Menuju konten utama

Kanker Paru-Paru yang Diderita Kepala Humas BNPB Sutopo PN

"Meski kanker paru stadium 4B, saya tetap berusaha melayani media dan masyarakat dengan baik. Untuk rekan penyintas kanker."

Kanker Paru-Paru yang Diderita Kepala Humas BNPB Sutopo PN
Sutopo Purwo Nugroho. FOTO/antarasumbar.com

tirto.id - Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho masih menyempatkan mengadakan jumpa pers terkait gempa dan tsunai di Palu dan Donggala, di tengah kondisi tubuhnya yang sakit kanker paru-paru.

"Sakit, sehat, hidup, mati, itu adalah bagian dari kehidupan. Semua sudah diatur, saya nikmati saja. Yang penting saya ikhtiar," katanya dilansir Antara.

Sejak 17 Januari 2018, Sutopo yang selama ini menjadi sumber informasi kebencanaan bagi masyarakat melalui media, divonis mengidap kanker paru stadium IVB.

Kenyataan itu sempat membuatnya terguncang. Dia merasa selama ini sudah hidup sehat dengan makan makanan yang sehat dan tidak merokok. Namun, kenyataan ternyata berbeda dengan pola hidup sehatnya.

"Saya syok, tetapi tidak sampai menangis. Istri dan anak saya yang menangis," tuturnya.

Di tengah vonis dokter terhadap penyakit yang diidapnya, Sutopo sempat berpikir untuk mengurangi aktivitasnya melayani wartawan.

Selama ini, dia memang aktif menginformasikan kejadian bencana kepada masyarakat, baik kepada wartawan maupun kepada masyarakat melalui media sosial.

"Namun, saya berpikir, masyarakat dan wartawan butuh saya. Saat saya tidak ada, kejadian bencana tidak diberitakan oleh media. Kalau pun ada, pernyataan dari pejabat berwenang sangat normatif," katanya.

Karena itu, dia memutuskan untuk tetap aktif bekerja meskipun sudah disibukkan dengan pengobatan yang harus dijalani. Dia menganggap pekerjaannya melayani wartawan sebagai bagian dari ibadah.

"Meski kanker paru stadium 4B, saya tetap berusaha melayani media dan masyarakat dengan baik. Untuk rekan penyintas kanker. Jangan patah semangat. Tetap sabar, kerja dan berdoa. Hidup itu bukan panjang-pendeknya usia. Tapi seberapa besar kita dapat membantu orang lain," tulis Sutopo dalam akun twitternya diikuti mention kepada Raisa @raisa6690.

Kanker paru-paru adalah salah satu kanker dengan penderita terbanyak di dunia. Kematian akibat kanker ini di dunia lebih banyak daripada gabungan kematian akibat kanker payudara, kanker kolon dan kanker prostat.

Spesialis pulmonologi dan ilmu kedokteran respirasi FKUI, Prof dr Tjandra Yoga Aditama SpP (K), MARS, DTM&H, DTCE, dalam keterangan tertulisnya menyatakan satu dari lima kematian akibat kanker di dunia terjadi akibat kanker paru, dan setiap tahun ada lebih dari 1,8 juta kasus kanker paru baru di dunia.

"Risiko mendapat kanker paru meningkat dengan pertambahan usia, dan laki-laki lebih sering dari perempuan," ungkap Tjandra.

Beberapa gejala kanker paru-paru di antaranya ialah perubahan jenis dahak, nyeri dada atau punggung, batuk darah dan sulit menelan.

Bila menemukan gejala ini, Tjandra menyarankan agar dilakukan pemeriksaan yakni anamnesis dan pemeriksaan fisik, foto rontgen, CT dan PET scan, bronkoskopi atau biopsi jarum.

Kalaupun tak terhindari, keberhasilan pengobatan bisa lebih tinggi jika kita melakukan deteksi dini.

"Menghindari faktor risiko dan melakukan deteksi dini akan amat berperan untuk keberhasilan pengobatan," ujarnya.

Dia menyebutkan sejumlah faktor risiko kanker yang dapat dihindari, di antaranya kebiasaan merokok yang berhubungan dengan sekitar 70% kematian akibat kanker paru. Kemudian, bahan lain yang juga faktor risiko adalah radon, asbestos, arsenik, berilium dan uranium, serta riwayat radiasi.

Faktor lainnya ialah mempunyai penyakit paru lain (emfisema, bronkitis kronik, PPOK dan TB) juga meningkatkan risiko terkena kanker paru. Di samping itu, riwayat keluarga yang juga menderita kanker paru-paru, pernah mengalami kanker di alat tubuh lain juga menjadi faktor risiko kanker paru-paru.

Baca juga artikel terkait KANKER PARU-PARU atau tulisan lainnya dari Yulaika Ramadhani

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Yulaika Ramadhani