Menuju konten utama

Kapolres Jaktim Halangi Peliputan soal Dua Napi Bobol Sel Tahanan

Kapolres Jakara Timur Yoyon Tony Surya Putra berkata dua napi yang kabur adalah hoaks, tapi kemudian dibantah Kapolda Metro Jaya.

Kapolres Jaktim Halangi Peliputan soal Dua Napi Bobol Sel Tahanan
Ilustrasi narapidana kabur: Polisi berjaga di depan sel sesudah tahanan kabur di Polsek Percut Sei Tuan Medan, Sumatera Utara, Jumat (30/12). ANTARA FOTO/Septianda Perdana/foc/16.

tirto.id - Dua narapidana kasus narkotika yang ditahan di Polres Jakarta Timur berhasil menjebol dinding sel dan melarikan diri pada Jumat, 22 Juni 2018. Keduanya mendapat peralatan berupa paku dan palu yang diseludupkan pembesuk ke dalam sel.

Kasus ini menimbulkan beberapa pertanyaan tentang bagaimana penjaga bisa abai dalam mengawasi para narapidana dan pembesuk. Terlebih kejadian pembobolan itu baru diketahui sekitar jam 6 pagi, dan tembok ruang tahanan sudah jebol.

Laporan dua narapidana kabur sempat beredar di kalangan wartawan, tapi Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Yoyon Tony Surya Putra membantahnya.

Saat diklarifikasi, Tony malah menyatakan kabar napi kabur itu hoaks belaka. Ia menyebut lubang di belakang gedung Mapolres Jakarta Timur merupakan bekas kompresor air conditioner.

“Saya informasikan bahwa itu tidak benar, tidak ada tahanan yang kabur,” kata Tony, Jumat siang pekan lalu. “Itu bekas kompresor AC.”

Keterangan berbeda diberikan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono dan Kapolda Metro Jaya Irjen Idham Azis, yang mengakui insiden penjebolan pada hari yang sama. Mendengar atasannya di Polda Metro Jaya sudah memberi keterangan, Tony baru mau mengakui insiden tersebut, meski dengan keterangan yang sedikit janggal.

“Jadi memang ada upaya kabur, tapi kepergok oleh petugas, satu tahanan lolos, tapi ini sudah mau ditangkap,” kata Tony, Jumat malam.

Tony kemudian berdalih kasus itu bukanlah hal yang besar karena napi yang kabur itu berhasil ditangkap. Klaim "kepergok" yang diutarakan Tony malah jadi pertanyaan baru untuk wartawan.

Klaim itu berbeda dari kenyataan karena dua narapidana yang bernama Ari Kusumah dan Jenal Mutakin itu sempat kabur dari lantai 5 sel Mapolres Jaktim ke perumahan warga.

Fakta ini berdasarkan informasi warga sekitar dan keterangan yang disampaikan Argo, yang mengakui dua napi itu melarikan diri ke arah perkampungan di belakang Mapolres. Fakta lain, Ari ditangkap 45 menit setelah menjebol tahanan. Sedangkan Jenal baru bisa ditangkap dua hari kemudian atau Minggu, 24 Juni. Dua fakta itu jelas membantah klaim "kepergok" dari Kapolres Metro Jakarta Timur Yoyon Tony Surya Putra.

Sehari setelah Tony buka mulut, Kapolda Metro Jaya Irjen Idham Aziz berjanji menegur Tony, yang dianggap berusaha menutupi informasi dua napi kabur tersebut. Dikonfirmasi di Jakarta, Idham memerintahkan Tony untuk memberikan informasi sejujur-jujurnya kepada wartawan.

“Saya sudah suruh kejar yang belum dapat. Saya sudah telepon Kapolresnya [Tony]. Kalau ada rekan-rekan media telepon, kasih datanya!” tegas Idham pada Sabtu, 23 Juni 2018.

Tetap Tertutup

Teguran dari Idham Aziz tak langsung dipatuhi bawahannya Yoyon Tony Surya Putra. Mantan Kaden C Ropaminal Divpropam Mabes Polri ini tetap enggan terbuka ketika ditanyai tentang kasus di wilayah wewenangnya.

Saat saya menghubunginya pada Selasa, 26 Juni 2018, Tony tetap tak mengizinkan tembok bekas pembobolan itu dilihat. Awalnya, saya mencoba menghubungi Tony via pesan singkat dan telepon. Ketika dihubungi pada 11.33, Tony menjawab telepon dan menolak mentah-mentah.

Ia menegaskan daerah tersebut (sel) adalah bagian internal Polri yang dilarang dilihat siapa pun. Ia juga menolak penyebutan "penjaga meloloskan." Ia juga menolak personel polisi lalai.

