Menuju konten utama
Ganjar Pranowo:

"Kalau Mau Tutup, Tutup Saja Pabrik Semen Indonesia"

Gugatan warga atas izin lingkungan pendirian pabrik semen oleh PT Semen Gresik di Kendeng dimenangkan MA. Namun, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo malah memberikan izin baru atas nama PT Semen Indonesia. Apa alasan Ganjar menerabas putusan MA?

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. FOTO/Ganjar Pranowo FB page

tirto.id - Kabar baik datang bagi bumi dan warga Pegunungan Kendeng di Rembang, Jawa Tengah. Mereka memenangkan gugatan atas izin lingkungan PT Semen Gresik (Kini PT Semen Indonesia) yang berencana bakal menambang batu gamping termasuk mendirikan pabrik di wilayah desa mereka. Sayang, ketika warga mengawal putusan itu dengan jalan kaki ratusan kilometer, kabar mengejutkan justru datang. Gubernur Ganjar Pranowo memberi izin baru atas nama PT Semen Indonesia untuk bisa beroperasi. Ganjar berkilah soal izin baru ini. Dia bilang itu adalah adendum.

Ganjar hingga saat ini menunggu waktu menyikapi putusan Mahkamah Agung itu. Berkali-kali politisi PDI Perjuangan ini bicara soal merah putih dan kepentingan nasional jika pabrik itu batal beroperasi. Sesekali jawabannya tidak fokus, bahkan mengungkit soal pendemo bertato. Dia juga bilang daerah yang dijadikan tambang adalah lahan gersang. Padahal, kalau Ganjar mau baca Keppres 26/2011, Perda 6/2010 tentang RTRW Provinsi Jawa Tengah, dan Perda 14/2011 tentang RTRW Kabupaten Rembang, disebutkan bahwa daerah tambang dan pabrik semen adalah kawasan lindung geologi.

Selama dua kali diwawancara sebelum dan sesudah menjadi tamu di Mata Najwa, Ganjar tak mau mengungkapkan keputusan apa yang akan diambil 17 Januari nanti. Kepada Tirto, dia bicara banyak soal konflik warga dan pabrik semen Rembang. Bahkan, Ganjar tak masalah ditinggalkan konstituennya buat mempertahankan Semen Indonesia.

Berikut petikan wawancara Ganjar Pranowo kepada reporter Tirto, Mawa Kresna di kantor Metro TV, Jakarta Barat, Rabu. 21 Desember 2016.

Bagaimana proses investasi Semen Indonesia di Jawa Tengah?

Pabrik itu banyak. Sudah ada pabrik yang berjalan, Holcim di Nusa Kambangan, silakan di-browsing, apakah ada penolakan atau tidak? Kedua, ada semen Bima di Ajibarang, sudah jalan, silakan di-browsing, ada enggak penolakan? Sekarang ada kurang lebih 12 yang masuk. Ketiga, adalah semen Rembang ini, yang dulu ketika mereka mau melakukan investasi di Pati. Tapi gagal. Karena itu pindah ke Rembang yang sekarang.

Maksudnya yang di Kecamatan Sukolilo?

Iya, sekarang diusulkan lagi, tempatnya ya geser-geser sedikit. Itulah yang terjadi. Prosesnya dulu itu biasa-biasa saja, silakan browsing, prosesnya mulai tahun 2011. Sampai 2012, adakah orang waktu itu protes? Silahkan dicek. Itu saja. Sebenarnya prosesnya biasa saja. Amdal dilakukan, semua dilakukan, begitu mulai konstruksi, tahun 2014, mulai muncul penolakan-penolakan makin masif, makin masif, karena memang pabriknya sudah muncul.

Dari investasi itu, seberapa menggiurkan untuk Jawa Tengah?

