Menuju konten utama
Penyelesaikan HAM Masa Lalu

Karier Moncer Eks Tim Mawar di Era Jokowi, Janji HAM Dipertanyakan

Paian Siahaan, salah satu orang tua korban makin merasa diabaikan negara. Terlebih ia dan keluarga korban lain sudah berkali-kali dijanjikan Jokowi.

Karier Moncer Eks Tim Mawar di Era Jokowi, Janji HAM Dipertanyakan
Tim Mawar Kopassus dalam sidang mahkamah milter. [Grafis/Tf Subarkah/Foto/dok.kontras]

tirto.id - Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengangkat Mayjen TNI Untung Budiharto sebagai Pangdam Jaya. Untung menggantikan Mayjen TNI Mulyo Aji yang mengemban jabatan baru sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM (Kemkopolhukam).

Proses peralihan tersebut tertuang dalam Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/5/I/2022 tentang Pemberhentian dari dan Pengangkatan dalam Jabatan di Lingkungan Tentara Nasional Indonesia per tanggal 4 Januari 2022.

Untung merupakan lulusan Akademi Militer (Akmil) 1988. Karier kemiliterannya mulai dari Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Untung juga tergabung dalam tim kecil Kopassus, Tim Mawar, bentukan Mayjen Prabowo Subianto (kini menjabat sebagai Menteri Pertahanan Kabinet Indonesia Maju).

Dalam vonis Mahkamah Militer Tinggi II Jakarta No. PUT.25-16/K-AD/MMT-II/IV/1999; Untung Bersama 10 anggota Tim Mawar dinyatakan bersalah atas upaya penghilangan paksa sejumlah aktivis prodemokrasi di era Presiden Soeharto.

Untung ketika itu berpangkat Kapten Infanteri; Hakim memvonis Untung dengan 20 bulan penjara dan pemecatan sebagai anggota TNI. Namun 11 anggota Tim Mawar mengajukan banding dan mengubah bobot sanksi bagi 4 terpidana.

Bobot sanksi yang berubah terjadi pada Kapten Inf. Fausani Syahrial Multhazar; sebelum banding ia divonis 20 bulan penjara dan pemecatan, setelah banding menjadi hanya 3 tahun penjara.

Begitu juga dengan Kapten Inf. Nugroho, Kapten Inf. Yulius Stefanus, dan Kapten Inf. Untung Budi Harto; sebelum banding mereka divonis 20 bulan penjara dan pemecatan, setelah banding hanya divonis 2 tahun 10 bulan penjara.

Lalu, Mayor Infanteri (Inf) Bambang Kristiono dikenakan sanksi tetap berupa 22 bulan penjara dan pemecatan. Kapten Inf. Dadang Hendra Yuda dan Kapten Inf. Djaka Budi Utama masing-masing tetap dikenakan sanksi 16 bulan penjara. Kapten Inf. Fauka Noor Farid, Serka Sunaryo, Serka Sigit Sugianto, dan Sertu Sukadi masing-masing tetap dikenakan sanksi 1 tahun penjara.

Naiknya Untung sebagai Pangdam Jaya, menimbulkan luka bagi keluarga korban penculikan 1997/1998. Paian Siahaan, orang tua Ucok Siahaan (korban Tim Mawar), mendaku prihatin dengan keadaan ini.

Paian tidak habis pikir, Untung sudah dinyatakan bersalah telah menculik anaknya. Namun masih mendapatkan jabatan mentereng di negara ini.

“Saya berharap awal 2022 mendapat kabar baik. Ternyata malah mendapat sajian yang menyakitkan hati,” ujar Paian dalam konferensi pers daring, Jumat (7/1/2022).

Karier Moncer Eks Tim Mawar

Meski Eks Tim Mawar sudah dikenakan sanksi penjara, tapi mereka masih memiliki karier mulus. Pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) beberapa dari mereka menjabat Komandan Kodim (Dandim). Fausani menjadi Dandim 0719/Jepara, Untung menjadi Dandim 1504/Ambon, Dadang menjadi Dandim 0801/Pacitan, Djaka Budi menjadi Komandan Yonif (Danyon) 115/Macan Lauser.

