Menuju konten utama

Karhutla Mengintai, 16.4 Juta Ha Area Gambut Rentan Terbakar

Laporan Pantau Gambut menyebut area seluas 3,8 juta hektare masuk ke dalam kategori kerentanan tinggi dan 12,6 juta hektare kerentanan sedang.

Karhutla Mengintai, 16.4 Juta Ha Area Gambut Rentan Terbakar
Dua petugas pemadam kebakaran Swadesi Borneo melakukan pembasahan ke lahan gambut yang terbakar di kawasan Sepakat II, Pontianak, Kalimantan Barat, Selasa (3/8/2021). ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang/hp.

tirto.id - Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) dinilai mampu menjadi ancaman di tahun 2023. Berdasarkan data studi berjudul Kerentanan Kebakaran Hutan dan Lahan Tahun 2023 pada Wilayah Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) di Indonesia, yang dilakukan organisasi lingkungan Pantau Gambut, seluas 16,4 juta hektar area gambut di Indonesia rentan terbakar.

Melalui pengumpulan data (dataset) 2015-2019 yang meliputi citra satelit, hotspot VIIRS, kawasan area terbakar dari satelit, peta tutupan lahan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), data lahan gambut, data area konsesi, serta data kehilangan tutupan pohon pada 2016-2020.

Kajian dilakukan pada wilayah Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) untuk melihat sebaran KHG yang berisiko terbakar. KHG dipilih karena usaha restorasi dan konservasi gambut harus mencakup keseluruhan wilayah.

“Kenapa KHG, karena untuk melakukan usaha melindungi kawasan gambut itu bagusnya secara satu lanskap. Jadi bukan cuma tanah gambut atau hutan gambut aja, tapi semua ekosistemnya, kurang lebih KHG dipilih karena mencakup semua,” jelas peneliti dan analis data Pantau Gambut, Almi Ramadhi kepada Tirto, Kamis (3/3/2023).

Hasil studi Pantau Gambut menunjukkan, 16,4 juta hektare area gambut di Indonesia rentan terbakar. Area seluas 3,8 juta hektare masuk ke dalam kategori kerentanan tinggi (high risk) dan 12,6 juta hektare tergolong ke dalam kerentanan sedang (medium risk).

KHG dengan rentan terbakar terbanyak ada di daerah Papua Selatan, yang mencapai 97 persen secara proporsi dari total 1.421 hektare area KHG. Sedangkan untuk area KHG dengan wilayah kerentanan terluas ada di di Kalimantan Tengah (Kalteng) dengan total lebih dari 1,13 juta hektar yang tersebar pada 13 KHG.

Yang menjadi sorotan, Pantau Gambut menemukan kemunculan 1.275 titik panas, dengan indikasi karhutla pada total empat minggu, terhitung sejak bulan Januari hingga Februari 2023. Hal ini harus diwaspadai karena, 381 titik panas berada di wilayah kerentanan tinggi dan 520 titik panas pada wilayah kerentanan sedang.

"Temuan-temuan di atas mengindikasikan adanya korelasi antara ekosistem gambut, kerentanan karhutla, dan kebakaran berulang,” terang Almi.

Pemerintah dinilai kurang tanggap dalam melakukan upaya restorasi dan penanganan kawasan gambut. Tindakan pemerintah selama ini dinilai masih terkesan seremonial dan belum menyentuh ke akar dalam menangani karhutla.

“Pertama, pemerintah gagal memahami akar permasalahan karhutla. Akibatnya penanganan karhutla hanya berfokus pada pemadaman api tanpa menyentuh masalah substantif, yaitu kerusakan ekosistem gambut yang memperparah dampak kebakaran,” kata Wahyu A Perdana, Juru kampanye Pantau Gambut.

Selain itu, kurang tegasnya penegakan hukum dinilai menyebabkan karhutla terjadi secara berulang di lokasi yang sama.

“Selama periode 2015-2019 telah terakumulasi 1,4 juta hektar gambut yang terbakar, dimana 70% (1,02 juta hektare) terjadi di dalam area konsesi dan 36% (527,9 hektar) terbakar lebih dari satu kali1. Situasi menjadi semakin kompleks ketika Mahkamah Agung memenangkan Pengajuan Kembali (PK) yang diajukan oleh Presiden Jokowi di tahun 2022 pada gugatan Citizen Law Suit (CLS) karhutla di Kalimantan Tengah yang sebelumnya telah dimenangkan warga pada 2019. Jelas ini adalah cerminan lemahnya kekuatan hukum dalam menangani kasus karhutla,” sambung Wahyu.

Untuk diketahui, studi ini juga menunjukkan area eks-PLG (Proyek Pengembangan Lahan Gambut) satu juta hektar pada masa Soeharto masih masuk ke dalam area kerentanan tinggi dan saat ini sebagian eks-PLG menjadi bagian dari proyek Food Estate pemerintah. Studi ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk melakukan penanganan dan kebijakan pada kawasan area gambut yang terancam Karhutla.

Baca juga artikel terkait KARHUTLA atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Restu Diantina Putri