Sebenarnya tidak cerita soal giur-menggiur di situ, tapi ketika satu daerah tanpa investasi, kira-kira akan berkembang atau tidak? Begitu. Problemnya adalah yang investasi hari ini adalah semen. Lalu kita bicara ada penolakan dan seberapa menggiurkan? Nah, nanti silakan anda cek ke Semen, ukuran-ukurannya berapa, apakah ada terserap tenaga kerja atau tidak, apakah ada nilai tambah atau tidak? Minimal untuk daerah di situ dan Jawa Tengah pada khususnya. Sama saya juga menangani investasi besar pertama untuk PLTU Batang yang ditolak sama kerasnya. Dan sekarang sudah konstruksi yang di situ. Jadi seberapa besar? Pertanyaannya apakah tanpa investasi daerah bisa tumbuh? Dari negara saja apa cukup?

Apakah Anda sebelumnya sudah mengkaji dampaknya bagi Rembang?

Oh pasti. Tapi kalau anda tanya detail angka tentu saya harus menyiapkan, kalau tidak nanti jadinya saya ngibul, enggak fair dong. Kalau Tirto mau detail, nanti bisa minta data. Dengan investasi yang hampir Rp5 triliun itu, keuntungan per bulan diperkirakan mencapai Rp50 miliar. Tidak hanya untuk Jawa Tengah, tapi juga untuk Indonesia. Saya sebagai gubernur selalu bicara, 'Kita jangan hanya bicara Jawa Tengah, kita itu bagian dari Indonesia.'

Kemarin ramai keluar izin baru untuk PT Semen Indonesia, itu sebenarnya SK apa?

Pernyataan saya sangat clear saat anda mendengarkan saat itu.

Kalau kita melihat kronologi, ada keluar SK baru.

Bukan SK baru, itu bahasa anda.

Seperti yang Anda katakan?

Iya, adendum.

Adendum keluar sebelum salinan putusan MA diterima, apakah hasilnya disampaikan ke Pemprov Jawa Tengah?

Duluan mana?

Lebih dulu Adendum?

Iya.

Pasca-putusan, ada SK yang berbeda, padahal SK yang digugat SK yang lama, bisa dijelaskan?

Petikan itu sudah kami terima. Kami baru akan menanggapinya nanti, 17 Januari 2017. Orang sekarang jadi bingung-bingung, seolah bingung atau dibingung-bingungkan. Saya dibilang mengeluarkan SK baru. Padahal SK itu saya tanda tangani, saya menerima putusan. Begini, kalau Tirto, ganti pemilik, saham berubah, ganti nama Tirto Indonesia, ada mengubah enggak? Sebenarnya itu saja, sesimpel itu saja. Belum bercerita yang lain.

Sejak Adendum itu keluar, banyak yang mengatakan Anda tidak menjelaskan Putusan MA?

Kalau orang mau berpikir kaku, bisa. Yang digugat dulu itu Semen Indonesia atau Semen Gresik? Sekarang namanya Semen Indonesia. Lha, kira-kira kalau dia sudah mengganti, kira-kira dia bisa lari enggak? Bukan Semen Gresik, kok.

Apakah itu bisa dilakukan?

Bisa. Kenapa saya membuat tim? Agar orang bisa menelaah ini dengan benar. Bisa diuji. Jadi orang bisa takut, bisa cemas macem-macem. Juga si investor kan juga boleh bicara untuk mengamankan investasinya. Kan berimbang.

Di luar proses hukum, Anda beragumentasi dengan konstituen. Anda bela siapa?

Oh enggak apa-apa, Mas. Ada berat, Mas, tapi saya enggak bisa menipu kondisi ini. Kalau saya hanya ingin cari popularitas, mungkin saya bicara, "Risiko keuntungan yang lebih kecil, ya." Buat yang tanpa risiko kan bisa saya lakukan. Aku tutup saja pabriknya, enggak ada urusan. Saya populer. Berani, hebat, gubernur hebat, semua tepuk tangan. Lima triliun hilang. Itu merah-putih, Mas, ada national interest yang kita bicarakan.

Dan di dalam putusan pengadilan pun disebutkan bahwa di atas cekungan air tanah pun bisa dikelola demi kepentingan bangsa dan negara. Ini demi kepentingan bangsa dan negara apa enggak? Jadi ketika berhadapan dengan konstituen, saya mengedukasi. Tapi saya digebuki tiap hari, yang enggak ngerti ikut nggebuki (memukul). Semuanya, karena framing-nya mereka menolak. Ada yang tahu ada yang tidak, ada yang cuma dorong-dorong begitu. Macem-macemlah. Tapi itu yang terjadi.