“Tidak bisa. Itu (urusan) internal. Ngarang aja sampeyan,” tegasnya. “Kok meloloskan, bahasa mana itu? Tidak bisa seperti itu. Intinya sudah ketangkap lagi, enggak usah dibahas. Udah gitu aja.”

Saya mencoba menjelaskan tujuan melihat sel tersebut untuk reportase lapangan dan mengetahui prosedur pemeriksaan Polri sesuai standar operasional, tapi Tony tetap menolak. Ia mengaku, di semua wilayah, memasuki sel tentu dilarang. Ia menilai itu adalah privasi.

“Coba sekarang saya lihat HP, lihat fotonya, boleh enggak?” tanyanya, membandingkan privasi ponsel pribadi dan sel penjara polisi.

“Kalau Anda masuk ke sel itu tidak mungkin, di mana pun tidak ada. Coba masuk ke tentara-tentara itu kalau berani. Berani enggak? Mas konfirmasi, intinya kelalaian, dan sudah saya periksa petugas, sudah saya proses, cukup, kan? Itu kelalaian, sudah saya periksa. Sudah. Kok sampai mau menerawang temboknya segala macam?”

Tony malah mengarahkan saya untuk menulis kasus lain, yakni soal kasus pencurian dengan kekerasan, pencurian kendaraan bermotor, dan pencurian dengan pemberatan yang berhasil diungkap jajaran Polres Jakarta Timur sejak Mei hingga Juni 2018.

Ia membanggakan penangkapan yang dilakukan personelnya dengan menembak hingga menyebabkan empat pelaku meninggal. Ia mengklaim, langkah itu untuk membuat "aman" masyarakat, dan media seharusnya menulis berita seperti itu. Apabila ada keluhan dari keluarga pelaku, ia menganggap media tidak perlu mengumbarnya.

“Ada berita lebih penting lagi. Anda tanya, saya nembak 4 rampok tewas itu yang Anda tanya. Jadi jangan itu aja, kami nangkap rampok 14, 4 saya matikan, 8 saya tembak, itu yang Anda tanya. Masak cari berita biar mahal dibumbui? Dosa sampeyan itu,” tegasnya.

Pada hari yang sama, Tony menyuruh saya untuk mendatangi Mapolres Jakarta Timur apabila memang punya iktikad baik. Saya kemudian tiba sekitar pukul 13.30. Tony dan saya berbincang di ruang tunggu, sedangkan dua bawahannya di ruangan yang sama tetap bekerja.

Pada percakapan itu, intinya, Tony menolak untuk memberikan akses kepada saya untuk melihat sel yang dijebol narapidana. Ia menilai kasus itu tidak perlu diperpanjang lagi. Ia juga menuding saya menuliskan berita polisi "meloloskan" narapidana, meski saya sudah mengakui itu hanya kesalahan ucap saat bertanya.

Ia memperingatkan saya bahwa “Allah tidak tidur”, dan apabila saya mempunyai nyawa atau hati yang jahat ingin menjatuhkan seseorang, saya akan mendapat balasan. Ia mengambil contoh apabila media mengkritik polisi yang menembak mati pelaku kejahatan, maka suatu saat saya atau keluarga saya akan menjadi korban kejahatan.

Beberapa kali Tony mendelik, menunjuk-nunjuk, dan beranjak dari bangku hanya untuk memberi penegasan agar saya mengerti maksudnya: Tidak memberitakan soal pembobolan sel Polres Jakarta Timur.

Pada akhir perbincangan, ia kembali memberi penekanan bahwa saya seharusnya memberitakan tentang penangkapan 14 tersangka pencurian tersebut. Ketika saya bilang bersedia menanyakan soal penangkapan tersangka pencurian, ia lantas mengirimkan tautan berita.

“Polres Jakarta Timur tembak empat pelaku perampok,” tegasnya membaca judul berita tersebut. “Memang kamu mau, saya enggak usah buat rilis lagi? Saya suruh Polsek-polsek itu enggak usah kirim rilis lagi, sebarkan di media kita saja? Itu wartawan [Jakarta] Timur luntang-lantung enggak jelas.”

Saya gagal melihat kondisi sel yang dijebol narapidana. Meski begitu, saya tetap mencoba meminta izin kepada Kapolda Metro Jaya Irjen Idham Aziz. Saya juga membicarakan pertemuan saya dengan Tony kepada Idham melalui pesan singkat.

Mendengar cerita saya, Idham berkata seharusnya saya boleh melihat sel tersebut karena keterbukaan informasi. “Silakan saja,” katanya singkat. “Nanti saya tegur Kapolres [Tony].”

Baca juga artikel terkait TAHANAN KABUR atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Mufti Sholih