Di era Presiden Jokowi, Untung pernah menjabat sebagai Kasdam I/Bukit Barisan (2019-2020), Direktur Operasi dan Latihan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (2020) dan Sekretaris Utama BNPT (2020-2021).

Bahkan sebelum Untung menjadi Pangdam Jaya, Jokowi pada periode kedua mengangkat Brigjen Yulius Stefanus sebagai Kabag Instalasi Strategis Pertahanan dan Brigjen Dadang Hendra Yuda sebagai Direktur Jenderal Potensi Pertahanan, masing-masing bekerja di bawah komando Menhan Prabowo Subianto.

Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menilai mulusnya jalan karier para eks Tim Mawar menunjukkan negara gagal memuliakan muruah sebagai sebuah organisasi. Semestinya seorang anggota yang sudah mendapat sanksi diberhentikan dari instansi kariernya suram. Ini kok kenapa kariernya bisa naik terus, kata Isnur.

“Ini menandakan negara, pemerintah tidak serius [menyelesaikan kasus HAM masa lalu] dan menginjak-injak hak asasi manusia,” kata Isnur kepada reporter Tirto, Jumat (7/1/2022).

Bahkan menurut Isnur, Jokowi menunjukkan konsistensi dalam ketidakseriusan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu; salah duanya dengan memberikan jabatan pemerintahan kepada Wiranto dan Prabowo Subianto.

Sementara itu, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Fatia Maulidiyanti menilai pemerintah tidak punya mekanisme pemeriksaan (vetting mechanism). Alih-alih negara justru melanggengkan impunitas dan membiarkan para pelaku pelanggaran HAM menduduki posisi atau jabatan strategis.

Vetting mechanism ini dapat mengukur, ketika seseorang terbukti sebagai pelaku pelanggaran HAM. Mereka tidak boleh menjadi bagian dari jabatan atau posisi pemerintahan. Tapi Jokowi justru kontradiktif,” ujar Fatia dalam konferensi pers daring, Jumat (7/1/2022).

Menunggu Mukjizat

Dampak pemberian impunitas dari pemerintah kepada pelaku pelanggaran HAM, maka semua tindakan mereka akan dianggap bukan sebagai kesalahan. Menurut Isnur, hal tersebut akan membuat upaya penyelesaian kasus akan kian jauh dari harapan. Lagi-lagi Jokowi tidak menepati janjinya sendiri.

“Kasus penculikan aktivis itu, kan, sudah ada rekomendasi dari DPR agar dibawa ke pengadilan HAM berat,” ujar Isnur.

Sementara Fatia menilai, ketika rezim Jokowi banyak diisi oleh para pelaku pelanggaran HAM masa lalu, maka justru akan menyulitkan upaya penyelesaian kasus tersebut.

“Semakin menyulitkan untuk kasus ini bisa dibawa ke ranah yang semestinya, sesuai dengan Undang-Undang 26 tahun 2000,” ujarnya.

Baik Fatia maupun Isnur sepakat, negara semestinya memenuhi hak korban. Bukan melindungi para pelaku.

Paian sebagai perwakilan keluarga korban semakin merasa diabaikan negara. Terlebih ia dan keluarga korban lainnya sudah berkali-kali dijanjikan Jokowi. Mereka sudah 2 kali bertemu Jokowi di Istana Presiden dan 1 kali bertemu Kepala KSP Moeldoko dalam rangka berupaya menuntaskan kasus penculikan 1997/1998.

“Saya tidak bisa berkata-kata lagi, selain mengharapkan mukjizat dari Tuhan agar membuka hati nurani Bapak Jokowi,” ujar Paian.

Baca juga artikel terkait TIM MAWAR atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Hukum
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abdul Aziz