Bicara soal teknologi sempat disinggung, apa jaminan bahwa tambang ini nanti tidak merusak lingkungan dan cekungan air?

Kalau Tirto datang ke sana, apakah selama ini mereka ada air atau tidak? Anda tanya dulu, sekian puluh tahun ada air atau tidak, air bersih, air minum? Itu daerah gersang, Mas.

Tapi, bukti langsung, sawah di sana tumbuh subur, bagaimana Anda katakan itu daerah gersang?

Anda cek, Mas. Problem kita, lebih banyak orang yang defense dulu. Bersimulasi, berasumsi, bahwa di sana itu sudah ada daerah yang subur dan bagus. Anda cek dulu. Dari dulu setahu saya, di sana tidak ada air. Daerahnya itu gersang. Hari ini ada air bersih dengan debit 6.000 meter kubik, enggak tahu persisnya. Pabriknya belum berdiri, lho. Sekarang sudah. Kalau anda bicara jaminan, jaminannya pabrik itu. Karena pabriknya pernah saya marahi. Apa yang anda lakukan buat rakyat sekarang? Bukan nanti.

Kemarin Anda menyebut ada Power Ranger dan Ultraman di daftar dukungan warga, itu seperti apa sebenarnya?

Sebenarnya simpel saja, saya itu ingin mengedukasi. Jadi begini, ketika sosialisasi Amdal ke lapangan, satu orang namanya Joko Prianto itu tidak ada, menurut dia, gegerlah, kami enggak ada. Hari ini hakim memutuskan orang-orang yang menolak pabrik semen. Tidak setuju terhadap pabrik semen pada 10 Desember 2014. Padahal SK-nya 2012. Masak baru dua tahun kemudian menolak?

Setelah kita teliti, hampir semua tulisan (di dokumen gugatan 2.501 warga penolak semen) itu sama karakter tulisannya. Ketiga, ada orang yang tinggalnya di Manchester, di Amsterdam, namanya nama Jawa, pekerjaannya presiden, menteri, Power Ranger, Ultraman, copet terminal, bayi. Lho, bagaimana, Mas? Masak itu dijadikan pertimbangan. Kontra-memori Peninjauan Kembali kita tidak mendapatkan pertimbangan sama sekali. Jadi, menurut saya, dari sisi putusannya aneh, maka saya kirim surat ke MA hari ini. Itu dari proses hukum yang ada.

Apa isi surat yang Anda kirim?

Saya menyampaikan, PK kan sudah terakhir, sudah ada upaya hukum, jadi kita sampaikan saja ke hakim MA: Ini lho, hasilnya begini. Masak itu penolak yang tidak benar, dianggap benar? Apa ya tidak cek dulu? Karena memang dalam PK tidak ada proses peradilan, kesaksian. Ini saya sampaikan agar publik belajar. Apa iya putusan begitu? Umpama saya membuat sosialisasi, ini lho yang hadir Ultraman, Power Ranger, kira-kira ini jadi persoalan enggak kalau saya begitu? Dihajar saya sama publik. Hari ini saya heran tidak ada yang mempersoalkan itu. Semua media tidak ada yang mempersoalkan itu. Ini seolah hal yang biasa, pokoknya kamu udah kalah. Jadi saya melihatnya aneh. Karena saya mencoba menyampaikan dan mempertahankan bahwa yang kami lakukan itu bener.

Kalau kemarin ada yurisprudensi, apakah itu yang akan dipakai selanjutnya?

Enggak, sih. Saya lebih pada menyampaikan kepada para pakar yang punya kompetensi, yang saya buat tim itu, KLHS (kajian lingkungan hidup strategis).

Tadi ada kuasa hukum mereka, menyatakan soal pernyataan sepihak Abetnego (Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Walhi). Tapi Abetnego ngomong di depan saya. Mengatakan, “Saya ini penggugat, Mas, saya tidak pernah bicara penutupan pabrik.” Ya selesai. Maka, Walhi menyatakan itu pernyataan sepihak. Ya saya tidak tahu itu sepihak atau dua pihak, saya tidak tahu.

