Menuju konten utama

Kapolri Klaim Sudah Ada Mitigasi Atasi Polarisasi di Pemilu 2024

Polri akan menguatkan peran dan fungsi Bhabinkamtibmas dalam mendeteksi setiap permasalahan di masyarakat sejak dini sebelum Pemilu 2024.

Kapolri Klaim Sudah Ada Mitigasi Atasi Polarisasi di Pemilu 2024
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/4/2023).ANTARA FOTO/Galih Pradipta/foc.

tirto.id - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan tidak menutup kemungkinan polarisasi dapat terjadi kembali pada Pemilu 2024. Maka Polri melakukan upaya mitigasi dan pemetaan kerawanan.

“Bukan tidak mungkin polarisasi di tengah masyarakat kembali terjadi akibat permainan politik identitas,” ujar Sigit saat rapat kerja dengan Komisi III DPR di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (12/4/2023).

Beberapa upaya mitigasi yang telah dilakukan, seperti penguatan peran dan fungsi Bhabinkamtibmas dalam mendeteksi setiap permasalahan di masyarakat sejak dini, dan melakukan penguatan dalam mengajak masyarakat untuk menjaga persatuan maupun kesatuan bangsa.

Selain itu, Kapolri juga telah membagi personel Brimob dalam tujuh zona yang ada di Indonesia.

“Pasukan Brimob dibagi ke dalam tujuh zonasi di seluruh wilayah Indonesia yang tentunya disesuaikan dengan kebutuhan. Kemudian, mereka akan saling membantu dalam pengamanan pemilu,” ucap Sigit.

Isu polarisasi memang setidaknya terjadi dalam dua pemilihan presiden terakhir. Peneliti Australia National University Marcus Mietzner menganalisa polarisasi terjadi ketika dua calon Jokowi dan Prabowo maju dalam pertarungan pada 2014.

Ia melihat dua calon ini mewakili kelompok yang berbeda. Jokowi dianggap mewakili kelompok teknokrat populis yang mana mengedepankan citra pragmatis. Ia juga dianggap tokoh pembeda yang bukan bagian dari elit politik masa lalu dan militer. Adapun Prabowo dianggap mewakili kelompok ultranasionalis yang berusaha dekat kelompok masyarakat kecil.

Pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia Whisnu Triwibowo dalam artikelnya di The Conversation menjelaskan jurang polarisasi semakin dalam ketika pada Pemilu 2014, Prabowo yang kalah tipis dari Jokowi tidak mengakui kekalahannya.

Ditambah lagi, isu polarisasi terbawa saat kontestasi Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017. Saat itu Anies yang didukung Prabowo menang melawan Basuki Tjahaja Purnama, yang notabene didukung oleh partai-partai yang mendukung kemenangan Jokowi di Pilpres 2014.

Polarisasi di tengah masyarakat pun semakin terbentuk kala Jokowi kembali bertemu Prabowo di pemilu 2019.

Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengakui bahwa polarisasi bisa menjadi strategi politik, namun itu berpotensi merusak negara.

"Maka strategi pemenangan pemilu wajib mengedepankan persatuan nasional meskipun peserta pemilu tengah bersaing untuk menang," kata dia, 13 Maret 2023, dalam acara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme di Jakarta.

Indonesia pernah mengalami dampak buruk dari polarisasi. Polarisasi yang tajam dengan menggunakan isu politik identitas dibalut dengan konsep kebangsaan.

Ma'ruf pun yakin semua pihak tidak ingin Pemilu 2024 merusak kebersamaan bangsa. Lantas ia mengajak semua pihak agar pemilu mendatang menjadi aman, damai dan berkualitas.

Ma'ruf juga ingin agar KPU, Bawaslu, BIN, Polri, beserta lembaga terkait mau bersinergi untuk mengawal Pemilu 2024 sehingga pemilu digelar secara aman, tertib dan terhindar dari kecurangan.

"Waspadai gerakan kampanye negatif di media sosial, karena perang politik di media sosial pasti akan terjadi selama Pemilu," ujar dia.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Bayu Septianto