Menuju konten utama

Karena Kini Data adalah Harta Paling Berharga

Banyak orang belum begitu paham tentang keamanan digital sehingga dengan mudah membagikan data pribadi.

Karena Kini Data adalah Harta Paling Berharga
Ilustrasi keamanan data di dunia digital. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Abad 20 dibuka dengan malapetaka: Perang Dunia I yang lantas menghasilkan banyak dampak lanjutan. Mulai perekonomian yang ambruk, jutaan orang mati, hingga munculnya para diktator bertangan baja. Pada akhirnya, dunia berhasil melewati masa-masa suram itu.

Bagaimana dengan abad 21?

David Lyon, Profesor Sosiologi di Universitas Queen, Kanada, menyebut abad 21 dimulai dengan percakapan penting tentang identitas warga. Menurutnya, dalam makalah “National ID Cards: Crime-Control, Citizenship and Social sorting” yang diterbitkan oleh Oxford University Press (2007), sistem identifikasi warga, termasuk KTP, bisa jadi adalah perkembangan sistem informasi paling penting yang dibuat oleh pemerintah, di seluruh dunia.

“Di dunia modern, birokrasi dan administrasi mewajibkan setiap orang bisa dikenali agar bisa disebut sebagai warna negara. Tanpa identifikasi, seseorang tidak bisa menunaikan tanggung jawab, seperti memilih dalam pemilu, juga tidak bisa menikmati hak, seperti perlindungan dari berbagai ancaman,” tulis Lyon.

Tentu saja perbincangan soal KTP ini tidak bernada tunggal. Pada 2008, di Inggris pernah ada ramai-ramai soal kontra KTP. Menurut para anggota Parlemen, KTP ini bisa membuat Inggris menjadi negara yang mematai-matai warganya sendiri. Sedangkan pemerintah Inggris, menjamin bahwa KTP tidak akan disalahgunakan.

Meski terjadi pro kontra, KTP—apalagi digital—yang dibikin dengan sistem yang baik memang bisa bermanfaat untuk banyak hal. Tengok contoh kasus di Estonia yang disebut-sebut sebagai negara paling digital di dunia sekaligus punya sistem KTP paling maju. Sekitar 98 persen warganya punya KTP yang bisa dipakai untuk mengakses banyak hal. Mulai dari asuransi negara (sejenis BPJS), mencoblos, memeriksa catatan kesehatan, hingga untuk catatan pajak.

Di Indonesia, sempat ada itikad baik untuk menuju ke arah sana. Namun sayangnya niat baik saja tidak cukup. Setelah badai korupsi e-KTP yang merugikan negara Rp2,3 triliun, kasus kehabisan blanko, kini e-KTP seringkali digunakan untuk penipuan.

Salah satu kasus yang cukup menghebohkan dilakukan oleh Rusdi Hardanto, yang menipu lebih dari 80 orang. Modusnya, dia meminta orang untuk menyerahkan foto KTP dan foto diri yang memegang KTP. Rusdi memberi imbalan untuk foto-foto itu, yakni Rp100 ribu.

Berbekal dokumen tersebut, Rusdi membuat akun di Traveloka untuk membeli tiket dan kamar hotel dengan metode pembayaran PayLater. Kemudian tiket dan hotel itu dijual dengan harga lebih murah. Dengan modus licik seperti ini, Rusdi bisa mengumpulkan untung lebih dari Rp350 juta. Korbannya tentu saja Traveloka yang namanya jadi buruk karena dicatut, dan pemilik KTP yang tiba-tiba ditagih utang dalam jumlah besar.

Contoh lain, banyak akun IG yang menipu dengan kedok menukar Traveloka Poin. Dengan bekal KTP korban, para pelaku ini meminjam uang di banyak aplikasi peminjaman uang. Ada pula kasus takeover account yang biasanya didahului dengan sms berkedok menang hadiah yang diharuskan mengirim one time password (OTP).

Benang merah dari penipuan-penipuan itu adalah, banyak orang Indonesia belum begitu paham tentang keamanan digital sehingga dengan mudah meminjamkan data pribadi yang penting.

Infografik Advertorial Traveloka 2

Infografik Advertorial Bersama Jaga Data Pribadi. tirto.id/Mojo

Jaga Data Pribadi dengan Ketat!

Sayangnya, memang, banyak warga di Indonesia belum paham pentingnya menjaga data pribadi yang penting, seperti KTP. Dalam diskusi Data Democracy, John Engelen menyebut bahwa banyak sekali masyarakat yang dengan enteng memposting data pribadi di media sosial.

Awareness kebanyakan masyarakat masih cukup rendah. Di kalangan tertentu, masih banyak juga orang yang share nomor HP di medsos,” ujar advokat sekaligus konsultan hukum ini.

Menurut John, data pribadi adalah hak yang tak tampak, alias intangible. Banyak orang tidak menyadari penyebaran data pribadi itu bisa berdampak buruk, seperti penipuan dan juga pencatutan nama.

“Karena itu, memang butuh sosialisasi terus menerus,” tambah John.

Traveloka termasuk salah satu perusahaan yang peduli akan keamanan data dan tak pernah berhenti menyosialisasikan pentingnya menjaga data pribadi para penggunanya. Mereka melakukan kampanye #JagaData yang terasa sebagai gerakan relevan dan penting di tengah maraknya jual-beli data pribadi.

Di bagian bawah aplikasi mereka, ada bagian khusus yang membahas tentang perlindungan data di Traveloka. Ada dua informasi yang bisa dipilih, dan semuanya berkaitan: tentang bagaimana cara Traveloka menjaga keamanan akun pengguna, dan bagaimana pengguna bisa turut aktif melindungi akun mereka.

Traveloka turut memberikan tips dan trik untuk menghindari penipuan atau pencatutan nama, ataupun pengambilalihan akun oleh orang-orang tidak bertanggung jawab.

Pertama, dan ini bagian yang seringkali diabaikan, jangan pernah membagikan data pribadi. Traveloka tidak pernah membagi data pribadi pengguna kepada pihak ketiga, dan itu yang seharusnya ikut kita lakukan. Apa saja data pribadi penting yang biasanya sering dipakai untuk menipu? Mulai nomor KTP, foto KTP, nomor ponsel, alamat email, nama ibu kandung, username, dan One Time Password (OTP). Pada zaman digital ini, data memang harus diperlakukan sebagai barang berharga.

Tips kedua, jangan pernah percaya orang atau akun yang menawarkan jual beli Traveloka Poin. Di media sosial, ada banyak akun yang menawarkan pembelian Traveloka Poin. Nantinya, penipu akan meminta data-data pribadi. Ini jelas adalah penipuan, sebab Traveloka Poin hanya bisa ditukar dengan produk-produk Traveloka dan tidak bisa ditukar dengan uang.

Ketiga, jika ada aktivitas mencurigakan di akun, segera hubungi customer service Traveloka yang bisa dihubungi 24 jam.

Perlindungan data dan keamanan akun digital ini memang tidak bisa berjalan satu arah. Sebagai perusahaan travel digital, Traveloka sudah memberikan jaminan keamanan dengan sistem perlindungan berlapis yang mereka bangun.

Mereka akan mengirim notifikasi tiap ada yang mengakses akun kita, dan pemberitahuannya datang lewat tiga medium: push notification; email; dan sms. Selain itu, Traveloka juga memasang biometric authentication yang canggih, memakai pindai sidik jari atau pengenal wajah setiap akan melakukan transaksi.

Namun semua upaya pengamanan berlapis itu tidak akan banyak berarti kalau pengguna gegabah memperlakukan data pribadi. Pesan ini dipajang jelas di bagian penjelasan kampanye #JagaData di aplikasi Traveloka:

“Akun Anda selalu aman dalam perlindungan Traveloka, namun Anda juga harus berperan aktif dalam menjaga keamanannya karena metode keamanan kami tidak akan berarti tanpa kerja sama Anda.”

(JEDA)

Penulis: Tim Media Servis