Maka saya berkata di Mata Najwa secara terbuka, “Saya minta disampaikan, benar enggak bahwa mereka menyampaikan kepada saya, di dalam pertemuan dengan presiden, tidak ada sama sekali membicarakan menutup pabrik?” Menurut Gunretno tidak benar. Ya sudah. Ini yang bohong siapa? Abetnego? Atau teman-teman yang ada di Kendeng?

Sebenarnya simpel saja sebelum menjawab putusan itu. Saya kan juga harus menjamin bahwa investasi tidak akan terganggu. Tadi pagi saya baca koran lokal, Bupati Rembang mengatakan ini persaingan antar-pabrik.

Apa benar?

Lho, makanya, saya sih membaca pernyataan bupati, dan saya ingatkan, 'Kok gegernya luar biasa sih semen ini?' Padahal semen ini penambang ke-57. Hari ini existing 56 penambang sudah beroperasi. Kok enggak ada yang cerita soal kerusakan lingkungan? Aneh.

Apakah Anda tahu soal persaingan antar-perusahaan ini?

Saya tidak tahu, saya hanya mengira-ngira saja. Karena itu saya katakan, kenapa yang di Pati tidak ada demo menyemen kaki? Kok enggak ada orang yang semasif itu? Saya tanya saja, kenapa yang sudah terjadi, umpama, ada di Ajibarang sudah jadi, di Nusakambangan sudah jadi, enggak ada orang protes, Mas? Karena di Jawa Tengah, pabrik semen yang sudah ada baru dua itu. Makanya saya ceritakan, di Twitter ada orang mengatakan dengan nada politik banget, “Jangan pilih Ganjar lagi, karena besok kalau dia jadi gubernur lagi, besok pabrik semen di Gombong akan jadi, di Wonogiri akan dibuka.” Padahal di Gombong itu karena diuji oleh para pakar, tidak lolos, ya saya tidak kasih izin. Di Wonogiri, saya diminta untuk mengubah tata ruangnya, ya saya tidak mau. Artinya, saya masih bisa objektif untuk urusan ini.

Bagaimana jika yang benar adalah omongan warga penolak, terkait pertemuan dengan Presiden?

Ya berarti Abetnego bohong. (Tirto mencoba konfirmasi ke Abetnego, namun tidak ada balasan).

Konsekuensinya apa?

Oh enggak ada konsekuensi. Ini soal moral saja. Karena dia sekarang bagian dari KSP, maka saya akan sampai sama Pak Teten. Ayo, siapa yang bohong hari ini? Ini kan dunia sudah terbuka, sudah transparan. Jadi kalau informasi saja dibohongi, kan enggak boleh? Kita mesti berani terbuka.

Maka Mbak Nana (Najwa Shihab) mengatakan, "Ini ada penolak, bagaimana gubernur menghadapi?" Saya hadapi. Gunretno itu berkali-kali kontak dengan saya, ketemu dengan saya. Bahkan ketika longmarch pertama saat akan menjemput putusan itu, sebelum PK ini, waktu masih banding, itu malam-malam telepon saya kehujanan, minta difasilitasi untuk bisa tidur di museum, saya kasih. Itu enggak ada dicerita mana-mana. Silakan cek.

Gunretno itu warga Pati, bukan Rembang. Anda tahu Mbok Sukinah itu? Anda cek, dia petani atau bukan? Dia pedagang. Tanah garapan dia itu tanah persil di Perhutani. Anda cek satu-satu, yang sekarang demo di depan kantor gubernur, itu anda cek satu persatu, anda datangi, saya harap Anda datang diam-diam, ngobrol, tanya pekerjaannya apa? Apakah dia petani atau aktivis? Ya bukan mengatakan bahwa aktivis tidak boleh ikut demo, lho.

Lebih menarik lagi kalau Tirto datang dan melihat lebih banyak mana pendukung sama penolak. Lebih banyak mana? Karena hari ini, negeri ini, rakyat ini, harus diedukasi secara terbuka. Saya dipojokkan berkali-kali. Maka saya suka dengan pertanyaanmu, “Anda kan menghadapi konstituen Anda sendiri? Apakah itu tidak merugikan secara politik?” Saya itu bismillah saja, kok.

