Menuju konten utama

Kartu Nikah ala Baru, Bagaimana dengan Kartu Keluarga?

Kartu nikah baru terintegrasi data Disdukcapil.

Kartu Nikah ala Baru, Bagaimana dengan Kartu Keluarga?
Ilustrasi pernikahan. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Mengurus persyaratan untuk mendapatkan buku nikah yang dilanjut proses pembuatan Kartu Keluarga (KK) adalah keniscayaan bagi pasangan akan dan baru menikah. Sayangnya, masalah urus-mengurus dokumen ini dulu cukup rumit dan memakan waktu. Akibatnya, banyak pasangan tidak mengurus KK sampai benar-benar kepepet.

Persoalan pertama yang harus dilalui calon pasangan saat akan menikah adalah birokrasi pelayanan nikah. Laman Kementerian Agama (Kemenag) menyebut empat langkah yang harus dilalui. Dimulai dari mengurus surat pengantar nikah ke RT/RW untuk dibawa ke kelurahan, lalu calon pengantin mendatangi kelurahan untuk mengurus surat pengantar nikah (N1 N4) untuk dibawa ke KUA (Kecamatan).

Tahap ketiga, calon pengantin mendatangi Kantor KUA (Kecamatan) tempat akad nikah untuk melakukan pendaftaran nikah. Terakhir, dilakukan pemeriksaan data nikah calon pengantin dan wali nikah, dan penyerahan buku nikah saat akad. Jika akad dilakukan di KUA, calon pengantin tidak dikenakan biaya. Namun, jika akad dilakukan di luar KUA, ada biaya nikah sebesar Rp600 ribu harus dibayarkan melalui bank.

Kemenag memang menyebut tidak ada pungutan lain yang ditarik saat mengurus pelayanan nikah. Namun, fakta di lapangan berkata lain. Guna mengurus pengantar nikah ke RT/RW dan kelurahan pun calon pengantin ada yang sudah mengeluarkan uang.

Salsa (27), seorang karyawan swasta yang melangsungkan pernikahan pada akhir 2016 lalu di Tangerang Selatan, menyebut kelurahan domisilinya memungut biaya Rp100 ribu untuk administrasi.

Di domisili suaminya, total biaya yang dikeluarkan untuk membikin surat pengantar dari RT hingga ke kelurahan mencapai Rp350 ribu. Saat akad selesai, penghulu juga sempat menghampirinya dan memberi kode: “Saya bagaimana, Mbak?”

Keruwetan birokrasi pencatatan sipil masih berlanjut. Setelah menikah, pasangan disarankan memecah KK dari keluarga lama dan membikin KK baru. Alurnya kembali dimulai dari membuat surat pengantar pembuatan KK baru ke RT dan RW. Lalu, mereka harus membawa surat pengantar tersebut beserta persyaratan lainnya ke kantor kelurahan dan mengisi formulir permohonan KK baru di domisili baru.

Setelahnya, barulah mereka ke kecamatan untuk melakukan verifikasi dan validasi berkas permohonan KK. Terakhir adalah ke Disdukcapil untuk perekaman data ke dalam database kependudukan. Tahap pengurusan mulai dari kelurahan hingga Disdukcapil harus dilakukan pada hari kerja.

Tak sedikit waktu yang dibutuhkan untuk mengurus kesemua hal tersebut. Alhasil, banyak pasangan muda menyerah dan pilih tidak mengurus KK baru.

Iman Hamdani, karyawan swasta yang menikah November 2017 lalu, pernah coba membuat KK baru setelah tiga bulan menikah. Untuk mengurus surat pengantar dari Lampung, domisili asal istrinya saja, waktu yang diperlukan adalah dua bulan. Saat mau membuat surat pengantar di RT tempat tinggalnya sekarang, Iman diminta mengeluarkan uang Rp500 ribu.

“Ternyata RT punya list harganya. Pembuatan KK Rp300 ribu, KTP masing-masing Rp100 ribu. Tapi enam bulan juga belum jadi,” katanya.

Akhirnya pada akhir Agustus lalu, Iman mengikuti program Disdukcapil keliling dan menyelesaikan semua pemberkasan dalam satu hari penuh.

Membuat Kartu Nikah

Pengalaman serupa juga dirasakan Okky Irmanita. Perempuan yang menikah pada Februari 2018 ini sempat berniat mengurus KK karena mengira prosesnya mudah. Namun, Okky terkendala jam pelayanan kantor pemerintahan yang bentrok dengan jam kerjanya. Baru di bulan Agustus ia mencicil proses pembuatan KK, dimulai dari membuat surat pengantar di RT domisili yang memakan waktu hampir sebulan.

“Motivasi urus kartu keluarga karena mau KPR rumah. Tapi ternyata boleh pakai identitas sebelum nikah, jadi sampai sekarang [KK] juga enggak terurus," katanya.

Namun, Okky sedikit optimistis ketika kabar peluncuran Kartu Nikah dari Kemenag muncul. Pasangan yang menikah setelah aplikasi Sistem Informasi Manajemen Nikah (Simkah) Web diluncurkan pada tanggal 8 November 2018 akan mendapatkan buku nikah dan Kartu Nikah sekaligus. Simkah adalah aplikasi berbasis online yang memuat data-data dari pasangan pengantin.

Infografik Administrasi pernikahan

Bagaimana Membuat Kartu Keluarga?

Aplikasi ini disebut terhubung dengan aplikasi data Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) yang dikelola oleh Kementerian Dalam Negeri. Jadi, bila seseorang dicatatkan pernikahannya di aplikasi Simkah, otomatis status perkawinan di data Dukcapil akan berubah.

Bedanya, jika dulu data dikirim secara manual atau pasangan mengubah sendiri statusnya di Dukcapil dengan membawa buku nikah, sekarang sistem Simkah mengirim status perkawinan dan Dukcapil mengubah status tersebut dari 'belum menikah' menjadi 'menikah'.

“Pengiriman perubahan status itu otomatis dengan aplikasi,” ujar Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrulloh, kepada Tirto.

Berdasar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil yang baru ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 16 Oktober 2018 lalu, alur pembuatan KK sekarang lebih ringkas.

Bagi mereka yang data kependudukannya sudah pernah terekam di KK mana pun, untuk membuat KK baru tak perlu melewati RT hingga Kecamatan. Langsung datang ke Disdukcapil dengan membawa persyaratan, yakni buku nikah dan surat keterangan pindah dari domisili sebelumnya, serta fotokopi KK lama sebagai bukti.

Namun, bagi yang namanya belum pernah tertera di KK mana pun seperti pada anak-anak, alur pembuatan KK masih membutuhkan surat pengantar dari RT,RW, Kelurahan, hingga Kecamatan.

“Karena penduduk itu datanya belum masuk di database.”

Baca juga artikel terkait PERNIKAHAN atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani