polda Metro Jaya dan Brigade Meo Nusa Tenggara Timur (NTT) ke Polda NTT.

Somad pun mengklarifikasi ceramahnya tiga tahun lalu itu lewat video yang diunggah kanal YouTube FSRMM TV. Menurut Somad, konteks ucapannya tersebut adalah menjawab pertanyaan salah satu jemaah yang hadir di sana.

"Saya sedang dilaporkan ke Polda NTT karena dianggap penistaan agama. Sudah baca beritanya? Pertama, itu saya menjawab pertanyaan. Bukan saya membuat-buat untuk merusak hubungan. Nih, perlu dipahami dengan baik," kata Somad dalam video tersebut, Ahad (18/8/2019).

Somad juga menjelaskan ceramah yang direkam dalam video untuk internal umat muslim saja. Ia mengatakan kajian tersebut bersifat tertutup dan tidak digelar di lapangan terbuka.

Dinilai Bukan Pidana

Namun, ceramah yang disampaikan Somad dinilai bukan tindak pidana oleh Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar. Ia beralasan ajaran agama yang bersifat subjektif adalah konsumsi internal, maka tidak bisa dibawa ke ranah hukum karena sama saja akan mengadili sebuah ajaran.

"Hukum pidana itu mengadili perbuatan orang, bukan pikiran apalagi ajaran. Ajaran nilai yang bersifat subjektif menjadi konsumsi internal, tidak boleh dan tidak bijak jika disampaikan pada forum terbuka," kata Fickar Hadjar saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (20/8/2019).

Atas dasar itu, Fickar menilai Somad tidak memenuhi unsur penodaan agama sebagaimana diatur dalam Pasal 156A KUHP. Ia juga mengatakan persoalan ini tidak tepat dibawa ke ranah hukum.

"Dapat dipastikan penuntutan ini bukan dilakukan atas proses hukum murni, tapi ditumpangi kepentingan tertentu. Yang mengkhawatirkan justru ada tujuan lain yang mengganggu perdamaian Indonesia pasca pemilu. Penegak hukum mesti berhati-hati menyikapi laporan ini," ujarnya.

Fickar menambahkan pembatasan ceramah dikhawatirkan akan terjebak pada pelanggaran hak dan kebebabasan menyampaikan pendapat. "Intinya penyampaian ajaran itu tidak bisa dipidana," imbuhnya.

Pendapat serupa juga disampaikan Ahli Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakir. Ia mengatakan pernyataan Somad bukan tindak pidana jika tidak bertujuan membandingkan ajaran Islam dengan agama lain. Hal itu sah dilakukan selama disampaikan di kalangan terbatas.

"Kalau membandingkan dengan ajaran Islam dan disampaikan dalam komunitas Islam, itu bukan penghinaan terhadap agama lain," ujar Mudzakir kepada reporter Tirto, Selasa (10/8/2019).

Menurut Mudzakir, polisi mesti mengkaji terlebih dahulu apakah ceramah Somad disampaikan dalam ranah privat atau publik. "Polisi harus cerdas dalam konteks ini, kalau ada pengaduan lalu diproses akan rusak tatanan hukum."

Mudzakir menambahkan polisi punya kewenangan menyeleksi perkara itu apakah termasuk pidana atau bukan.

"Polisi tugasnya begitu, harus bisa menyeleksi. Kalau bukan pidana, harus disetop dan menjelaskan ke pelapor kalau itu tidak masuk ranah agama," jelas Mudzakir.

"Sama saja begini. Ada yang masuk ke kamar mandi, lalu direkam dan mempublikasikan. Orang yang mandi tidak bersalah," sambung dia.

Begitu pula Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI), Tengku Zulkarnain. Ia menilai penyebar video lah yang semestinya dipidana, bukan Somad.

"Penyebar video yang harus ditangkap, dipidanakan, sesuai dengan Undang-Undang Internet dan Transaksi Elektronik," ujar Zulkarnain saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (20/8/2019).

Kedepankan Musyawarah

Menurut Zulkarnain, Somad menyampaikan ceramah sebagaimana pemuka agama lain menyampaikan ajarannya. Ia mengatakan jika Somad dipidana maka semua penceramah lain bisa dipidana juga karena membahas tentang akidah agama masing-masing.

"Kalau semua dipidanakan, hancurlah dunia. Negara juga menjamin pemeluk agama, sesuai Pasal 29 ayat (2) UUD 1945," ujarnya.

Zulkarnain menyarankan perkara Somad sebaiknya diselesaikan lewat musyawarah di Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Ia mengatakan FKUB berembuk untuk menyikapi kasus tersebut.

"Jangan dibiarkan terlalu lama, api nanti membesar. Hentikan pelaporan, biarkan ulama enam agama berbicara, jangan orang awam," jelas Zulkarnain.

Sementara itu, Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Pol Rickynaldo Chairul mengatakan pengaduan terhadap Somad masih dianalisis.

"Hingga sekarang pelaporan tersebut masih di Karobinops, untuk (mengetahui apakah) memenuhi unsur ITE atau tidak, maka sedang dikaji," kata dia di kantor Bareskrim Mabes Polri, Selasa (20/8/2019).

"Direktorat Siber biasanya (memburu) penyebar videonya. Kalau Somad hanya memberikan ceramah, bukan ditangani oleh kami, karena bukan dia sebagai penyebar," tambahnya..

Baca juga artikel terkait UU ITE atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Gilang Ramadhan