Bicara kemungkinan terburuk, bagaimana kalau sampai pabrik akhirnya ditutup?

Kalau saya sih enggak apa-apa, silakan saja ditutup, tidak ada beratnya. Kalau mau tutup, tutup saja. Sudah ada pertimbangannya, kok. Maka pertimbangannya tidak hanya lingkungan. Pertimbangan sosial, ekonomi, bisnis, itu kita buat.

Bagaimana dampaknya?

Ya ada. Makanya saya berpikir yang komprehensif dan holistik, tidak boleh emosional. Dan ini national interest, karena ini BUMN.

Kalau batal, kerugian berapa?

Rp5 Triliun. Jangan bilang itu terus dong soal Rp5 triliun, berapa keuntungan tiap bulan? Rp50 miliar. Maka saya katakan ke anda, mereka takut kalau airnya enggak ada, ini ibu bumi, dan sebagainya. Sekarang saya tanya begini, dulu ada air bersih tidak? Sekarang ada air bersih tidak? Apakah itu muncul natural dari celah yang ada? Atau dengan engineering? Karena yang kita lakukan itu dengan engineering, kita bor. Kemarin kelompok pro datang kepada saya menceritakan soal itu. Ini bukan masyarakat yang dulu, yang ada YouTube-nya Samin vs Semen.

Yang Samin itu berapa orang? Mbok Sukinah itu bukan Samin kok. Itu tiap hari bajunya tidak hitam. Bajunya hitam itu, kata masyarakat kepada saya, setelah mereka ikut sekolah. Mereka itu ada latihan demo ke Pati. Terus setiap demo itu mereka pakai baju hitam. Ini bahasa mereka, bukan bahasa saya. Jadi cerita dari mereka itu seperti itu. Saya dengan Gunretno itu dekat. Jadi kalau dikatakan Gunretno, “Saya menghubungi sulit.” Enggak ada itu. Enggak ada cerita sulit.

Dulu saya dikira tidak mau menemui, lha saya waktu itu masih menerima penghargaan dari KPK di Riau. Lalu kemarin demo lagi, lha demo enggak ngomong saya, kok. Dia punya nomer telepon saya, tinggal bilang, “Mas, saya mau demo, tolong ditemui.” Kan enak begitu.

Membuat tenda di depan kantor gubernur kan simbol yang menarik. Untuk anda liput, kan, menarik. Lalu Kompas menulis: Ganjar diharapkan datang ke tenda. Lho ngapain saya datang ke tenda, habis saya temui, kok. Mereka minta ketemu, saya temui, kok. Seharusnya mereka pulang, dong. Bukan deadlock, lho.

Warga meminta pabrik ditutup?

Ini bukan soal pabrik-pabrikan dulu. Proses ini dulu, deh. Kalau soal menuntut itu kan boleh. Tapi kan putusan sudah ada. Makanya saya tidak yakin yang demo itu petani. Yang demo itu aktivis. Wong mereka tatoan, senimannya ada, kelihatan. Aku dulu itu juga tukang demo, kok.

Apa masalahnya dengan tato, bukankah aktivis boleh melakukan demonstrasi?

Oh, boleh. Bahkan andaikan sekarang saya menggerakkan orang tidak setuju, menggugat kembali gedung ini (Metro TV), mana Amdalnya?

Apakah Anda mendapat dukungan dari DPR terkait polemik Semen ini?

Enggak, saya memang sendiri. Karena begini, gubernur itu kan memang sendiri.

DPR RI mendukung?

DPR RI, komisi VI sudah bilang. Silakan dicari, sudah banyak komentar. Apa komentarnya tidak perlu saya sebut. Kalau saya tipenya kalau biar saya sendiri, biar saya terkesan tersudut, saya tetap akan menjawab. Tugas saya, tanggungan saya adalah menjawab. Dan saya kasih data satu persatu. Saya kasih data yang Ultraman, Power Ranger, lalu Gunretno bilang, “Mas Ganjar, jangan ngurus yang kecil-kecil begitu.” Lho yang begitu kok kecil, sih?

Tadi Gunretno bilang yang penting kan soal substansinya.

