Menuju konten utama

Kapal Ourang Medan di Gim Man of Medan: Antara Misteri dan Hoaks

Kapal Ourang Medan tak menjadi kisah sejarah. Mudah sekali menemukannya sebagai cerita misteri.

Kapal Ourang Medan di Gim Man of Medan: Antara Misteri dan Hoaks
SS Ourang Medan. FOTO/contapraeu.com.br

tirto.id - Setelah jadi nama sebuah gim berjudul Man of Medan, kapal Ourang Medan jelas sangat menarik bagi orang Indonesia. Di daerah Sumatra Timur pada masa kolonial, “orang” dilafalkan sebagai “ourang”. "Medan" tentu saja mengacu pada sebuah kota di pantai timur Sumatra yang kini jadi ibu kota Provinsi Sumatra Utara.

Di masa kolonial, kapal-kapal perusahaan pelayaran Belanda, Koninklijk Paketvaart Maatschappij (KPM), dengan nama berbau Indonesia adalah hal biasa. Setidaknya ada kapal KPM dengan nama Sawah Loento, Benkoelen, dan Siaoe. Banyak catatan menyebut kapal Ourang Medan adalah kapal barang Belanda. Kapal ini hilang antara 1947-1948 dalam pelayaran. Namun, tak pernah jelas di mana lokasinya dan kapan kapal ini hilang.

Dugaan Gas Beracun

Vincent H. Gaddis dalam Invisible Horizons (1965) menyinggung soal kapal ini. “Pagi awal Februari 1948, SS Ourang Medan, kapal angkut Belanda, sedang berlayar di Selat Malaka, di antara Sumatra dengan Semenanjung Malaya, menuju Jakarta,” tulisnya (hlm. 125). Keterangan serupa juga tercatat dalam Proceedings of the Merchant Marine Council. U.S. Coast Guard (Mei 1952).

Sumber lain menyebut kapal ini hilang sekitar Juni 1947. Koran berbahasa Belanda De Locomotief beberapa kali menceritakan Ourang Medan; yaitu pada 3 Februari 1948, 28 Februari 1948, dan 13 Maret 1948. Lokasi tenggelamnya disebutkan pada 400 mil laut dari Kepulauan Marshall di Pasifik.

Banyak cerita menyebut adanya pesan minta tolong, Save Our Soul (SOS), dari kapal ini. Termasuk yang terangkum dalam arsip badan intelijen Amerika Serikat, Central Intelligence Agency (CIA), bertanggal 5 Desember 1959 yang dikirim C.H. Marck Jr.

“Kami mengapung. Semua perwira, termasuk kapten, tewas di ruang navigasi dan kemudi. Kemungkinan semua awak tewas,” pesan dari kapal Ourang Medan, seperti dikutip Marck dan penulis lain. Tak lama pesan muncul lagi, “aku (hampir) mati.”

Ada usaha untuk menanggapi SOS tersebut. “[...] mereka menemukan kapal berada sekitar 50 mil laut dari titik posisi yang diberikan,” tulis Marck. Di atas Ourang Medan yang terlihat hanya pemandangan mengenaskan. Tak ada kehidupan.

Marck mengutip Proceedings of the Merchant Marine Council. U.S. Coast Guard (Mei 1952), wajah mereka membeku, mereka semua tewas, seekor terrier yang jadi anjing kapal juga ditemukan tak bernyawa. Anehnya tak ada luka di tubuh orang-orang yang meninggal. Ada yang menduga mereka kena gas beracun.

Infografik Kapal Hantu Ourang Medan

Ada yang Menganggap Hoaks

Meski kisah Ourang Medan sudah mendunia, peristiwa tenggelamnya kapal ini sulit ditemukan datanya di Lloyd's Shipping Register (sebuah lembaga pelayaran internasional). Roy Bainton dalam The Mammoth Book of Unexplained Phenomena (2013) mengaku, "aku mulai [mencari] dengan Lloyd's Shipping Register. Tidak ada di catatan kasus."

Dari banyak tulisan, tak disebut riwayat kapal Ourang Medan yang katanya tenggelam di Selat Malaka ini. Tidak ada catatan tentang kapan dan di mana kapal ini dibangun. Begitu juga soal apa yang dimuatnya. Tak heran jika ada yang curiga cerita tenggelamnya kapal Ourang Medan cuma hoaks.

Ketika kapal ini tenggelam, Republik Indonesia dengan Kerajaan Belanda sedang berperang. Kala itu, laut di sekitar Selat Malaka dikuasai Angkatan Laut Kerajaan Belanda dan Angkatan Laut Republik Indonesia berjuang untuk menyelundupkan barang dari Singapura.

Rupanya, cerita tenggelamnya Ourang Medan tak hanya ada di tahun 1948. Ada sepenggal kisah di situs Skittish Library yang memuat klipingan Yorkshire Evening Post (21/11/1940). Kisah itu menyebut, kapal bernama Ourang Medan tenggelam di sekitar 200 mil laut dari Kepulauan Solomon di Pasifik. Banyak orang yang meninggal dalam peristiwa tersebut. Berita ini bersumber dari Associated Press (Amerika).

Baca juga artikel terkait GAME ONLINE atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Ivan Aulia Ahsan