Lha emang ini bukan substansi? Ini substansi. Memangnya pertimbangannya apa? Baca putusan PK-nya seperti apa? Apakah benar, di atas cekungan air tanah tidak boleh ada tambang? Nanti ada tulisan, boleh asal untuk kepentingan bangsa dan negara. Lha ini kepentingannya siapa? Dan simpel saja: ada modelling yang dipaparkan kepada saya. Kata pertimbangan hakimnya tidak satu desain. Saya itu dikasih modelling-nya dari ITB, kok.

Sebelum masif penolakan, saya bilang ke Semen Indonesia, “Bisa enggak kamu menjadi contoh bahwa semen akan melaksanakan Amdal dengan baik dan menjadi contoh? Kalau bisa, akan saya kawal.”

Itu lebih pasti buat investasi?

Lha iya, dong, lebih fair juga. Sudah 12 lho yang mau mengajukan.

Itu mana saja?

Aku enggak hafal. Ada 12 yang mengajukan. Ada orang penting dari Jakarta yang mengatakan akan investasi semen di sana. Saya bilang, jangan semen dulu lah, yang lain dulu. Wah rupanya salah saya ngomong sama orang ini. Ada yang sudah BBM saya, bilang badan hukumnya sudah jadi dan siap untuk investasi, semen Pati. Sudah siap-siap, Mas. Ada semen Grobokan, izinnya sudah lama. Ini kasihan ini, kalau besok dibangun langsung didemo. Tapi dulu-dulu enggak ada. Aneh saja, emang ada orang demo di Cibinong? Sudah rusak belum itu? Udah ngecek belum itu?

Apakah Anda tahu perumahan di Cibinong itu mengeluh soal kualitas air?

Whatever lah, saya sudah tidak peduli aja. Itu ada fakta kamu demo atau enggak. Kenapa di sini, kenapa tidak di situ?

Jika izin dicabut, apakah ada alternatif lain membangun pabrik semen?

Jadi begini, libido pabrik semen akan meningkat kalau melihat daerah karst. Jadi kenapa saya juga mikir untuk moratorium, karena itu yang terjadi. Kita harus menjaga, iya, tapi barang sudah lahir. Istilah saya, ini anak perempuan kita dihamili orang, udah hamil, mau digugurkan atau diteruskan? Harus ada yang tanggung jawab, toh.

Kalau ini batal, Pemprov bisa digugat sama Semen Indonesia?

Lho enggak, tapi bisa jadi. Anda saya kasih tahu jalan keluarnya, kapan sih ini menggugatnya? Itu ditolak karena sudah kedaluwarsa. Tapi diproses sama hakim. Saya enggak ngerti cara berpikir hakim. 2012 SK keluar, 2013 saya dilantik, 2014 saya disuruh mencabut.

Apakah Anda akan menjalankan putusannya?

Lho, apakah saya tidak pernah mengikuti putusan itu? Kita ikuti. Sekarang tinggal kita pertimbangannya apa? Sekarang begini saja, kalau misalnya Amdal dikatakan abal-abal, itu kan katanya. Kalau menurut saya, enggak.

Apa solusi yang Anda tawarkan kepada Semen Indonesia?

Saya belum pernah menawarkan kepada mereka. Saya kan regulator. Itu urusan pabrik. Saya hanya bicara, 'Mbok berembuk sebaiknya bagaimana. Kalau maunya ditutup, ya sudah pemerintah rugi. Gampang." Ganjar rugi? Enggak. Tapi merah-putih saya terganggu. Rp5 triliun. Yang kedua, dibuat Amdal baru, kan bisa, ada diktumnya.

Maksud Merah-Putih anda terganggu?

Masak kita enggak bela BUMN?

Artinya terlepas itu perusahaan swasta atau asing?

Masak kita berikan pada swasta? Yang bener aja lah. Swasta enggak terganggu, kok. Bebas berkeliaran. Enggak ada pengganggunya. Anda bandingkan saja. Benar enggak omongan saya?

Baca juga artikel terkait WAWANCARA KHUSUS atau tulisan lainnya dari Mawa Kresna

tirto.id - Indepth
Reporter: Mawa Kresna
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Arbi Sumandoyo